Perhatian Kecil

1106 Kata
Freya dan Gista baru saja tiba di lokasi syuting yang berada di daerah Tanggerang. Keduanya langsung menemui sang sutradara yang terlihat sedang duduk di sebuah kursi santai dengan beberapa lembar kertas di tangannya. "Morning Paksut," sapa Freya di iringi senyum ceria sambil menarik kursi kosong di sebelah laki laki berusia empat puluh enam tahun yang memiliki rambut kriwil itu. Karena Freya memilih untuk turun tangan sendiri untuk menghadapi sang sutradara, jadinya Gista masih sibuk dengan tablet pc di tangannya untuk melihat ulang jadwal kerja Freya selama beberapa bulan ke depan. Laki laki yang di panggil Paksut oleh Freya itu menoleh, sambil memperbaiki posisi duduknya. "Hei, Freya. Morning... Sudah sarapan?" tanyanya ramah. Freya menganggukkan kepalanya, "Sudah dong," sahut Freya. Keduanya memang sudah akrab, pasalnya sudah beberapa kali Freya terlibat pembuatan film yang di sutradarai oleh laki laki yang sedang duduk di sampingnya saat ini. Sutradara yang memiliki nama lengkap Pramudya Widarsa itu menaikkan sudut alisnya melihat Freya yang menghela napas kasar tiba tiba. "Why? Ada sesuatu yang mengganjal?" tanyanya dengan tepat. "Paksut kenapa enggak bilang kalau 'dia' juga berperan dalam film ini?" Freya menekankan kata 'dia' yang tentu sudah di ketahui oleh Pramudya. Sutradara kondang itu tersenyum dengan kepala yang mengangguk mengerti. Ia memberikan pada Freya salah satu lembar kertas yang ada di tangannya. "Lihat dulu, dibaca dengan benar baru protes." Freya mengikuti instruksi yang diberikan oleh sutradara itu. Matanya menjelajahi dengan seksama tiap baris huruf yang tersusun rapi di atas lembar berwarna putih itu. Meski pun merasa sedikit lega, tapi Freya tetap akan melayangkan protes. "Tapi-" "At least, dia bukan pemeran utama yang jadi pasangan kamu kan? Dia hanya cameo," Menaik turunkan alisnya bersamaan menyela ucapan Freya. "Iya memang, tapi ... susah deh bilangnya." Menghela napas kasar sambil menyandarkan tubuhnya di kepala kursi. "I know your problem. Tapi kamu enggak akan bisa ngelak dengan situasi seperti ini. This is entertainment, kalian sama sama bintangnya, itu sudah hal lumrah." Pramudya mengingatkan kembali pada Freya. Freya hanya diam, tidak mungkin juga untuk dia katakan jika ini semua keinginan sang suami yang tidak menyukainya terlibat interaksi kembali dengan Bisma. Padahal, Freya yang mendapat pengkhianatan saja merasa tidak masalah selama masih berada di tempat umum dan keramaian, kenapa justru Zyan yang sangat sibuk sendiri, bukannya dia tidak mencintainya? Terkadang Freya tidak mengerti apa yang sebenarnya menjadi motif utama Zyan ingin menikahinya. "Oke, aku ke dalam dulu. Kamu siap siap, masih ada waktu satu jam sebelum syuting di mulai." Pramudya menepuk pelan pundak Freya sebelum pergi dari hadapan Freya. Menyadari kepergian Pramudya, Gista langsung mendekati Freya, mengambil alih kursi yang di duduki Pramudya sebelumnya. "Gimana?" tanyanya langsung. Freya menggelengkan kepalanya, "Sudah aku duga kalau dia cuma sebagai cameo." "Tapi aman kan? Atau ada adegan sama dia juga?" "Enggak ada sih, dia cuma jadi dokter tamu dari korea yang kasih materi, nantinya." "Syukurlah." Gista menghela napas lega. "Tapi, gimana sama suami kamu?" Freya menggedikkan kedua bahu dan kedua alisnya bersamaan tanpa mengeluarkan suaranya. *** Wajah Freya terlihat pucat, pun tubuhnya yang bergetar dengan kedua tangan yang saling mengepal kuat di depan d**a. Perlahan tubuh Freya merosot, berjongkok di bawah derasnya guyuran air yang jatuh membasahi tubuhnya, membiarkan air matanya bersatu dengan air hujan. "Kenapa kamu pergi? Kenapa kamu tinggalkan aku seperti ini?" Suaranya nyaris terbenam di antara derasnya air hujan. Freya terus menangis pilu, kepalanya tertunduk, kedua tangannya bergerak memukul dadanya