Terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya berada di dalam kamar yang sama dengan Zyan selama beberapa hari terakhir, sungguh membuat Freya tidak nyaman.
Seharusnya hal yang wajar bagi pasangan suami istri seperti mereka. Tapi pernikahan mereka tidak wajar, hal itu lah yang membuat Freya ingin cepat cepat kembali ke kamar lamanya yang sedang di tempati sang mertua. Meski pun sebenarnya Freya juga berharap banyak pada moment seperti ini untuk membuka hati Zyan dan menghargainya sebagai seorang istri sesungguhnya.
Kali ini, kediaman mereka akan kehadiran satu anggota keluarga lagi. Siapa lagi kalau bukan Jericho--adik ipar Freya yang baru kembali dari luar kota sejak beberapa hari yang lalu. Dengan begitu, Freya harus lebih menebalkan stok kesabarannya serta kepandaiannya dalam berakting jika rumah tangganya dalam kondisi normal dan baik baik saja. Karena, mengatasi seorang Jericho tidak semudah mengatasi sang mertua. Jericho yang notabenenya sebagai seorang pengacara sudah pasti tidak akan mudah tertipu. Seperti saat ini, Freya merasa sedang masuk ke dalam perangkap yang di buat oleh adik iparnya.
"Belum tidur?" tanya Jericho pada Freya saat perempuan itu ikut bergabung di ruang keluarga bersama sang mama.
Freya melemparkan senyum tipisnya pada Jericho. "Belum ngantuk," sahutnya. "Ini aku buatkan teh hijau untuk mama." Meletakkan cangkir yang berisi minuman hangat yang sengaja di buatnya sendiri ke atas meja.
"Makasih ya, Freya." Renata tersenyum tulus pada Freya. "Suami kamu sudah tidur?" tanyanya.
"Iya sudah ma," sahutnya asal. Padahal Zyan di kamar sama sekali belum tidur. Alasannya turun dari dalam kamar juga karena Zyan yang memancing kesabarannya dengan kata kata kasarnya.
"Sudah tidur?" tanya Jericho dengan kedua mata yang sedikit membesar.
Freya hanya menganggukkan kepalanya yakin, seperti biasa. "Sejak kapan Zyan tidur cepat? Setahuku laki laki itu punya gejala insomnia sejak masih remaja. Jadi enggak mungkin dia bisa tidur cepat," sahut Zyan dengan kedua alis yang terangkat.
'Aduh... Sial! Kenapa aku enggak tahu kalau mas Zyan punya penyakit itu, bisa curiga nih mereka sama aku,' batin Freya mengutuk dirinya sendiri yang banyak tidak mengetahui hal hal penting mengenai suaminya.
Anggukan kepala dari Renata seakan mempertegas jika Zyan memang mengalami penyakit susah tidur seperti yang di katakan oleh Jericho.
"Iya loh, Zyan kan susah tidur dari dulu." Renata seakan berpikir sejenak, "Ah... Mungkin dengan memeluk kamu tidur Zyan bisa lebih cepat ya." Tersenyum menatap Freya.
Apa? Memeluk katanya? Ya mana mungkin lah seorang Zyan akan memeluk Freya saat tidur. Itu akan menjadi hal yang mustahil terjadi, bahkan Freya pun bergedik ngeri membayangkan dirinya tengah di peluk oleh Zyan, bisa bisa rohnya akan terlepas dari tubuhnya itu.
Tidak tahu apa yang harus Freya jawab, saat itu dirinya hanya bisa berpura pura tersenyum bahagia di hadapan mertua dan iparnya. Tapi Jericho justru menatapnya dengan seringai licik yang susah untuk diartikan oleh Freya.
"Penthouse ini gede juga ya, kalian enggak kesepian tinggal di sini berdua aja? Maksud aku, kalau di mansion kan rame, ada banyak pelayan yang bantuin." Jericho mengedarkan matanya ke seluruh penjuru apartemen berukuran super luas yang terletak di puncak tertinggi salah satu bangunan pencakar langit yang ada di Ibukota itu.
"Enggak sih, kan sekarang ada mama sama kamu, jadi rame dong," sahut Freya jujur.
"Bagaimana kalau kalian tinggal di mansion aja? Biar mama ada temennya juga. Lagi pula untuk bersosialisasi di tempat ini susah, mama enggak mau nanti cucu cucu mama jadi anak yang penyendiri."
Finish, akhirnya apa Renata terpancing dengan umpan yang di berikan oleh Jericho. Laki laki itu ingin melihat ekspresi dari kakak iparnya jika di ajak tinggal bersama mereka. Kalau tidak ada masalah dalam rumah tangga mereka, tentu Freya tidak akan keberatan.
Wajah Freya berubah panik saat di berikan pertanyaan seperti itu oleh mertuanya. Bagaimana bisa dia tinggal bersama Renata dan Jericho? Bisa bisa rahasia pernikahan kontrak mereka akan terbongkar. Dan yang paling penting lagi, Freya dan Zyan akan tinggal dalam satu kamar yang sama setiap harinya sampai masa perceraian mereka tiba.
Oh tidak mungkin! Freya tidak ingin itu terjadi, ia tak ingin membuat batinnya tersiksa, ia juga tidak ingin membiarkan hatinya semakin terbuka lebar untuk Zyan yang jelas jelas tidak menginginkannya.
"Udah, enggak apa apa kok. Lagian kalau kalian pindah ke rumah, aku enggak perlu khawatir kalau ninggalin mama ke luar kota. Zyan pasti mau lah," sahut Jericho tersenyum puas.
"Ehm... Nanti aku coba bicara sama Mas Zyan dulu ya ma," sahut Freya mencoba tenang.
***
Pagi pagi buta keributan kembali menghampiri sepasang suami istri yang baru menikah lebih dari satu bulan itu.
Pasalnya, Zyan murka karena mengetahui jika sang istri terlibat kontrak kerja bersama mantan kekasih dari sang istri--Bisma.
Semua berawal dari pesan singkat yang di kirimkan oleh Samuel beberapa jam yang lalu yang memberi kabar jika keduanya akan terlibat kontrak kerja selama beberapa bulan ke depan.
"Sudah aku bilang sama kamu, jangan pernah coba coba berhubungan lagi sama dia!" Zyan membanting kasar ponsel miliknya ke atas kasur.
"Aku enggak berhubungan lagi sama dia mas, aku juga baru tahu kalau dia juga berperan di film itu besok." Freya tidak bohong. Dia memang tidak tahu jika mereka akan kembali beradu akting dalam pembuatan film layar lebar yang telah di tanda tangani kontraknya.
"BUILTSHIT!" teriak Zyan tertahan. Meski pun jarak kamarnya dengan kamar Renata dan Jericho tidak dekat dan nyaris tidak terdengar jika sekali pun mereka berteriak. Tapi Zyan tetap menahannya. "Kamu melanggar janjimu sendiri, Freya. Aku enggak suka! Pokoknya batalkan kontrak itu, atau aku sendiri yang akan turun tangan."
Mata Freya membulat sempurna dengan kepala yang menggeleng cepat. Ia tak menyangka jika sang suami meluncurkan kembali serangan ancaman pada dirinya. Padahal, tanpa di ancam pun Freya sudah memikirkan cara terbaik untuk terhindar dari Bisma.
"Kamu kenapa sih mas? Selalu aja ngancam aku. Aku masih waras mas, aku tahu aku sudah jadi istri orang, walau pun hanya sebatas perjanjian." Menjeda ucapannya sambil menghela napas kasar. "Aku enggak akan pernah mengkhianati pernikahan ini, setidaknya di mata Tuhan. Jadi kamu tenang aja. Enggak usah panikan gitu." Mengikat rambutnya ke atas, lalu turun dari atas kasur.
"Aku tunggu sampai hari besok pagi. Kalau aku dengar kamu belum menyelesaikannya. Jangan salahkan aku lagi, Freya!" Ancaman Zyan penuh dengan keseriusan, di tambah tatapan matanya yang seolah ingin menguliti Freya.
Perempuan itu membalas dengan tatapan sinis, lalu mulai melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. "Bilang aja kalau cemburu, dasar aneh." Freya bermonolog sendiri tanpa menghiraukan Zyan yang masih bisa mendengar kata katanya.
"Cih... Jangan terlalu percaya diri kamu. Sampai mati pun itu enggak akan pernah terjadi di hidupku," cemooh Zyan.
Freya tetap tidak menoleh, sekali pun hatinya terasa sakit. Ia hanya berjanji di dalam hatinya, 'Lihat aja mas, aku pasti akan membuat kamu jatuh cinta sama aku. Sampai akhirnya semua terbalik, jangan sampai saat kamu menyadarinya, justru aku yang akan meninggalkanmu.'