BAB 7. SUAMI MULAI BERUBAH

1196 Kata
Lagi, Bayu meresapi ucapan sang ibu dan menemukan kebenaran dari sana. "Ibu benar," sahut Bayu dengan senyum di wajahnya, "jadi Bayu nggak salah ya bu kalau menikahi Rindang?" "Ya nggak lah. Salah sendiri kalau dia tidak hamil juga," sahut bu Lastri tak peduli dengan reaksi menantunya kalau tahu suaminya menyiapkan madu untuknya. "Ya sudah bilang sama keluarga Rindang kalau saya akan datang besok untuk melamar Rindang," sahut Bayu dengan antusias. Tak ada lagi keraguan setelah mendengar ucapan ibu kandungnya yang mendukung hubungannya dengan Rindang. ** Diana sudah berada di rumah saat suaminya datang dengan membawa mobil sewaan untuk mengangkut barang. Lelaki itu masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam seperti biasanya. Kebiasaan baru, pikir Diana menilai sikap suaminya yang perlahan berubah. Diana akan melhat sampai sejauh mana perubahan sang suami. "Masuk rumah kok nggak pake salam sih mas," tegur Diana lembut. Tak ada maksud untuk menggurui sang suami. Akan tetapi, Bayu merasa kalau istrinya mulai merasa dirinya yang paling pintar dan benar. Lelaki itupun menjadi marah akan teguran sang istri. "Oh sudah mulai pintar rupanya, suami pulang bukannya diberi minum atau di pijitin ini langsung kena marah," sinis Bayu. Lelaki itu menatap Diana dengan tatapan tak suka. Entah kenapa sejak dua hari yang lalu dia merasa muak dengan apapun yang dilakukan oleh istrinya. Berbeda sekali dengan sosok wanita yang baru saja dikenalkan oleh ibunya. Masih muda, mana lembut dan pandai membawa diri lagi. Dan yang penting bisa membaur dengan keluarganya. Berbeda dengan Diana yang sejak menikah tak pernah bisa membaur dengan keluarganya. Bahkan dengan bodohnya dia mau saja saat istrinya itu meminta mandiri. Andai saja, istrinya mau tinggal dengan keluarga sejak menikah. Saat ini, mereka pasti sudah punya tabungan banyak. Tidak seperti sekarang, hidup serba pas-pasan karena harus membayar kontrakan yang tidak murah. Kalau dikumpulkan uang kontrakan selama ini pasti bisa untuk membeli sepeda motor yang baru. Tidak seperti sekarang dia hanya puas dengan sepeda motor bekas punya mendiang ayahnya. Harusnya sejak awal dia tidak mendengarkan istrinya. Ibunya tentu tahu yang lebih baik baginya dibanding istri yang baru sebentar membersamainya. Rasa cintanya yang selama ini menggebu telah membutakan matanya. Untung ibunya segera membuka matanya dengan kenyataan yang ada. Apalagi dengan hadirnya Rindang dalam hidupnya kian membuat Bayu antipati dengan kehadiran istrinya yang dia rasa hanya membuatnya menderita saja. Mulai saat ini, Bayu bertekad hanya akan mendengar petuah ibunya yang memang terbukti terbaik. Diana yang mendengar balasan sang suami yang terkesan ketus itu hanya bisa diam membisu. Terlalu banyak perubahan dari suami yang kini dirasakan Diana. Biasanya lelaki itu pasti mendengar nasihatnya dan segera merubah sikapnya. Lagi-lagi Diana hanya bisa diam membisu karena tak mau memperpanjang masalah. Dia akan memanjangkan sabarnya. Entah sampai berapa panjang dan sampai kapan. Biar nanti waktu yang akan menjawabnya, karena Diana sendiri tak tahu sampai di mana batas kesabaran yang dia punya. Bayu berdecak sebal kala tak dia dapati bantahan dari istrinya. Dia pikir, Diana pasti sudah takluk padanya sebagai suami. Harusnya sedari awal dia bersikap demikian biar tidak mudah istrinya melawan. Karena sekali dia bersikap baik, maka istriya jadi ngelunjak. Kan TUMAN. Jadi istri itu harusnya tau diri. Sudah untung dia dulu menikahinya. Entah sekarang jadi apa istrinya kalau bukan dia yang mengajaknya menikah. Sudahlah nggak bisa punya anak. Sukanya membantaH ucapan suami dan ibu mertua. Nggak tau diri kan? "Kamu akan diam saja di situ?" bentak Bayu tak sabaran. "Lalu aku harus bagaimana?" tanya Diana berusaha menahan amarah yang sedari tadi ingin keluar mendengar suaminya berkata kasar padanya. "Dasar kamu itu. Nggak punya otak buat berpikir ya? Aku tuh capek seharian kerja keras buat kamu. Kamu malah malas-malasan di rumah. Bikin kesal saja!" gerutu Bayu dengan berkacak pinggang. Entah kenapa melihat istrinya malah membuat emosi-nya mudah sekali tersulut. "Mas. Sedari tadi aku diam saja kamu marah. Nanti kalau aku membalas ucapan kamu dibilangnya sudah pintar membalas suami. Serba salah memang jadi aku," ucap Diana jengah, "entah apa yang sudah ibu katakan ke kamu. Tapi sejak kemarin sikap kamu berubah. Kalau kamu tidak mau aku ikut ke rumah ibu kamu. Kamu bisa pergi sendiri ke sana." Bayu terpaku mendengar ucapan istrinya. Ada rasa takut kalau sampai benar istrinya menolak ikut. Tapi ego -nya terlalu tinggi. Apalagi bisikan ibunya kembali terdengar membuatnya enggan mengakui kesalahannya. "Ya sudah kalau kamu nggak mau ikut. Malah bagus. Tapi ingat kamu jangan sampai menyesal," ucap Bayu membuat lutut Diana melemas. Niatnya hanya menggertak sang suami ternyata suaminya memang benar-benar sudah berubah. "Pak! Angkut semua barang di dalam sisakan barang istri saya," ucap Bayu memanggil dua orang lelaki tegap di luar sana. Dengan muka pongah Bayu melengos saat tatapan nya bertemu dengan mata istrinya. Lelaki itu lantas berlalu dari hadapan Diana meninggalkan luka mengangah di hati Diana. Kalau sudah begitu mana mungkin Diana ikut ke rumah ibu mertuanya. Wanita itu hanya bisa terduduk memeluk lututnya. Kedua lelaki yang diminta Bayu mengangkut barang-barang mereka hanya bisa berdiri serba salah. "Bu, maaf barang yang mau diangkut yang mana saja?" tanya lelaki yang menggunakan kaos berwarna hitam dengan sopan. Diana menatap lelaki itu dan akhirnya sadar kalau dirinya tidak sendirian di dalam rumah kontrakan itu. Lalu dia mengingat semua barang elektronik yang sengaja dia tinggal itu semua dibeli menggunakan uangnya. Tak bakal Diana ijin kan untuk dibawa oleh sang suami yang sudah mulai abai padanya. Dia menunjuk ke beberapa koper dan tas milik suaminya. Ada beberapa kardus yang isinya beberapa buku dan berkas milik suaminya. Diana menunjuk kardus itu juga. Tanpa perlu berkata-kata dia akhirnya menghubungi Bu Sri. Ibu kos nya. "Halo mbak Diana, gimana? Apa yang bisa saya bantu?" tanya Bu Sri ramah. "Bu Sri, saya mau nyewa mobil lagi apa bisa?" tanya Diana langsung tanpa perlu berbasa-basi. Saat ini mood nya sedang tidak baik-baik saja. dan dia memang tak pandai berbasa basi. "Bisa nak, kebetulan dua anak ibu ada di rumah. Mereka harus ke mana?" tany abu Sri lagi. "Ke rumah kontrakan saya bu. Tujuannya ke kosan ibu," sahut Diana lugas. "Oh seperti tadi siang ya nak?" tanya bu Sri mencoba meyakinkan kalau dia tak salah paham. "Iya bu. Mereka masih ingat arah ke sini kan? Atau perlu saya share lokasinya?" tanya Diana lagi. "Halo mbak Diana. Alamat yang tadi kan? Kalau alamat yang tadi saya masih ingat kok. Sekarang mbak?" tanya anak bu Sri entah yang mana Diana tak hafal suaranya. "Iya. Saya tunggu." "Dek, barangnya kok cuma itu?" tanya Bayu begitu Diana mematikan ponselnya. Wanita itu menatap suaminya dengan raut tak mengerti. "Kan barang kamu cuma itu." sahut Diana acuh. Malas sekali sebenarnya menanggapi sang suami akibat sikapnya yang mulai kasar kalau berbicara kepadanya. Bukannya istri itu cermin buat suami? Jadi jangan salahkan Diana kalau bersikap sama kasarnya dengan Bayu. Istilahnya tak ada asap kalau tak ada api. "Terus yang ini mau di bawa ke mana? Mau kamu jual iya?" tanya Bayu penuh selidik. "Mau aku jual atau mau aku kasih kan tetangga sini apa peduli kamu? Uang-uang aku," gerutu Diana tak lagi berusaha bersikap manis dan lembut pada sang suami. "Kamu berubah dek," ucap Bayu tak menyadari kalau dirinya yang lebih dulu berubah. "Aku? Aku yang berubah? Bukannya kamu yang ngajarin? Bukankah istri itu cerminan suami. Jadi beginilah sikap kamu ke aku tadi." Diana berbalik meninggalkan Bayu yang diam terpaku dengan perubahan sang istri. >>BERSAMBUNG>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN