"Ahahahah ... Baru kali ini Tuan Harshil memuji seorang wanita. Kalian benar-benar serasi ya, cantik dan ganteng," sahut Susan yang ikut gembira melihat pasangan ini.
"Ehemm! Baiklah, pilihkan juga jas untukku yang sesuai dengannya!"
"Siap, Pak Bos! Kapan sih kalian akan menikah? Aku jadi tak sabar ingin hadir di acara pernikahan kalian!"
"Aku akan kirim undangan untukmu. Siap-siap saja bawa hadiah yang istimewa."
"Hahahaha, beres Tuan Harshil."
"Ya sudah, aku sudah cukup puas melihatnya, bungkus gaun ini untuknya. Nanti kau kirim ke apartemenku ya."
"Oke, Bos."
Susan tersenyum, baru kali ini Harshil membuka diri. Sejak kecelakaan setahun silam, dia memang menutup diri dari siapapun.
Inara kembali berganti pakaian di ruang ganti.
"Kau sungguh beruntung, Inara. Tuan Harshil terlihat sangat menyayangimu. Kamu gak akan menyesal, dia adalah orang yang sangat baik."
Inara mengangguk dan tersenyum malu-malu.
Inara kembali menemui Harshil yang masih setia menunggunya.
"Sudah selesai?" tanyanya.
"Iya, Tuan."
"Kita akan ke rumahku."
"Hah?"
"Kau akan kukenali pada keluarga besarku."
"Tapi aku malu, Tuan."
"Kenapa harus malu? Kau calon istriku. Tapi aku harus bilang ini padamu."
"Apa, Tuan?"
"Kamu harus menebalkan telinga bila ada cibiran tentangku. Karena tak semua orang menyukai kehadiranku. Kita akan menghadapinya bersama-sama. Jadi jangan khawatir."
"Baik, Tuan."
"Ayo kau yang dorong kursi rodaku, Ettan menunggu kita di mobil."
"Baik."
Dengan perasaan gugup, Inara mendorong kursi rodanya.
"Tuan, maaf kalau saya lancang."
"Ya, kenapa?"
"Apa gak sebaiknya Tuan potong rambut? Biar kelihatan rapi"
"Hah?"
"Maaf, aku gak bermaksud--"
"Baiklah kalau itu inginmu. Sebelum kita ke rumah, mampir dulu ke salon."
Inara tersenyum mendengar ucapannya.
"Kau harus siap kalau aku butuh bantuanmu. Pura-pura lah jadi istri yang baik. Kamu mengerti?"
"I-iya, Tuan."
Ettan membantu bosnya masuk ke dalam mobil.
"Ettan, kita ke salon dulu baru nanti pulang."
"Hah? Gak salah, Tuan? Biasanya--"
Ucapan Ettan terhenti saat melirik ke arah spion, melihat ekspresi tuannya yang tak suka dengan ucapannya. Ya, Tuan Harshil tak pernah mau jika diajak ke salon untuk merawat dirinya. Penampilannya berantakan. Ia benar-benar cuek dengan penampilan usai musibah yang terjadi padanya. Tapi kali ini sepertinya berbeda.
"Sudah, jangan banyak bicara. Kita tak boleh membuang waktu."
"Siap, laksanakan!"
Ettan mengerti perubahan sikap bosnya karena gadis itu. Gadis itu benar-benar istimewa, baru beberapa hari mengenalnya saja sudah memberikan perubahan besar untuk Tuan Harshil. Tentu saja untuk hal yang positif. Dengan ini ia yakin, tuannya akan segera bangkit kembali.
***
Tak perlu menunggu lama, mobilnya sampai di pelataran salon ternama. Salon yang biasa dikunjungi oleh orang-orang kaya.
Kedatangan Harshil di salon itu disambut cukup baik oleh pegawai salon.
"Inara, jangan jauh-jauh dariku."
"Hah? Ah i-iya, Tuan."
Inara berdiri tak jauh dari tempat Harshil. Ia memperhatikan dengan seksama, saat rambut calon suaminya tengah dipangkas.
"Bagaimana dengan penampilanku?" tanya Harshil pada Inara setelah selesai dengan perawatan di salon.
Gadis itu melengkungkan senyuman termanisnya.
"Bagus, Tuan terlihat sangat--"
"Sangat apa?" tanya Harshil penasaran. Entah kenapa ia ingin sekali tahu komentar dari Inara. Sedikit demi sedikit, gadis sederhana itu telah mengubah pandangannya selama ini.
"Tampan," sahut Inara lirih kemudian menunduk malu.
Harshil pun tersenyum mendengarnya. Ada debaran-debaran halus di d**a saat ia bersama gadis itu. Bukan, rasanya terlalu dini untuk menamakannya kalau ini cinta. Selama ini dia terlalu kesepian, sehingga kehadiran Inara mungkin mampu menjadi obat baginya. Gadis yang sederhana dan penuh kelembutan, tutur katanya yang sopan dan lemah lembut, bahkan wajahnya yang tersipu bagaikan kehangatan sendiri untuknya.
"Inara, tolong jangan panggil aku Tuan, aku bukan majikanmu, tapi calon suamimu," sergah Harshil kembali untuk mengusir kecanggungan diantara mereka.
"Lalu aku harus memanggil apa?"
"Nama saja, okey?"
"Tidak, Tuan. Saya tidak berani. Perbedaan usia kita sangat jauh, rasanya tak sopan kalau hanya memanggil nama."
"Kalau gitu, panggil aku sayang, honey bunny sweety."
Inara menggeleng cepat. Harshil justru tertawa melihat tingkah polos Inara.
"Bagaimana kalau Mas saja?" usul Inara.
"Hmmm, itu tidak terlalu buruk. Yang penting nanti di hadapan keluarga, jangan panggil aku tuan!"
"Baik Tuan, eh, maksudnya Mas!"
Harshil tersenyum. Sementara Inara kembali mendorong kursi roda Harshil keluar dari salon.
Bruuukk ... Tanpa sengaja dari arah berlawanan seseorang menabrak Harshil.
"Sori, sori," ucapnya cepat.
Saat pria itu menoleh, keduanya saling terkejut.
"Harshil?" pekiknya tak percaya.
"Erick?"
"Hei, Harshil, tumben lu datang ke salon?" tanya Erick lagi dengan nada setengah mengejek. Ia takjub karena Harshil kembali ke kehidupan sosialnya, padahal setahun lamanya, dia menarik diri dari keramaian.
Harshil terdiam. Bertemu dengannya adalah hal yang paling dihindari. Ia tak ingin ada kecewa dalam hatinya karena telah dikhianati orang-orang yang dulu sangat ia percaya.
Erick menatap gadis yang ada di belakang Harshil, tatapannya menghujam, banyak pertanyaan bertebaran di kepala.
"Siapa gadis cantik yang bersamamu ini, Tuan Harshil?" celetuk Erick sembari menatap Inara tanpa berkedip.
"Jangan menggoda calon istriku seperti itu!" Ketus Harshil, ia tak suka bila ada orang lain menatap Inara.
"Calon istri? Jadi kau dan dia akan segera menikah?"
"Ya, kenapa terkejut?"
"Hmm... menarik. Tapi aku tak pernah melihat gadis itu sebelumnya, siapa dia?"
"Kau tak perlu tahu."
"Sombong sekali kau, Harshil. Hei nona manis, siapa namamu?" tanya Erick sok kenal sok dekat.
Erick mengulurkan tangannya untuk dijabat. Tapi tangan itu segera ditepis oleh Harshil.
"Tak perlu berjabat tangan. Dan tolong jaga pandanganmu, dia merasa tidak nyaman dipandangi kau begitu," timpal Harshil dingin.
"Hohoho, kenapa kau kaku sekali, Harshil? Bukankah sudah lama kita tidak berjumpa? Apakah aku tak boleh menyapa wanitamu ini?" tanya Erick ingin mencari tahu apa yang terjadi pada 'mantan,' sahabatnya.
Harshil terdiam, ia muak sekali dengan sikap Erick yang bermuka dua.
"Sepertinya kau sedang cemburu? Apa gadis ini sangat berarti untukmu?" Erick kembali bertanya. Sudut bibirnya tertarik ke atas, ia tersenyum tapi seolah mengejek.
"Sayang!" panggil suara dari belakang. Sosok wanita berpakaian seksi muncul. Ia berjalan tergesa menghampiri Erick lalu memeluknya manja.
Wanita itu menoleh ke arah depan, melihat Harshil yang tampak dingin dan kaku duduk di atas kursi roda, sementara Inara hanya menunduk tak mengerti dengan orang-orang ini.
Ada keterkejutan dalam pandangan Chelsie, ia menatap mantan tunangannya sejenak, lalu mengulurkan tangannya.
"Apa kabar, Harshil?" sapa Chelsie basa-basi. Sebenarnya ia tak enak hati karena dulu sudah meninggalkan tunangannya itu pasca Harshil mengalami kecelakaan. Dan Chelsie justru menikah dengan sahabatnya.
Suasana hati Harshil berubah drastis, rasanya begitu buruk karena ulah dua orang yang ada di hadapannya.
"Inara, ayo kita pulang!" ajak Harshil dengan ketus.
"Baik," sahut Inara gugup.
"Harshil, tunggu! Kita belum selesai bicara!"