BAB 8. BERTEMU IBU RINDANG

1292 Kata
. . "Mau aku jual atau mau aku kasih kan tetangga sini apa peduli kamu? Uang-uang aku," gerutu Diana tak lagi berusaha bersikap manis dan lembut pada sang suami. "Kamu berubah dek," ucap Bayu tak menyadari kalau dirinya yang lebih dulu berubah. "Aku? Aku yang berubah? Bukannya kamu yang ngajarin? Bukankah istri itu cerminan suami. Jadi beginilah sikap kamu ke aku tadi." Diana berbalik meninggalkan Bayu yang diam terpaku dengan perubahan sang istri. *** Satrio anak sulung Bu Sri menatap rumah kontrakan Diana dengan kening berkerut. Pasalnya baru saja keluar sebuah mobil pick up sejenis dengan punyanya meninggalkan pelataran rumah diikuti oleh sepeda motor. Dia tidak melihat mbak Diana di depan rumah. "Kok sepi ya mas?" tanya Jaka mengagetkan Satrio. "Kita telpon aja kali ya?" gumam Satrio sembari mengambil ponselnya dari saku jaket. "Assalamu'alaikum mbak Diana. Saya sudah berada di depan rumah kontrakan mbak, mbak di mana?" tanya Satrio begitu panggilannya diterima. "Oh, saya keluar dulu kalau begitu," sahut Diana langsung mematikan panggilan dari Satrio. Lelaki muda itu diam membeku kala panggilannya diputus begitu saja oleh Diana. "Kenapa?" tanya Jaka yang bingung dengan ekspresi Satrio yang bengong sembari menatap ponselnya yang menghitam.. "Diputus," sahut Satrio keki. Jaka malah terkekeh melihat ekspresi kakaknya itu, "tuh keluar." Benar saja, Diana terlihat keluar tanpa membawa apapun. "Mas Satria dan mas Jaka, bisa bantu saya ambil peralatan di dalam? Mau saya bawa ke kontrakan milik bu Sri," ucap Diana meminta tolong kepada kedua anak bu Sri tersebut. Di dalam ada beberapa peralatan untuk membuat kue. Juga kipas angin serta mesin cuci. Awalnya memang mau Diana bawa ke rumah mertua-nya karena kata ibu mertua kalau mesin cuci nya sudah rusak. Begitu pun dengan kipas angin, pikirnya buat di kamar mereka nanti. Kalau alat kue setahu nya di rumah ibu mertua memang tidak ada. Tapi karena sikap suaminya menjengkelkan membuat Diana enggan membawa semuanya ke rumah ibu mertua. Lagi pula Diana kan tidak tinggal di sana. *** Usai memindahkan semua barang ke rumah kontrakan bu Sri, Diana yang merasa lapar memutuskan untuk membeli makanan di sekitar daerah sini. Hitung-hitung mulai mengenal kondisi di daerah kontrakan barunya. Dengan mengendarai sepeda motor miliknya Diana sudah punya pandangan mau membeli di mana. Karena tadi saat di perjalanan dia melihat warung makan yang kelihatan ramai. Banyak anak-anak muda yang datang dan pergi dari sana. Makanya, Diana penasaran ingin mencoba membeli di sana. Tak lama dia sampai di tempat tujuan. Rumah sederhana dengan warung di depannya. Dengan halaman yang lumayan luas memudahkan para pembeli memarkirkan kendaraan mereka di halaman warung tanpa takut mengganggu pengendara jalan lainnya. Sayangnya saat Diana sampai di depan warung terdengar keributan dari arah dalam warung. "Bu Hendra ini pelit banget sih. Saya bukannya minta, saya ngutang dulu. Nanti pasti dibayar mantu saya. Tunggu Rindang menikah dulu," ucap seorang ibu dengan suara lantang. Deg. Diana kembali mengingat nama Rindang. Gadis remaja yang dia selamatkan dari percobaan bunuh diri. Apa Rindang yang sama? Dari belakang dia tidak terlalu bisa mengenali ibu dari Rindang. Tapi kalau dari suaranya yang menggelegar, Diana tak bisa lupa. Diana yakin kalau wanita itu memang ibu dari Rindang. Jadi Rindang akan menikah? Ah syukurlah, batin Diana mendesah lega. Karena itu artinya kekasih Rindang akhirnya mau bertanggung jawab. "Bukannya pelit Bu Beno, Tapi hutang ibu sudah menumpuk. Kalau saya total sudah hampir tiga jutaan lo. Kalau ibu ngutang lagi saya nggak bisa belanja lagi bu," ucap suara satunya. Suaranya terdengar lebih tenang dari suara ibu Rindang. Mungkin itu pemilik warung makan. "Halla, la wong warung sampeyan rame gini kok. Mana mungkin nggak bisa belanja," sangga ibunya Rindang tetap ngotot. "Mohon maaf ibu-ibu, kalau boleh saya menyela. Untuk belanjaan ibu nya Rindang kali ini biar saya bayari. Tapi ibu juga hutangnya nanti tolong dicicil. Kasihan ibu pemilik warung ini kalau dihutangi terus. Bisa habis modalnya," sela Diana memberanikan diri setelah meyakini kalau wanita itu memang benar ibunya Rindang. Kedua wanita yang sedari tadi asik berdebat sontak menoleh ke arah Diana. "Lo kamu kan temannya Rindang waktu itu kan?" tanya ibunya Rindang setelah mengenali siapa Diana. "Iya bu, saya yang sudah mengantar Rindang. Saya dengar tadi kalau Rindang akan segera menikah ya bu. Ah Syukurlah kalau begitu. Saya ikut senang. Kapan bu acaranya?" ucap Diana dengan sopan. Dia tahu sekarang dia di lingkungan baru harus jaga sikap. "Iya nak alhamdulillah. In Syaa allah, bulan depan," ucap ibunya Rindang dengan wajah berseri. Apalagi tadi Diana sendiri yang bilang kalau makanannya kali ini dia yang bayar. "Oh ya, Nak. Kata nak Diana tadi kan mau bayari makanan saya. Emm itu, apa boleh saya nambah lauk. Soale ini calon besan mau mampir tapi saya nggak punya uang. Suami saya hari ini sedang kurang enak badan jadi nggak bisa ke nguli," pinta ibunya Rindang. Meski tidak mempercayai seratus persen alasan ibunya Rindang, Diana memilih mengangguk. Malu rasanya mendengar cara ibunya Rindang berucap. Seakan mereka ini berada di tengah hutan dan hanya mereka berdua saja yang ada. Memang nggak bisa ya bicara sedikit pelan. Toh dia nggak budek, gerutu Diana dalam hati. Begitu melihat Diana yang mengangguk, tanpa ragu ibunya Rindang mengambil banyak sekali sayuran dan lauk pauk. Diana dan pemilik warung yang melihatnya hanya bisa terbengong. "Ini hitung saja, temannya Rindang yang akan membayar. Nggak kayak kamu yang pelit. Nggak berkah nanti," ucap Ibunya Rindang dengan suara yang keras. Beberapa pengunjung yang baru datang langsung menoleh ke arahnya. Tanpa banyak protes ibu pemilik warung menghitung belanjaan ibunya Rindang. "Ini semua dua ratus lima puluh ribu, mbak beneran mau bayarin bu Beno?" tanya pemilik warung menatap Diana dengan pandangan kasihan. Dia bertanya dengan nada lembut. Dia merasa kasihan melihat wanita yang baru kali ini berkunjung ke warung nya malah kena palak sama bu Beno, salah satu tetangganya yang memang terkenal suka sekali berutang tapi malas sekali kalau bayar. Kalau ditagih, galakan dia dari yang ngasih hutang. Aneh kan? "Eh bu Hendra jangan provokasi dong, sudah bagus ada yang nolong saya. Ini malah dihalangi. Dasar pelit," ucap Ibunya Rindang naik pitam. "Sudah bu, nggak papa. Sekali-sekali," ucap Diana melerai ucapan ibunya Rindang yang suka sekali berteriak. Mungkin saja dia itu keturunan Tarzan. Jadi memang hobinya berteriak. Ibu pemilik warung menyerahkan kantong belanjaan ibunya Rindang tanpa kata. Sedang wanita itu setelah menerima kantong berisi belanjaan nya segera keluar dari warung tanpa berucap apapun. Bahkan berterima kasih saja tidak. Diana hanya bisa menatap punggung ibunya Rindang dengan miris. "Ada ya orang kok modelan bu Beno. Sudah dibayarin, bukannya makasih kek, apa kek. Ini malah langsing ngacir gitu aja," gerutu pemilik warung dengan wajah terlihat tak suka. "Nggak usah diambil hati bu. Cukup tahu saja. Niatnya saya tadi cuma biar nggak rame. Eh malah kalap orangnya," ucap Diana tersenyum masam mengingat tingkah ibunya Rindang. "Mbak mau beli apa?" tanya pemilik warung dengan senyuman ramah. "Nasi sayur tumis kangkung sama lauk nya udang tepung saja. Tolong di kasih sambel terasi ya bu. Kelihatannya kok enak," pinta Diana sembari menunjuk beberapa masakan yang dia pilih. "Mbak kok bisa temenan sama Rindang sih? Tuh anak nggak bener mbak. Hati-hati," ucap pemilik warung sembari membungkus pesanan Diana. "Nggak bener gimana sih Bu?" tanya Diana iseng. Tak bermaksud kepo. CUma sekedar basa-basi saja. "Rindang itu pergaulannya kan bebas. Sering ke club malam. Udah gitu sering dibooking sama om-om berduit," ucap ibu pemilik warung setengah berbisik. "Ah masak sih bu? Bukannya dia baru SMA ya?" ucap Diana tak percaya dengan fakta yang baru saja dia dengar. Bukannya beberapa hari yang lalu, Rindang ingin bunuh diri karena dia perkosa sama pacar dan teman dari pacarnya. Eh kok sekarang ada fakta baru yang dia dengar. Diana jadi sangsi akan cerita Rindang tentang alasan dia bunuh diri. Jangan-jangan bukan karena dia diperkosa. tapi karena dia tak tahu siapa yang sudah menabur benih di rahimnya hingga dia hamil. Baru sadar kalau pergaulan nya nggak benar setelah positif hamil. >>BERSAMBUNG>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN