Menjadi seorang istri dari laki laki yang memiliki citra baik dan kesuksesan di dalam pekerjaannya, ternyata bukan jaminan untuk mendapatkan kebahagiaan di dalam rumah tangga. Ikatan sakral yang diucapkan di mata Tuhan juga tidak menjadikan hubungan tersebut dipenuhi rasa cinta yang tulus dan suci.
Contohnya Freya, perempuan yang tidak sedikit pun memiliki niat tersembunyi dalam suatu hubungan, nyatanya harus terjebak di dalam kontrak pernikahan yang di atur oleh suaminya sendiri. Padahal, ia tulus menikah dengan Zyan hanya untuk mengharapkan kebahagiaan yang hakiki di mata Tuhannya.
Setiap harinya Freya harus berperang batin melewati hari hari yang terasa mencekam di dalam hunian yang telah akrab bersamanya. Sudah satu bulan ini Freya menjalani tugasnya sebagai seorang istri dengan baik, mengurusi semua keperluan Zyan sebelum dan sesudah laki laki itu tidur dan bekerja. Hanya satu yang tidak di lakukannya, menyerahkan keperawanannya pada Zyan--yang juga tidak menginginkannya sedikit pun.
Seperti malam ini, padahal baru saja Freya pulang dari lokasi syuting, rasa lelah begitu menguasai tubuhnya, tapi ia tetap saja menunggu sang suami sampai pulang bekerja hanya untuk menyiapkan air mandi hangat untuk Zyan.
Freya membanting kasar tubuhnya di atas sofa dengan kepala menengadah ke atas dan mata terpejam. "Kemana perginya serigala itu? Lama banget pulangnya." Menghela napas lesu tanpa mengubah posisinya sama sekali.
"Padahal hari ini satu bulan pernikahan kita, tapi kamu sama sekali enggak ingat mas? Apa cuma aku aja yang berharap lebih dengan pernikahan ini?" Memijit pelipisnya dengan gerakan memutar.
Tepat di belakang sofa yang di duduki Freya, seorang laki laki tengah berdiri dengan sebelah alis yang terangkat ke atas. Mendengarkan setiap kata demi kata yang di lontarkan oleh Freya dengan suara yang lemah.
'Serigala katamu?' batin Zyan dengan kedua tangan yang bersedekap di d**a.
"Kenapa aku harus hidup seperti ini? Padahal aku istri yang sah di mata Tuhan dan hukum. Tapi kenapa kamu memperlakukan aku seperti seorang musuh? Memangnya apa salah aku? Kamu bilang aku ini hanya perempuan manja, membuatmu susah. Kalau begitu, kenapa menikahiku? Bahkan kamu bisa mencari perempuan lain yang bisa kamu jadikan bonekamu. Kenapa harus aku?" Freya terus mengeluh dengan suara yang terdengar kesal tanpa membuka matanya yang terasa sangat berat.
"Kenapa harus menunggu sampai bertahun tahun? Kamu bisa ceraikan aku saja sekarang, lebih baik dari pada hanya menjadi benalu untukmu," sambungnya lirih.
Mata Zyan seketika membulat sempurna mendengar kata 'cerai' yang dikatakan Freya. Segera ia melangkahkan kakinya mendekati Freya sambil berkata, "Jangan pernah bermimpi untuk bercerai denganku sebelum saatnya tiba."
Freya spontan membuka matanya sambil berdiri. Keterkejutannya saat mendapati kehadiran Zyan di hadapannya nyaris membuat jantungnya terlepas.
"Mas ... kamu ... kamu sudah pulang?" Menyalipkan anak rambutnya untuk menghilangi rasa gugup.
Zyan menatap tajam Freya, laki laki yang masih menggunakan pakaian tiga potong itu menarik lengan Freya secara asal dan kasar.
"Jangan coba coba untuk membuat keputusan sendiri, Freya. Atau ... akan ku sebarkan video itu pada kedua orang tuamu dan seluruh dunia akan tahu bagaimana kelakuan seorang artis papan atas yang berstatuskan sebagi seorang istri sedang b******u di tempat umum. Dan ... seketika karirmu akan hancur." Tersenyum licik penuh kemenangan.
"Jangan mas, jangan sampai mama papa tahu, aku mohon mas," pintanya penuh harap.
"Siapkan air hangat. Aku ingin mandi," ucap Zyan sambil melepaskan tangannya.
Kepala Freya mengangguk sambil berdehem, lalu berbalik badan untuk segera naik ke atas. Padahal dalam hati Freya ingin sekali mengumpat perlakuan sang suami yang terkesan mengancamnya itu, tapi tidak dilakukannya untuk menghindari perdebatan. Ia hanya ingin segera menyelesaikan kewajibannya dan segera beristirahat karena jadwal syuting besok pagi masih akan berlangsung.
Dengan cepat Freya menyiapkan semuanya, mulai dari air hangat, pakaian ganti Zyan sampai menghidupkan aroma terapi telah di lakukannya.
"Beres. Akhirnya aku bisa tidur juga." Sambil tersenyum dengan kaki yang melangkah untuk kembali ke dalam kamarnya.
***
Rasanya sebentar sekali malam singgah, bahkan Freya belum merasakan nyenyaknya tidur semalam sampai akhirnya pagi telah menyapa.
Freya merentangkan kedua tangannya ke atas sambil menggeliat tanpa membuka matanya terlebih dahulu. "Sudah jam berapa ini?" gumannya sambil meraba raba sisi kasur sebelahnya untuk mencari keberadaan handphone miliknya.
"Loh... Kenapa gulingnya jadi terasa besar sekali?" tanyanya pelan saat tangannya mencapai sesuatu yang di duganya sebagai guling.
Tangan Freya terus meraba, naik turun sambil mengelus elus sampai akhirnya gerakannya terhenti saat kulit tangannya merasakan kehangatan serta irama yang di kiranya degup jantung seseorang.
"Aaaaa..." teriaknya saat kedua matanya terbuka dan melihat dengan jelas keberadaan Zyan yang sedang tertidur menghadapnya.
"Astaga ...." Freya beringsut duduk sambil mengedarkan matanya ke sekeliling ruangan yang bernuansa abu abu itu. "Ini ... ini bukan kamarku? Kenapa aku bisa di kamar mas Zyan?" Menatap Zyan yang ikut membuka matanya karena terkejut mendengar teriakan sang istri.
"Berisik! Kenapa kamu berteriak pagi pagi seperti ini, Freya? Kamu sengaja mau membuat aku jantungan?" Melemparkan tatapan tajam pada Freya sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
Freya menggeleng cepat kepalanya lalu melihat kedalam selimut, yang menutupi tubuhnya. Ia menghela napas lega saat mendapati seluruh pakaian tidurnya masih menempel dengan sempurna di tubuhnya tanpa terbuka sedikit pun.
"Apa? Ciih... Jangan pernah berpikir kalau aku mau melakukannya denganmu." Tersenyum mengejek pada Freya.
Freya tidak menggubris sama sekali pernyataan suaminya itu. Ia hanya penasaran kenapa bisa dirinya sampai tidur di dalam kamar Zyan dan berada di atas kasur yang sama. Dan juga semua barang barang miliknya berada di dalam kamar itu. Padahal semalam dirinya tidur di kamar bawah. Apa dia sudah melewatkan sesuatu? Pikirnya.
"Mas, ini ... aku, kenapa aku bisa di sini?" tanyanya dengan dahi yang berkerut.
"Aku yang mengangkatmu semalam. Tidurmu seperti kerbau saja," Zyan mendengus kesal kala mengingat kejadian semalam.
Wajah Freya langsung memerah karena malu setengah mati mendapatkan ejekan dari sang suami, kepalanya tertunduk sambil menggaruk asal kepalanya yang tidak gatal sama sekali.
"Eh, tunggu dulu. Kenapa kamu repot repot angkat aku kesini?" tanyanya dengan wajah serius. "Atau jangan jangan ... kamu, kamu mulai jatuh cinta ya sama aku? Dan enggak bisa tidur sendirian?" Menaik turunkan alisnya dengan senyum menggoda Zyan.
Kedua bola mata Zyan memutar malas melihat kepercayaan diri sang istri yang sangat tinggi di pagi buta seperti itu.
"Ayolah mas, jujur aja. Kamu udah terpesona kan dengan aku?" sambung Freya lagi menoel noel lengan Zyan dari samping, membuat Zyan melemparkan kembali tatapan tajamnya.
Kedua tangan Zyan meraup kasar wajah Freya, menyisakan jarak hanya beberapa centi saja. Di tatapnya beberapa saat iris hazel indah milik Freya, sebelum akhirnya melepas kasar kedua tangannya.
"Bermimpilah setinggi langit sampai kamu terjatuh ke dasar jurang." Seringai licik membingkai jelas di wajah Zyan. Mematahkan hati Freya berkeping keping saat mendengarnya.