sendiri. Sakit sekali rasanya, di tinggal pergi dengan orang yang sangat dicintainya. Dari arah belakang, samar samar Freya mendengar suara seseorang, tapi Freya terlalu lemah untuk sekedar menoleh ke belakang. Sampai akhirnya seseorang itu tiba di hadapannya. "Ayo berdiri, badan kamu bergetar, kamu pucat sekali." Menuntun untuk berdiri, tapi Freya sudah tidak memiliki kekuatan untuk berdiri. "Enggak ada cara lain lagi," ucap laki laki itu sambil bergegas menggendong paksa Freya. Dengan langkah lebar, laki laki itu membawa Freya untuk masuk ke dalam mobilnya. "Cut." Suara yang terdengar seperti berteriak dari sang sutradara mengakhiri akting yang di lakukan oleh Freya. Asisten pribadi Freya segera mendekati perempuan itu dengan handuk dan minuman hangat di tangannya. Tim make up artis juga telah mendekatinya guna untuk memperbaiki kembali tatanan rambut dan wajahnya. Freya sedang duduk di salah satu ruangan yang di sediakan untuk beristirahat. Tatapannya tertuju pada sosok laki kaki yang juga berada di dalam ruangan yang sama dengannya tengah bersiap untuk menjalani scane berikutnya. "Takdir ini lucu ya," ucap Bisma dengan langkah kaki yang mendekat ke arah Freya. "Meski pun enggak jodoh, tapi kita selalu saja bertemu," sambungnya. Tidak berniat untuk meladeni mantan kekasih gilanya itu, Freya berinisiatif untuk pindah ke ruang lainnya. Tapi sayangnya pergerakan Bisma yang terlebih dahulu menghalang Freya, membuat perempuan itu mau tidak mau mengurungkan niatnya. "Minggir," ucap Freya datar. Bisma terkekeh pelan, matanya menyoroti wajah cantik Freya yang selalu membuatnya tergoda. Ia tak peduli jika saat ini perempuan yang ada di hadapannya telah menjadi istri dari laki laki lain. Bisma hanya ingin dekat dengannya, menikmati wajah cantik Freya yang masih membingkai jelas hatinya. "Minumlah." Bisma mengeluarkan satu kemasan sachet obat herbal cair yang berfungsi untuk mencegah masuk angin. Hal yang biasa di lakukannya dulu saat Freya sering menjalani syuting di guyur air seperti saat ini. Freya melirik sekilas, tapi tidak mengambilnya. Ia tak ingin lagi menerima apa pun pemberian dari mantan calon suaminya itu. Meski pun Freya sebenarnya merasa terharu mendapatkan perhatian kecil dari laki laki yang masih tidak bisa di lupakannya. "Tuan Bisma yang terhormat, tolong enggak usah sok perhatian sama Freya." Dari arah belakang Gista menyindir Bisma. "Apa yang salah? Aku cuma kasihan saja sama dia, punya manager tapi enggak tahu kebiasaan sang artis." Tersenyum mengejek pada Gista. "Cih... Memuakkan sekali." Gista tak kalah mencemooh kehadiran Bisma di sana. "Mending kamu urus saja perempuanmu itu, di ikat kalau perlu, jangan sampai lepas kayak anjing liar. Dari pada ngurusin Freya." "Gis, udah. Calm down. Jangan buat tenaga kamu jadi sia sia," ucap Freya setengah berbisik sambil menarik tangan Gista, membuat sahabatnya itu memutarkan kedua bola matanya jengah. "Mending kamu pergi deh. Aku enggak mau ada masalah lagi di sini," ucap Freya tanpa menatap Bisma. "Siapa yang mau buat masalah, hei?" tanya Bisma santai. "Minumlah dulu, setelah ini aku janji akan pergi," pintanya sambil kembali menyodorkan jamu cair sachet ke Freya. Freya menghela napas kasar, lalu bangkit dari tempat duduknya, menatap tajam Bisma sambil mengambil sachet minuman tradisional itu. "Thanks." Menggoyang goyangkan sachet minuman tersebut sebelum akhirnya melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Bisma. Sebelumnya, Freya memberikan pada lawan mainnya yang juga terlibat dalam guyuran air hujan buatan itu, "Untuk kamu, biar tetap fit." Hal itu tentu saja membuat Bisma menggeram, terlebih saat yang di tawarkan tidak menolak sama sekali dan langsung meminumnya. 'Awas kamu Freya, tunggu saja waktunya tiba,' batin Bisma.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN