"Apa yang kamu lihat Gea?" Gea langsung menolehkan kepalanya saat sebelah tangan Rendra tiba-tiba memegang punggung tangannya.
"Ah, bukan apa-apa."
Kendaraan mulai berjalan setelah lampu hijau menyala. Rendra yang hendak ikut melihat apa yang baru saja dilihat oleh Gea, kembali memfokuskan pandangannya pada jalanan padat di depan.
Entah mengapa Gea merasa lega saat pria itu tidak melihat apa yang baru saja dia lihat. Bukan karena dia ingin menyembunyikannya, namun dia hanya takut terlibat lebih jauh. Dia juga tidak ingin berpikir terlalu jauh, apapun yang dilakukan mereka bukanlah urusannya. Mengingat dirinya sendiri saat ini, dia merasa bahwa dirinya sendiri juga bukan orang yang benar. Bersama dengan suami orang?
"Mengapa kamu sering melamun akhir-akhir ini?"
"Mungkin karena terlalu banyak pikiran." Gea mengatakan sejujurnya, justru penyumbang banyaknya pikiran saat ini adalah pria itu sendiri.
"Jangan terlalu banyak dipikirkan, apa semua itu karena Mas?"
Gea terdiam, yang mengindikasikan bahwa dia menyetujui pertanyaan Rendra. Di sisi lain, Rendra hanya bisa terdiam selama beberapa saat. Tangannya terulur memegang punggung tangan Gea, merematnya perlahan.
"Meskipun berat buat kamu, tapi Mas nggak akan menyerah buat kamu. Mas ingin serius sama kamu, Mas hanya perlu persetujuan kamu untuk kita menikah."
Gea ingin melepaskan tangan Rendra, namun pria itu memegangnya dengan cukup erat. Alhasil dia kembali mengalihkan pandangannya, menatap padatnya kendaraan yang berlalu lalang sambil melamunkan banyak hal sekali lagi.
"Ayo kita turun."
Gea memandangi supermarket besar di depannya. Dia sebelumnya berpikir kalau Rendra akan mengajaknya ke minimarket terdekat. Namun dia merasa enggan untuk masuk ke dalam, dia lebih suka berbelanja di pasar yang harganya jauh lebih murah dan juga sayurnya masih segar dan harga yang bisa ditawar.
"Mas, kita ke sini mau ngapain?"
"Kita mau belanja Sayang. Beli bahan-bahan untuk memasak, sayur, daging, beras, bumbu dapur, dan lain-lain. Ayo kita masuk."
Meski merasa enggan, Gea akhirnya ikut masuk ke dalam supermarket. Sebagian besar sayur dan buah dipilih dan dimasukkan ke dalam troli besar oleh Rendra. Sedangkan Gea hanya bisa mengernyitkan dahi tiap kali melihat harga yang tertera bisa berkali-kali lipat dari harga di pasar. Menurutnya berbelanja di supermarket adalah pemborosan. Selain penataan yang rapi dan tempat yang bersih serta segar, tidak ada hal lain yang membuatnya puas dari pada berbelanja di pasar.
Setelah selesai berbelanja banyak hal, akhirnya mereka tiba di kasir dan rupanya belanjaan mereka menghabiskan lebih banyak dari yang dia kira. Hanya belanja keperluan dapur dan menghabiskan hampir lima juta lebih, mengingat Rendra juga membelikan peralatan memasak yang lebih lengkap untuknya agar lebih nyaman tinggal di apartemen.
"Mas, itu terlalu banyak, bahkan gajiku selama sebulan nggak sampai segitu." Gea yang sedari awal diam, akhirnya memutuskan untuk berbicara. Rasanya terlalu sayang uang itu harus dihambur-hamburkan untuk membeli hal-hal dalam sekali belanja seperti ini.
"Tidak apa-apa, ini tidak seberapa. Mas yang bayarin buat kamu, jadi kamu nggak perlu khawatir. Kamu nggak perlu menggantinya, Mas senang bisa membelikannya untuk kamu. Jika kamu menikah sama Mas, kamu nggak perlu bekerja lagi, biar Mas aja yang memenuhi kebutuhan kamu."
Gea hanya bisa menghela napas pasrah, tiapkali dia berbicara selalu saja Rendra mengalihkan pembicaraannya ke arah pernikahan. Padahal pria itu sendiri sudah menikah.
"Kenapa kamu selalu membahas tentang pernikahan Mas? Ingatlah kalau kamu sendiri sudah menikah saat ini. Aku tidak ingin menjadi istri keduamu."
Setelah menahannya untuk waktu yang lama, akhirnya Gea mengutarakannya. Dia tidak ingin membahas mengenai pernikahan untuk saat ini dan ke depannya. Pada awalnya Gea memang selalu mengharapkan untuk bisa menikah dengan orang yang dia cintai dan menjalani kehidupan pernikahan yang bahagia. Namun setelah mengetahui kalau Rendra sudah menikah, dia membuang jauh-jauh pemikirannya untuk menikah. Dia lebih memilih untuk tidak menikah selama hidupnya jika memang dia tidak bisa lepas dari pria itu atau tidak bisa mrnemukan pengganti Rendra nantinya.
"Mas tidak peduli, Mas akan dengan sabar menunggu sampai kamu siap."
"Lebih baik aku tidak menikah untuk seumur hidupku dari pada harus dijadikan sebagai istri kedua Mas. Aku tidak sanggup untuk berbagi suami, apa lagi menjadi wanita perebut suami orang."
"Mas percaya suatu saat Mas pasti bisa merubah pemikiran kamu saat ini."
Malas berdebat, Gea hanya bisa menghela napas kesal dan masuk ke dalam mobil. Namun sebelum itu tiba-tiba saja Rendra dengan segera menariknya untuk bersembunyi di balik mobil. Mereka berdua berada dalam posisi berjongkok. Gea mengerutkan keningnya heran, sedangkan Rendra tampak agak was-was dan seperti takut ketahuan oleh orang lain.
"Kenapa Mas?"
Rendra langsung menutup mulut Gea dengan tangannya agar tidak membuat suara, Gea dengan terpaksa harus menurut. Hingga setelah 5 menit mereka berjongkok, akhirnya Rendra mengajaknya untuk berdiri dan segera masuk ke dalam mobil.
"Tadi itu siapa Mas?" Gea tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, apa lagi tingkah pria itu tampak lebih waspada tadi.
"Mereka adalah orang tuaku."
Kedua mata Gea tanpa sadar membelalak kaget, dia sama sekali tidak berpikir kalau pasangan paruh baya tadi adalah orang tua Rendra. Tidak heran pria itu bersembunyi saat sedang bersamanya.
"Mas, tidakkah kamu berpikir kalau orang tua, istri, saudara, dan mertuamu akan marah jika mereka sampai mengetahui hubungan kita saat ini? Bukankah lebih baik kita mengakhirinya sebelum semuanya menjadi semakin rumit nantinya?" Gea mencoba peruntungannya, namun yang dia dapati justru tatapan tajam dari Rendra yang seakan mengulitinya.
"Lebih baik kamu singkirkan jauh-jauh pemikiran kamu yang ingin pergi dariku Gea. Kamu jangan khawatir, aku akan mencari cara dan saat yang tepat untuk memberitahu orang tuaku mengenai hubungan kita."
Gea mencengkeram ujung bajunya dengan erat saat mendengar perkataan Rendra. Dia tahu bahwa apapun yang dia ucapkan saat ini tidak akan berguna bagi pria itu. Sifat keras kepala pria itu lebih keras dari pada batu.
"Kita mampir di mall dulu."
Dalam jarak satu kilometer dari supermarket besar tadi, ada sebuah mall. Rendra menghentikan mobilnya di tempat parkir mobil. Sementara Gea lagi-lagi harus mengikutinya dengan pasrah keinginan pria itu, entah apa yang ingin dibeli oleh Rendra kali ini di mall.
"Ayo kita pilih baju yang bagus buat kamu."
"Nggak perlu Mas, bajuku masih layak pakai dan aku tidak membutuhkan baju baru." Gea menghentikan Rendra dengan memegang pergelangan tangannya.
"Tidak masalah, Mas hanya ingin kamu tampil lebih percaya diri. Selain itu ini memang murni keinginan Mas untuk membelikan kamu baju baru, jadi kamu jangan menolaknya. Ayo!"
Gea akhirnya hanya bisa pasrah saat Rendra membawanya mencoba berbagai baju yang dirasa cocok untuknya.
"Mas udah ya, ini udah kebanyakan bajunya. Jangan banyak-banyak, nanti nggak kepakai semua kan sayang."
"Iya Sayang, Mas akan menuruti apa mau kamu sekarang. Ayo kita ke kasir."
Saat hendak berjalan ke arah kasir, langkah kaki Gea tiba-tiba saja membeku ketika dia melihat seseorang yang tidak dia harapkan ada di tempat ini juga.
"Mas, itu--"
Gea menunjuk pada seseorang yang berjalan tidak jauh dari mereka. Rendra menolehkan kepalanya dan langsung melotot kaget begitu melihat siapa yang dimaksud oleh Gea..
"Sayang, kamu pegang kartu ini, pinnya tanggal lahir kamu. Mas minta maaf, kali ini kamu harus membayarnya sendiri ke kasir. Mas akan menunggu kamu di dalam mobil." Rendra dengan kilat mengecup kening Gea dan menyerahkan tas belanjaan di tangan Gea.
Setelah kepergian Rendra, Gea tampak diam mematung melihat punggung pria itu yang perlahan menghilang dari pandangannya. Tanpa sadar tangannya yang memegang tas belanja mencengkeram dengan erat. Rasanya sakit.
'Jadi beginilah rasanya jadi seorang wanita simpanan. Harus siap mental saat bertemu dengan keadaan yang tak terduga dan ditinggalkan sendirian.'
Gea mengusap air matanya kasar dan berjalan ke arah kasir dengan perasaan yang kacau. Sedangkan di sampingnya juga ada istri dan juga ibu dari Rendra. Mereka berdua juga sedang menunggu untuk membayar belanjaan mereka ke kasir.
"Bagaimana Rendra saat ini? Kenapa dia bahkan tidak bisa meluangkan waktu untuk menemanimu berbelanja padahal kamu sedang mengandung anaknya. Dasar anak itu, nanti Mama akan memarahinya."
"Mas Rendra sedang sibuk dengan pekerjaannya Ma, lagi pula aku masih bisa melakukannya sendiri."
"Kamu terlalu baik untuknya. Sesekali kamu jangan sungkan untuk sekedar bermanja dan meminta waktu luangnya. Dia harus lebih banyak meluangkan waktu untuk anak istrinya ke depannya." Wanita paruh baya itu tampak mengeluh dengan sikap putra satu-satunya.
Berbeda dengan Gea yang saat ini merasa semakin dihujami oleh puluhan jarum tak kasat mata dalam hatinya. Rasanya sakit dan menyesakkan. Hubungannya dengan Rendra jelas tidak mungkin, apa lagi setelah mendengar percakapan antara istri dan ibu Rendra yang tampak sangat menyayangi menantunya.