Desita Indira 9

1220 Kata
Akhirnya hari ini tiba juga, gaun indah yang tidak aku inginkan melekat dengan sempurna di tubuhku. Dan aku harus terpaksa untuk tersenyum pada semua orang yang hadir. Untung saja memang tamu yang hadir tidaklah banyak mengingat bahwa pernikahan ini diadakan dengan tertutup. Tapi aku bersyukur karena tidak banyak orang-orang yang membuatku pusing. Sekarang saja aku sudah mual. “Kau baik-baik saja?” tanya Dante dengan nada khawatir. Aku mengangguk saja mengisyaratkan bahwa aku baik-baik saja. Tapi dia sedikit tidak percaya dan aku tidak peduli. “Sebaiknya kita akhiri pesta ini lebih awal.” ucapnya lagi. “Kau terlihat tidak begitu sehat.” Aku tidak menjawab, kemudian Dante membisikan sesuatu pada anak buahnya yang diangguki dengan patuh. Aku tidak terlalu peduli juga dengan apa yang akan dia lakukan. Kenyataan bahwa sekarang aku sudah menjadi istri iblis tampan ini sudah membuatku mual dan pusing. Mimpiku tentang pernikahan yang indah sudah hancur berantakan. Mimpi kecil yang selalu aku harapkan dan membuatku tersenyum membayangkannya sebelum tidur itu, kini sudah dirampas tanpa permisi. Benar-benar menyakitkan sekali rasanya. Tidak lama setelah itu pesta benar-benar berakhir, Dante langsung mengajakku pergi setelah kami berpamitan pada kedua orang tuanya yang baik hati itu. Aku menyandarkan kepalaku pada kaca mobil sambil mendesah. Segera bersyukur karena segalanya telah berakhir. Aku memejamkan mataku sejenak, ketika tiba-tiba aku rasakan Dante menarikku ke dalam pelukannya. Mengusap punggungku lembut seolah dia benar-benar peduli. “Kenapa kau disuruh sehat saja susah banget sih, Sita!” desahnya. Aku tidak menjawab. Memilih terus memejamkan mataku sambil menikmati wangi tubuhnya yang memabukkan. Setidaknya dalam ketidakberuntungan ini, aku harus menikmati sesuatu bukan? Tapi kemudian aku mengalami mual berat dan memegang jasnya. “Bisakah kita berhenti sebentar? Aku ingin muntah.” pintaku sambil menahan muntah. Dante benar-benar terlihat mengkhawatirkanku sekarang dan dengan bodohnya membuat hatiku menghangat. Padahal jelas-jelas aku mengetahui bahwa iblis tampan ini gila. “Kita menepi dulu, Alfred!” Perintah Dante pada supirnya. Aku langsung keluar dan mencari tempat tersembunyi untuk muntah ketika Alfred menghentikan mobilnya. Membuat Dante sedikit mengumpat karena aku turun sebelum Alfred benar-benar menghentikan mobil. Laki-laki iblis itu mengusap punggungku dan sedikit memijat leherku ketika aku memuntahkan isi perutku. Membantuku mengangkat gaunku agar tidak kotor dan rusak seolah gaun itu lebih berharga dariku. Benar-benar menyebalkan. Setelah selesai memuntahkan isi perutku, aku berjongkok sejenak sambil membenamkan kepalaku di lututku. Pusing sekali. Aku yakin asam lambungku pasti naik karena aku banyak pikiran dan makan tidak teratur karena Dante jarang di rumah dan aku malas memakan makanan yang disiapkan asiten rumah tangganya. Aku kerap kali menuangkannya ke tempat sampah dan kembali merenung di kamarku. “Sudah selesai? Ayo kita pulang!” ajaknya terdengar lembut. Tapi aku tidak percaya bahwa itu benar-benar dirinya. Aku mengangkat kepalaku dan berdiri, dia berusaha memapahku dan aku menurut. Tapi kemudian aku sengaja menginjak gaun pengantin sialan itu dan membuatnya sobek cukup lebar. Mata Dante tampak menggelap, dia marah. “Kau mau membunuhku karena merobek gaun impian pacarmu ini? Aku akan dengan senang hati menerimanya, Dante. Ayo bunuh aku, Dante! Aku akan sangat berterimakasih padamu.” tantangku berani. Mataku sudah berkaca-kaca karena pandanganku terasa buram. Dia diam di tempatnya sambil menatapku, lama-lama pandangannya melembut. Dia mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata di pipiku tapi aku menghindar dan memilih untuk kembali masuk ke mobil. “Demi Tuhan aku akan membalas dendam padamu jika aku sudah menjadi arwah. Aku akan menghantuimu setiap hari dan membuatmu benar-benar gila,” gumamku marah. “Aku tidak akan membiarkan kau menjadi arwah kalau begitu. Jadi kau tidak bisa balas dendam.” Dante tersenyum geli. Mungkin dia sedang berusaha mencairkan suasana tapi aku tidak peduli. Tidak lucu sedikit pun. Aku memilih memejamkan kembali mataku dan bersandar ke kaca mobil. Aku menolak ketika dia hendak menarikku ke dalam pelukannya tapi dia memaksa. Hingga akhirnya aku terlelap dalam tidur yang nyaman. Mungkin tubuh dan hatiku memang sudah sangat lelah dan ingin beristirahat. *** Aku bangun pagi hari dan Dante sudah ada di kamarku dengan tangannya memelukku posesif. Tapi juga ada jarum infus yang menancap di tanganku. Ahh, mungkin saat itu aku bukan tidur tapi pingsan. Pelan-pelan aku berusaha melepaskan pelukannya dan membuatnya terbangun karena pergerakan kecilku. “Demi Tuhan, Sita, akhirnya kamu bangun, aku hampir gila karena dua hari kamu tidak bangun.” ucapnya sambil mendesah. Kemudian dia segera bangkit dan berteriak memanggil dokter yang aku tebak adalah dokter pribadinya. Karena aku tidak dirawat di rumah sakit. “Jangan terlalu lelah dan jangan banyak pikiran, Nyonya. Lambung Anda sedikit mengkhawatirkan. Jangan lupa untuk makan dengan teratur.” papar dokter cantik itu padaku. Aku mengangguk saja. “Bagaimana kondisinya?” “Aku tetap menyarankan dia dibawa ke rumah sakit, Dan, tapi kalau kau memang tidak menginginkannya tolong pastikan dia meminum obatnya dan makan dengan teratur. Jangan bebani dia dengan masalah yang berat dulu.” saran sang dokter pada Dante. “Aku tidak suka dia di rumah sakit. Baiklah aku akan memastikan bahwa dia akan makan dengan teratur dan meminum obatnya.” ucap Dante sambil menatapku. “Jika kondisinya tidak membaik juga, segera bawa dia ke rumah sakit!” ucap dokter itu lagi dan Dante mengangguk. Kemudian laki-laki itu mengantarkan sang dokter pergi setelah menyerahkan resep obatku pada Dante. Tidak berapa lama, Dante masuk lagi dan duduk di tepi ranjang menghadapku. “Kau tidak memakan makanan yang disiapkan Sita?” Aku diam saja. Kemudian dia mendesah seperti kesal sekali. “Jawab aku Sita!” geramnya. “Apa pedulimu! Bukankah lebih baik kalau aku mati? Biar kau puas membalas dendam untuk kesalahan yang bahkan aku tidak tahu.” balasku sambil menangis. Rasanya tidak tahan sekali. Kemudian aku mulai menangis sesenggukan dan Dante diam saja. Dia memilih untuk merapikan selimutku kemudian meninggalkanku menangis sendirian. Membuatku semakin menangis karena kesal. Mungkin kalau dia tidak membunuhku pun aku akan mati perlahan-lahan karena sikapnya yang membuatku kesal, marah dan terluka. Setelah aku berhenti menangis, dia masuk ke dalam kamar membawa nampan. Bau harum makanan tercium di hidungku. “Ayo makan dulu! Setelah itu minum obatmu.” serunya lembut. Dia membantuku bangun dan menyusun bantal dengan telaten untuk membuatku nyaman duduk di ranjang. Kemudian menyuapkan bubur ke arah mulutku tapi aku diam saja. “Buka mulutmu atau aku aku akan membukanya menggunakan mulutku, Sita!” titah kesal. Aku melirik penuh kebencian kemudian terpaksa membuka mulutku daripada harus menerima bibirnya. Dia tersenyum geli melihatku. “Jadilah gadis penurut, Sita! Aku tidak akan menyakitimu kalau kamu tidak memberontak dan menyebalkan.” gumamnya sambil menyuapkan suapan bubur terakhir. “Bohong, kau terus menyakitiku walaupun aku diam saja.” balasku sambil berkaca-kaca. Dia berdecak. “Berhentilah menangis memangnya apa yang aku lakukan kenapa kau menangis terus, huh? Menyebalkan!” ucapnya kesal. Aku jadi lebih kesal tentu saja. “Apa yang kau lakukan? Kau merampas semu mimpiku dengan pernikahan menyakitkan ini, Dante! Masih bertanya apa yang kau lakukan?!” Aku sedikit berteriak sambil kembali menangis. Dante tampak berusaha menahan kemarahannya. Meletakkan mangkuk bubur kemudian mendekat ke arahku. Menarikku dalam pelukannya dan mengusap punggungku, membiarkan aku menangis sesenggukan sambil sesekali memukuli dadanya. Kesal sekali. “Memangnya pernikahan seperti apa yang kamu inginkan?” tanyanya. Demi Tuhan dia baru bertanya setelah semuanya selesai? Laki-laki iblis ini benar-benar menyebalkan. “Aku tidak ingin menikah! Aku tidak percaya pernikahan. Dan aku tidak percaya bahwa di dunia ini masih ada cinta yang kata orang indah. Terutama setelah aku bertemu denganmu.” jawabku berbohong. Padahal aku ingin sekali menikah dengan gaun indah impianku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN