4. Fitting baju pengantin

1117 Kata
"Bah, bukankah ini sangat berlebihan? Kenapa dia kirim barang sebanyak ini? Padahal tadi uangnya sudah habis banyak buat bayarin hutang kita." Abah tersenyum. "Terima saja, ini hadiah dari calon suamimu." Inara pun mengangguk walaupun terasa berat di hati. Gadis itu berlalu ke kamarnya sembari membawa tas-tas belanja itu. Ia membongkarnya satu persatu. Beberapa helai baju yang cantik dengan bahan yang begitu lembut tersedia di hadapannya. "Pasti barang-barang ini mahal harganya!" gumam Inara sendiri. Ia beralih untuk mencobanya, gamis brokat tile, warna dusty pink, terlihat begitu elegan. Ada pula gamis berwarna abu-abu dengan hijab warna senada. Lalu gamis dengan warna coklat s**u yang bagian bawahnya rumbai-rumbai. *** Keesokan harinya, Inara sudah bersiap-siap. Gamis dan hijab warna abu-abu membalutnya saat ini. Kemarin Ettan bilang akan menjemputnya tepat jam delapan pagi. Dan dia harus memakai salah satu gamis pemberian tuannya. Mobil sport mewah itu sudah bertengger mewah di halaman rumahnya. Beberapa tetangga yang melihatnya saling berbisik-bisik, mereka keheranan. "Jangan-jangan si Inara jadi wanita simpanan orang kaya.l," celetuk salah seorang tetangganya. "Iya, kemarin mau dinikahi Juragan Bani gak mau, eh ternyata jadi simpanan pria kaya. Ckckck!" "Jangan-jangan sudah gak suci lagi itu si Inara, makanya dia mau. Kalian tahu sendiri kan orang-orang kaya itu tuh seperti apa?" "Gak beda jauh dong kayak p*****r, penampilannya aja yang alim ternyata--" Ettan yang tak tahan mendengarnya hendak memberi pelajaran pada para tetangga julid itu. "Ettan, biarkan saja! Gak usah diladeni," ucap inara. Pria itu mengangguk. "Ayo Non, kita harus berangkat sekarang!" sergah Ettan. Inara melangkah ragu. Belum masuk ke mobil, ia menghentikan langkahnya. "Maaf Tuan, laki-laki dan perempuan gak boleh berduaan nanti yang ketiganya setan," ucap Inara dengan polosnya. Tetiba kaca mobil terbuka. Inara terkejut saat melihat Tuan Harshil tengah duduk di sana dengan tatapan dingin. "Jadi kau anggap aku ini setan?" celetuk Harshil tiba-tiba. Ettan mengulum senyum, ia tak tahan mendengarnya. "Eh, Tu-tuan? Maaf saya gak bermaksud--" sapa Inara gugup. "Sudah cepat masuk!" sergah Harshil lagi. Ia benar-benar kesal dibuatnya. "Tapi--" Ucapannya mengambang di udara. Inara menoleh ke kanan dan kiri. "Non, silahkan masuk ya! Tuan gak bakalan gigit kok!" seru Ettan bercanda. Ia mengulum senyum kembali saat Harshil menatapnya dengan tajam. Inara mengangguk ragu, ia duduk mepet ke ujung. "Kenapa mepet-mepet gitu duduknya? Disini kan masih longgar." "Maaf Tuan, jaga jarak," sahut Inara. Gadis itu benar-benar gugup, jantungnya berdegup tak karuan. Baru kali ini dia merasa begitu canggung berhadapan dengan seorang laki-laki. Harshil menghela nafasnya dalam-dalam lalu menggeleng pelan. "Ayo jalan, Ettan!" "Baik, Tuan." Mobil melaju dengan kecepatan sedang. "Kamu sudah sarapan?" tanya Harshil memecah keheningan suasana. "Sudah, tadi sama abah." "Oke, berarti kita langsung ke tempat tujuan saja." Inara mengangguk. "Atau kau mau berjalan-jalan dulu?" "Tidak, Tuan. Lebih cepat lebih baik. Biar cepat pulang." "Kau gak nyaman pergi bersamaku?" "Iya, Tuan. Soalnya kita ini bukan mahram." "Jadi kau ingin aku segera menikahimu?" Inara tertunduk dalam, tak berani menjawab apapun. "Oke, kalau itu keinginanmu, besok kita ke KUA." "Hah?" "Biar kamu gak canggung saat jalan denganku," tukasnya lagi. "Bukan itu maksudku--" Inara kecewa karena lelaki yang ada di sampingnya justru memalingkan wajah ke arah jendela. Ettan yang mendengarnya dan sesekali memperhatikan mereka di kaca spion, ia mengulum senyum. Baru kali ini tuan mudanya penuh dengan semangat. Tak ada kemuraman di wajahnya. 'Semoga ini awal yang baik buat tuan muda.' Tak butuh waktu lama, mereka sampai di area pelataran Wedding Organizer. Ettan membantu sang majikan turun dari mobilnya lalu mendorong kursi rodanya. Sementara Inara memandang dengan takjub bangunan mewah di hadapannya. Aneka baju pengantin mewah, dipajang di lemari kaca. "Selamat datang, selamat berbelanja di toko kami," sambut salah satu pegawai dengan ramah. Inara masih mengikuti langkahnya dari belakang. "Ettan, kau hubungi pemiliknya ya, aku akan langsung berkonsultasi dengannya." "Baik, Tuan." Ettan melangkah pergi menjauh dari mereka. "Inara, kau pilih saja yang kamu suka," cetus Harshil. Inara hanya mengangguk pelan, entah hatinya dilanda bingung. Ia tak terbiasa berada di pusat perbelanjaan. "Hallo, Tuan Harshil, baru bertemu lagi kita nih," seorang wanita berpakaian modis dan elegan berjalan menghampirinya. Mereka saling berjabat tangan. "Tumben nih, datang kesini. Ngomong-ngomong gadis ini siapa?" tanya wanita yang bernama Susan itu penasaran. Terakhir kali Harshil datang kesini bersama seorang wanita, calon tunangannya--Chelsie, itu sudah dua tahun silam. Tapi rencana pernikahan mereka kandas karena Harshil mengalami kecelakaan. Dan terakhir yang ia dengar, Chelsie sudah menikah dengan pria lain yaitu Erick, yang tak lain tak bukan sahabat Harshil sendiri. "Nyonya Susan, kenalkan, ini calon istri saya. Inara, namanya," sahut Harshil. Inara menyambut uluran tangan Susan. Mereka saling melempar senyum. Walaupun dalam hati Susan bertanya-tanya kenapa tiba-tiba Harshil akan menikah dengan gadis low profil seperti dia? Dia bahkan tak mengenalnya sama sekali. 'Apa sekarang selera Harshil sudah berubah? Dulu bukannya lebih suka perempuan yang seksi dan modis? Mereka berkenalan dimana?' Banyak pertanyaan bertebaran di kepala wanita itu. "Nyonya Susan, tolong kau pilihkan gaun terbaik untuk calon istriku ini." "Siap, Tuan. Kapan nih pernikahannya akan digelar?" "Tidak akan lama lagi." "Hahaha, Tuan Harshil sudah bosan sendirian ya?" tanya Susan dengan nada meledek. "Ya, aku butuh pendamping." "Chelsie gimana? Kudengar ia sudah menikah dengan Erick?" "Aku tak peduli lagi dengannya," ucap Harshil acuh. "Ayo Susan, tolong pilihkan gaun terbaik yang cocok dengannya. Kami masih banyak urusan." "Hahahaha, its oke. Ayo Inara, kau ikut denganku." Inara hanya mengangguk lalu mengikuti langkah Susan ke dalam. "Kau mau model yang seperti apa? Disini banyak pilihan modelnya," ucap Susan sembari menunjuk gaun-gaun cantik, tapi sayang semuanya terbuka. Inara menggeleng pelan. "Mbak, maaf, saya cuma ingin gaunnya tertutup dari ujung kepala sampai ke bawah." "Gaun pengantin muslim?" tanya Susan memastikan. Inara mengangguk. "Itu ada di belakang, tinggal beberapa saja. Inara tunggu disini ya, biar pegawai saya yang ambilkan." Susan menyuruh salah satu pegawainya untuk mengambilkan gaun pengantin muslim. "Nah, ini dia. Silahkan pilih yang warna apa?" tanya Susan sembari menyodorkan dua buah gaun, satu warna putih dan satu lagi warna ungu muda. "Putih saja, Mbak," jawab Inara tanpa pikir panjang. Baginya warna putih adalah warna yang suci, ia pun berharap bisa menjalankan pernikahannya yang suci. "Kita coba dulu ya, Inara," sahut Susan. Gadis itu kembali mengangguk. Usai mengenakan gaun pengantin itu, wajah Inara dipoles dengan make-up flawless, lalu Susan menghias model hijabnya dan menyematkan manik-manik headpiece untuk menambah kesan sempurna. Susan tertegun melihat perubahan Inara, gadis itu terlihat sangat cantik. Dia seperti bidadari yang tersembunyi. "Sudah selesai Inara, ayo kita temui calon suamimu itu," ajak Susan. Dia menggamit lengan Inara, tak sabar dengan reaksi Harshil. "Tuan Harshil, lihatlah kemari. Bagaimana tanggapanmu dengan calon istrimu ini? Apa gaunnya cocok?" tanya Susan. Harshil menoleh dan tertegun melihatnya. Seorang gadis biasa menjelma seperti putri yang cantik. Tanpa sadar ia menelan salivanya sendiri. "Tuan muda Harshil, kenapa diam saja? Bagaimana tanggapanmu?" Harshil masih memandang Inara tanpa berkedip. Ia berbisik lirih. "Cantik, sangat cantik ..."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN