BAB 9. PINDAHAN KE RUMAH IBU

1202 Kata
. . "Mbak kok bisa temenan sama Rindang sih? Tuh anak nggak bener mbak. Hati-hati," ucap pemilik warung sembari membungkus pesanan Diana. "Nggak bener gimana sih Bu?" tanya Diana iseng. Tak bermaksud kepo. Cuma sekedar basa-basi saja. "Rindang itu pergaulannya kan bebas. Sering ke club malam. Udah gitu sering dibooking sama om-om berduit," ucap ibu pemilik warung setengah berbisik. "Ah masak sih bu? Bukannya dia baru SMA ya?" ucap Diana tak percaya dengan fakta yang baru saja dia dengar. Bukannya beberapa hari yang lalu, Rindang ingin bunuh diri karena di perkosa sama pacar dan teman dari pacarnya. Eh kok sekarang ada fakta baru yang dia dengar. Mana yang harus dia percaya? Diana jadi sangsi akan cerita Rindang tentang alasan dia bunuh diri. Jangan-jangan bukan karena dia diperkosa. tapi karena dia tak tahu siapa yang sudah menabur benih di rahimnya hingga dia hamil. Baru sadar kalau pergaulan nya nggak benar setelah positif hamil. "Astagfirullah," gumam Diana lirih. Dia sudah berburuk sangka kepada Rindang. Mau benar atau salah yang dikatakan oleh Rindang, itu bukan urusan Diana. Dia juga tidak berhak menilai mana yang benar dan mana yang salah. Dia bukan Tuhan. Toh sekarang ada yang akan bertanggung jawab akan kehamilan Rindang. Semoga saja semuanya berjalan dengan lancar, batin Diana. Dia tidak tahu kalau yang menjadi calon dari Rindang adalah suaminya sendiri. Andai dia tahu, pasti bukan doa yang akan dia rapalkan akan tetapi, hujatan dan mungkin tamparan. ** Sepanjang perjalanan Bayu malah melamunkan sikap istrinya yang tiba-tiba jadi pembangkang. Dia tidak menyadari kalau sikapnyalah yang sudah membuat istrinya berubah. Sesampainya di depan rumah ibunya yang memang tidak berhalaman karena rumahnya mentok dengan jalan. Hanya ada teras pendek. Biasany dipakai untuk memarkir sepeda motor Bayu malau mampir ke rumah ibunya. Kali ini pun Bayu langsung menaikkan sepedanya ke teras rumah. Ibunya langsung menghambur ke arah depan menyambut kedatangannya. “Lo kok kamu Cuma bawa koper dan kardus saja toh Yu. Kulkas sama mesin cuci kamu mana. Terus TV kamu yang gede juga mana? Kok nggak dibawa sekalian. Eman-eman duitnya kalau nggak sekalian di bawa,” cerocos ibunya malah menanyakan perabot milik Diana. Bukan menanyakan menantu yang tidak ikut dengan Bayu. Bayu yang ditanya bingung mau jawab apa. Pasalnya selama ini dia mengaku ke ibunya kalau semua perabot di kosan semua adalah hasil pembeliannya. Bukan dibeli oleh Diana menggunakan duitnya. Ibu mana percaya kalau selama ini Diana jualan online. Ibu taunya Diana hanya menghambur-hamburkan uang darinya. “I-itu bu. Sama Diana mau dijual, kan di rumah ibu sudah ada tuh kulkas sama mesin cucinya. TV juga ibu sudah punya. Dari pada sumpek nanti rumah ibu jadi ya gitu sama Diana dijual ke tetangga,” ucap Bayu yang mengingat ucapan istrinya kemarin sebelum mereka bertengkar hebat. “Ya ampun Bayu! Kamu itu yang pinter dikit kenapa. Kan yang di rumah ini bisa dibawa ke rumah kakak kamu. Kasihan dia nyuci masih pakai tangan. Apa-apa masih nebeng sama ibu. Kalau punya kamu di bawa ke sini kan punya ibu biar kakak kamu yang pakai,” gerutu Bu Lastri tidak habis pikir dengan sikap anaknya yang lembek kalau di hadapan istrinya. Itulah kenapa Bu Lastri tidak menyukai Diana sedari awal karena belum apa-apa sudah sok-sokan ngekos. Bilangnya ingin mandiri. Bilang saja mau ngekepin uang gaji anakku, batin Bu Lastri kala itu. Bu Lastri tidak sadar dialah yang selama ini selalu merecoki rumah tangga anaknya dengan selalu meminta jatah kepada Bayu. Sedangkan nafkah kepada Diana hanya sisa saja. Tapi pikirnya gaji Bayu habis sama istrinya saja. Bayu tak berani menatap ibunya karen adia sadar sudah membuat ibunya marah. “Lalu istri kamu sekarang mana? Kebiasaan selalu saja kelayapan nggak jelas. Suaminya lagi pindahan malah nggak ikut bantu-bantu,” tanya Bu Lastri yang akhirnya sadar saat tidak melihat sosok menantu yang tidak dia anggap itu. “Bayu sama Diana berantem bu. Dia nggak mau diajak ke sini.” Bayu berdiri dengan salah tingkah. Entah bagaimana reaksi ibunya saat mendengar istrinya tidak mau ikut pindah. “Wah bagus itu. Istri nggak guna gitu mending kamu ceraikan saja Yu. Sudah bagus kamu sama Rindang. Anaknya penurut, baik lagi,” ucap bu Lastri gembira tidak seperti dugaannya Bayu tadi, “kamu kalau sama dia pasti dimajain, udah gitu pasti dia itu cepet hamil.” Bayu ingin menolak permintaan ibunya yang menyuruhnya bercerai. Jujur saja, cintanya kepada Diana teramat besar. Meski nanti sudah ada Rindang, tetap saja Diana tetap yang akan dia utamakan. “Bayu nggak mau pisah sama Diana bu. Jangan paksa Bayu atau Bayu nggak mau nikah sama Rindang,” tantang Bayu mencoba melawan ibunya. Untuk hubungannya dengan Diana dia kan terus berjuang meski ditentang oleh keluarganya. “Heleh. Mau durhaka kamu,” ucap ibunya Bayu emosi karena anaknya kembali membantahnya. Sejak mengenal Diana putra satu-satunya itu memang kerap kali membantahnya. Itu juga yang menjadi alasannya membenci Diana. “Bukan maksud Bayu untuk durhaka. Tapi Diana adalah nyawa Bayu. Kalau dia tidak ada, Bayu pasti akan mati bu,” ucap Bayu sedikit melembutkan suaranya. Menghadapi ibunya yang sedang emosi memang tidka perlu menggunakan emosi. “Ck, terserah kamu saja. Jangan lupa nanti malam kita ke rumah keluarga Rindang untuk melamarnya,” ucap bu Lastri tegas tak mau dibantah. Bayu hanya bisa pasrah. “Pak ini mau diletakkan di mana?” tanya driver mobil sewa itu sembari menunjuk ke arah belakang pick up yang masih terdapat barang-barang milik Bayu. “Oh iya. Tolong bantu masukkan ke dalam ya mas,” pinta Bayu dan diangguki oleh mereka berdua. Tak lama setelah selesai memindahkan barang mobil pick up itu langsung permisi usai diberi uang jasa oleh Bayu sesuai kesepatan. Bu Lastri yang meihat uang yang diberikan melotot. “Banyak banget sih Yu. Harusnya Cuma kasih seratus saja. Wong barang kamu Cuma dikit gitu. Udah gitu nggak ada yang berat,” gerutu ibunya kembali membuat Bayu mendesah lelah. Baru juga sampai dia sudah dibikin pusing dengan gerutuan ibunya. Apalagi kalau setiap hari. Dia hampir lupa kebiasaan ibunya yang memang cerewet dan selalu saja marah-marah tidak jelas. Pantas saja sebelum mengiyakan untuk pindah istrinya kemarin sempet bertanya kepadanya apa dia sudah siap tinggal bareng dengan keluarganya. Apa karena hal ini? “Sudah lah bu. Kepala Bayu pusing. Ibu masak apa? Perut Bayu lapar,” ucap Bayu yang merasa kepalanya pusing dan perutnya juga melilit karena lapar. Dia lupa tadi siang tidak sempat makan siang karena buru-buru ingin secepatnya pulang buat pindahan. Eh malah berantem sama Diana. “Ibu nggak masak. Kamu pesan saja. Jangan lupa ibu sama saudara-saudara kamu pesankan sekalian,” ucap Bu Lastri tenang. Seakan yang dia ucapkan adalah hal biasa saja. Bayu menatap ibunya tak percaya. Bayu mendesah pasrah, perutnya sudah keroncongan tak ada tenaga lagi untuk berdebat. Dengan malas dia memesan makanan dan juga minuman. Dia memekik tak percaya dengan nominal yang harus dia bayar. Selama ini Bayu tidak pernah ikut campur soal kebutuhan rumah. Yang dia tahu semua sudah disiapkan oleh Diana. Mau Diana memasak atau beli di luar Bayu tidak terlalu mempermasalahkan nya. Asal Diana tidak meminta uang belanja tambahan saja dia sudah tenang. Bayu termasuk suami yang tidak suka memilih-milih makanan, semua makanan dia suka asal pas di lidahnya saja. Dan selama ini dia tidak pernah mengeluh akan pilihan masakan istrinya. Bayu selalu lahap menghabiskan apapun yang dihidangkan oleh istrinya. >>BERSAMBUNG<<
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN