Jadi Kapan Rencananya(?)

1048 Kata
"Maksud kamu? Jangan mutar mutar kalau bicara. Langsung aja intinya," ucap Zyan ketus sambil berkecak pinggang. Freya bangkit dari atas kasur sambil membawa map merah tersebut, berjalan mendekati sofa tempat tasnya berada. Lalu mengambil bulpen dari dalamnya dan menulis sesuatu di atas kertas tersebut. Sebelah alis Zyan terangkat mengikuti pergerakan Freya yang kini tengah duduk di sofa dengan tangan yang bergerak di atas kertas. 'Apa yang ingin kamu lakukan, Freya? Aku sudah tidak sabar melihat kelakuan aslimu,' batin Zyan. Tak sampai dua menit, Freya kembali berdiri dari duduknya dengan wajah yang sumringah. Terlihat sangat bahagia sekali bahkan Zyan bergedik ngeri melihat kebahagiaan di raut wajah Freya. "Silahkan di baca dan di pahami, mas." Kata kata Zyan sebelumnya di balikkan kembali oleh Freya sambil menyodorkan map merah tersebut. Zyan mengambilnya, melirik Freya sinis sesaat, entah kenapa Zyan merasa akan ada amarah besar yang membuncah karena ulah istri dadakannya itu. Dengan wajah serius Zyan membuka map merah dengan kasar, iris pekat miliknya dengan cepat membaca beberapa tambahan kata kata yang di tulis Freya sebelumnya di tambah dengan beberapa garis panjang yang tercoret di dalamnya. "Apa apaan ini?" teriak Zyan, tangannya menggerakkan kertas kontrak pernikahan itu. Mungkin, karena terlalu sering beradu akting dengan lawan main yang berperan antagonis dan terlalu sering memerankan protagonis yang teraniaya, jadinya Freya sama sekali tidak terkejut mendapat teriakan dari suaminya di kehidupan nyata. Dengan anggunnya malah Freya tersenyum dengan kepala yang sedikit tertunduk. Tidak melawan, namun tidak pula ingin tertindas. "Ini kontrak yang aku ajukan untukmu. Cuma menambah satu poin aja kok, dan mencoret sedikit tulisan yang sudah mas buat," sahut Freya tetap tenang dan sopan. "Memberikanmu perhatian selama dua tahun dan menyapa dengan panggilan sayang dan cinta di hadapan orang lain, lalu menciummu setiap bertemu?" tanya Zyan mengulangi kalimat yang di tulis oleh Freya. Freya menganggukkan kepalanya, "cuma cium kening doang kok. Enggak lebih mas. Atau kamu ... maunya lebih dari itu?" Memicingkan matanya sambil menoel lengan Zyan. "Mimpi kamu. Aku enggak akan pernah melakukannya. Sekalipun cuma keningmu," cibir Zyan sekenanya. "Ingat Freya, aku menikahimu karena tujuan tertentu. Bukan atas dasar cinta." Hati Freya rasanya sakit sekali mendengar fakta dari mulut seorang CEO perusahaan tempatnya bernaung yang kini telah menyandang status suami sahnya. Padahal, Freya melakukan ini semua tidak ada niat untuk tujuan apa pun, dirinya ikhlas lahir dan batin. Meski pun begitu, Freya tetap tampil tenang, ekspresi wajahnya tak sedikit pun berubah. Masih tetap sama seperti sebelumnya. "Aku juga enggak minta cinta dari kamu kok, mas. Tenang aja. Ini tanda tangani." Menyodorkan bulpen. Bukannya menerima bulpen tersebut, Zyan justru kembali menyuarakan keberatannya. "Kenapa kamu coret bagian ini?" Menunjuk bagian yang terdapat garis panjang melintang bagian terakhir poin kedua. "Ya enggak bisa dong mas. Aku mana bisa diemi kamu dengan perempuan lain." "Kenapa?" "Ya, kalau aku diemi kamu, terus orang tua kita tahu gimana? Sama aja dengan bunuh diri dong? Ya kan? Nanti yang ada kamu malah sulit untuk bercerai dengan aku. Atau bisa aja orang tua aku desak aku buat pisah sama kamu sebelum dua tahun. Kalau kamu enggak keberatan dengan itu semua. Ya ayo..." sahut Freya enteng. Tatapan mata Zyan tidak sedetik pun lepas dari iris hazel indah milik Freya, laki laki itu merasa di permainkan oleh artis papan atas itu, ia tak memungkiri jika akting Freya saat ini di luar dugaannya. Sempurna. Bulpen yang masih berada di tangan Freya langsung beralih tempat ke tangan Zyan. Dengan satu kali gerakan tanda tangan dirinya tercetak jelas di atas materai yang tertempel di sana. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Zyan membanting map merah tersebut ke sisi kasur lalu berbalik badan membelakangi Freya. Senyum Freya mengembang melihat wajah dingin Zyan, wajah yang selalu di segani oleh para artis artis tempatnya bernaung. "Mas, nanti malam papa ngajakin kita makan malam di rumahnya." Suara Freya menghentikan langkah kaki Zyan. Tanpa menoleh ke belakang, Zyan hanya berdehem. "Kamu mau kemana?" tanya Freya. Zyan menoleh ke belakang sambil melempar senyum sinis pada Freya. "Jangan lupa, kamu enggak berhak untuk kepo dengan urusanku." Lalu melangkahkan kakinya lebar meninggalkan Freya yang mematung di tempat. "Lihat aja mas, aku bakalan bikin kamu jatuh cinta sama aku sebelum waktu perceraian itu tiba," guman Freya setelah tubuh Zyan menghilang dari hadapannya. *** `Kediaman Frans Rawles` Sebelum turun dari dalam mobil, Freya dan Zyan telah bersepakat untuk tampil dengan sempurna di hadapan kedua orang tua Freya. "Awas aja kalau kamu bilang sama papa mama kamu tentang pernikahan kontrak kita," ancam Zyan dengan ketus. Seperti biasa, Freya hanya menampilkan senyum manisnya bak seorang dewi. Seperti julukan yang tersemat padanya selama ini sebagai goodnes. "Tenang aja mas." Keduanya berjalan memasuki bangunan luas bertingkat dua itu setelah seorang pelayan rumah tangga membuka kan pintu dan mempersilahkan keduanya masuk. Freya menyamakan langkahnya dengan sang suami, guna untuk mendapat pandangan baik dari kedua orang tuanya. "Sayang, kamu sudah tiba? Ayo duduk sini anak mama." Shina Rawles--mama Freya memeluk hangat Freya bergantian memeluk anak menantunya, Zyan. "Kalian sehat? Bagaimana semalam? Nyenyak kan tidurnya? Enak kan kalau tidur enggak peluk bantal lagi?" bisik Shina pada menantu barunya itu. Mendengar itu, Zyan tampak menggaruk tengkuknya sambil tersenyum paksa. Entah apa yang harus di jawabnya, pertanyaan mama mertuanya itu sekaligus membuatnya malu. Padahal, sama sekali dirinya semalaman tidak tidur dengan Freya, tapi entah kenapa Zyan merasa malu saat di tanyakan seperti itu. "Mama, udah deh. Mas Zyan itu orangnya pemalu. Jadi enggak usah tanya tanya yang bersifat pribadi gitu. Kalau mau tanya sama aku aja." Menepuk dadanya pelan sambil menarik tangan Shina dan menyuruh Zyan duduk. "Mama dan adik kamu enggak datang Zyan?" tanya Frans saat sepasang pengantin baru itu telah mendaratkan bokongnya di kursi meja makan. "Datang pa, tapi masih di jalan. Soalnya tadi Jericho sama mama lagi ada urusan sebentar. Frans mengangguk anggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Oh ya, jadi kapan rencana kalian akan bulan madu? Papa bisa siapin semuanya, sebagai hadiah pernikahan dari papa." "Iya sayang, mama juga udah enggak sabar pengen gendong cucu. Kalian jangan menunda nunda ya," sambung Mama Freya. Uhuk... Uhuk... Uhuk... Freya sampai terbatuk batuk mendengarnya. Begitu pula dengan Zyan yang sedang meneguk air minum dan nyaris menyemburkan air tersebut. 'Astaga, keluarga ini benar benar membuatku hampir gila. Baru sehari usia pernikahan aku dan Freya, sudah ada ada saja pembahasan mereka yang menohok,' batin Zyan dengan kepala yang tertunduk. _________ Author Moriz. Jangan lupa masukkan ke rak ya cerita ini. Makasih...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN