Merendahkan

1010 Kata
~Direndahkan tidak mungkin menjadi sampah, disanjung tidak mungkin menjadi rembulan~ *** "Katakan! Gunakan mulutmu itu, Freya!" Mencengkeram dagu Freya lalu menaikkannya hingga wajah Freya terlihat dengan jelas di matanya. Zyan terlihat sangat meradang. Urat urat kecilnya yang memanjang, tercetak jelas di sudut dahinya, rahangnya mengeras di iringi dengan sorot tajam mematikan yang memandangi sang istri. "Berfikirlah sesuka hatimu, mas. Aku memang bukan perempuan suci, tapi maaf, aku enggak sehina yang kami bayangkan." Sambil menahan rasa perih di bagian dagunya, Freya tetap terlihat tenang. "Bahkan dengan suami sahku pun, aku enggak pernah sekali pun melakukannya." Terlihat jelas sorot kekecewaan di balik tatapan Freya, matanya mulai berembun, dadanya terasa sangat sesak. Ada interval sejenak di antara keduanya, mereka seolah berbicara melalui tatapan yang sulit di artikan masing masing. Jika Zyan menatap dengan penuh amarah, maka Freya menatap dengan penuh kekecewaan. "Mulai hari ini, jangan pernah pergi sebelum aku pergi dan kembali lah sebelum aku tiba di sini." Zyan menegaskan kalimat perintah untuk istrinya. "Dan satu lagi, kamu wajib memberi tahu kemana kamu akan pergi. WAJIB!!!" 'Apa? Wajib kamu bilang? Cih... Memangnya seberapa penting aku untukmu? Sampai sampai kamu harus mengetahui keberadaanku segala,' batin Freya merasa miris dengan perlakuan suami arogannya itu. Tanpa menyentuh tangan Zyan, Freya menggerakkan kepalanya hingga terlepas dari cengkeraman tangan Zyan, lalu pergi meninggalkan Zyan yang masih terlihat emosi dan melupakan keinginannya untuk ke dapur. 'Beraninya kamu, Freya! Kamu akan nyesal, lihat saja,' batin Zyan mengepalkan kedua tangannya. *Flashback On* Zyan melangkahkan kakinya menuruni satu persatu anak tangga dengan penampilan yang terlihat fresh dan tampan seperti biasanya. Menggunakan setelan tiga potong dengan rambut rapi yang tersentuh pomade, membuat pesona laki laki itu semakin terpancar jelas. "Selamat pagi, Tuan Muda Zyan," sapa Bik Minah setibanya laki laki itu di meja makan yang berukuran panjang dengan beberapa kursi di sisinya. Zyan menganggukkan kepalanya, lalu mengedarkan matanya seperti mencari sesuatu. "Belum bangun juga jam segini?" ucapnya pelan namun masih bisa terdengar di telinga Bik Minah dengan jelas. Bik Minah tahu yang di maksud dengan Tuan Mudanya adalah Freya. Dan ia pun langsung mengatakan keberadaan istri majikannya itu. "Nyonya Freya sudah berangkat pagi pagi tadi, tuan." Zyan mengurungkan niatnya untuk mengambil garpu dan pisau makan yabg terletak di sisi piring. "Kemana katanya bik?" tanyanya. Bik Minah menggelengkan kepalanya, "Saya juga enggak tahu pasti, tuan. Tapi tadi Nyonya Freya bilang kalau dia sedang buru buru, Nyonya juga pergi tanpa sarapan," sahutnya jujur. Zyan terlihat berpikir, laki laki itu memutar pergelangan tangannya menatap arah jarum jam yang sudah mengarah pada angka delapan. 'Kemana dia? Bukannya masih beberapa hari lagi waktu liburnya?' batin Zyan merasa curiga. Bik Minah langsung pamit ke dapur setelah selesai menyiapkan sarapan sang Tuan Muda. Setelah selesai sarapan, Zyan yang sudah di tunggu oleh Samuel langsung berangkat ke perusahaan miliknya. "Sam, setelah ini tolong kamu cari tahu jadwal syuting Freya dalam beberapa bulan kedepan, semuanya. Lengkap dengan lawan mainnya dan artis lain yang ikut di dalamnya. Saya tunggu dua jam kedepan, di ruangan saya," titah Zyan saat mobil memasuki halaman perusahaannya. "Baik, tuan." Sambil menganggukkan kepalanya. "Apa ada jadwal penting hari ini?" tanyanya lagi. "Setelah makan siang, Tuan. Meeting bersama pemilik Perusahaan Zheng Entertaiment dari China untuk membahas kerja sama yang sempat tertunda tahun lalu," sahut Samuel sopan. Zyan berdehem sebelum akhirnya turun dari dalam mobil. Sapaan selamat pagi dari para karyawan mengiringi langkah Zyan hingga sampai ke dalam ruangan kerjanya. Baru juga beberapa menit duduk di kursi kebesarannya, Samuel masuk dengan raut wajah ragunya. "Tuan Muda," ucap Samuel. Zyan berdehem, menunggu sekretaris yang merangkap sebagai asisten pribadinya itu melanjutkan ucapannya. "Ini, Tuan Muda, salah satu wartawan terpercaya dari media online mengirimi saya sebuah video." Laki laki yang sedang fokus pada tumpukan berkas di atas meja itu langsung mengangkat kepalanya, menatap Samuel dengan sudut alis yang terangkat. Sebagai orang terdekat yang sudah bekerja selama hampir limat tahun dengan Zyan, membuat Samuel sudah paham betul bagaimana watak dari sang bos. Ekspresi itu mewakili rasa tidak sukanya pada informasi yang bertele tele di sampaikan oleh Samuel. Dengan cepat Samuel menyodorkan smartphone miliknya pada Zyan dengan hati hati dan kepala tertunduk. Mata Zyan membesar melihat sebuah video yang berputar di dalam benda pipih berbentuk persegi panjang itu. Hampir saja ponsel milik Samuel hancur lebur setelah di lempar kasar oleh Zyan, beruntung Samuel berhasil menangkap dan menyelamatkannya. Tak cukup dengan melempar ponsel Samuel, kini tangan Zyan juga menghantam meja kerjanya yang terbuat dari kayu dengan kualitas terbaik. "Perempuan sialan! Bisa bisanya dia melakukan itu di belakangku!" teriaknya penuh amarah. "Cari tahu dimana dia sekarang. Kumpulkan semua informasi dari wartawan itu tanpa ada yang tertinggal. Pinta seluruh media untuk menahan berita ini sampai aku sendiri yang memerintahkannya untuk di terbitkan." Matanya yang merah cukup membuat Samuel bergedik ngeri. Tanpa banyak bertanya dan membantah satu kata pun, Samuel segera melaksanakan tugas yang di perintahkan oleh Zyan. *Flashback Off* Freya menutup pintu kamarnya rapat rapat, ia menarik mencoba mengatur pernapasannya dengan baik, sebelum akhirnya tubuhnya merosot ke lantai sambil bersandar di balik pintu kamar. Air mata Freya kembali tumpah ruah, sambil memukul dadanya sendiri yang terasa begitu sakit mendapatkan tuduhan murahan dari suaminya sendiri. Rasa perih di dagunya tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya, yang mungkin akan membekas selamanya. Seumur hidupnya Freya tidak pernah mengalami kekerasan fisik dari kedua orang tuanya, apalagi dari sang papa tercinta. Mereka merawat Freya dengan penuh rasa cinta sejak kecil. Lantas kenapa Freya harus mendapatkan rasa sakit dari suaminya sendiri? Bukankah seharusnya seorang suami bisa melindungi sang istri? Bukankah dia juga memiliki seorang ibu yang juga seorang perempuan? Tidakkah ia berpikir seperti apa rasanya jika sang ibu atau perempuan yang di cintainya mendapatkan perlakuan buruk dari orang lain seperti itu. "Ya Tuhan, kenapa sakit banget rasanya," ucapnya terisak. "Apa ini hukuman untuk aku karena tidak mengikuti saran dari kedua orang tuaku, Tuhan?" sambungnya menyesali semua keputusannya saat itu. Baru beberapa hari Freya menjalani hidupnya sebagai seorang istri, tapi kenapa begitu banyak tenakan dan sakit hati yang harus di alaminya? Entahlah, Freya tidak yakin bisa mempertahankan pernikahan kontraknya itu dalam waktu dua tahun. ___________ Jangan lupa terus dukung cerita ini ya readers... Makasih untuk kalian semua...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN