Kini semuanya telah berkumpul di meja makan di kediaman Frans Rawles--Papa Freya. Suasana kembali riuh saat Renata--Mama Zyan kembali membahas soal cucu.
"Zyan, kamu tahu kan usia mama sudah enggak muda lagi. Lagi pula mama juga sangat rindu aroma khas bayi yang membuat pikiran mama jadi tenang," ucap Renata di sela sela acara makan malam berlangsung. "Kamu enggak akan menunda kan, Freya?" tanyanya Freya yang duduk berhadapan dengan Freya.
Nyaris Freya tersedak nasi yang sedang berada di mulutnya. Tapi segera di pasangnya wajah pura pura bahagia. "Enggak kok ma, aku enggak nunda, tapi enggak buru buru juga kok."
"Iya ma, lagi pula baru aja kemarin kami menikah. Apa lagi kan kami menikah mendadak, jadi masih pengen ngerasain pacaran halal dulu." Zyan menyambung ucapan Freya.
Semua terlihat menganggukkan kepalanya, memang sangat masuk akal alasan yang di berikan oleh Zyan, membuat mereka tak akan bisa lagi mendesaknya.
'Itu semua enggak akan pernah terjadi ma, aku enggak akan pernah menyentuh Freya, apa lagi menghamilinya. Aku menikah dengannya karena tujuan tertentu saja,' batin Zyan menyeringai.
***
Di ruang keluarga bernuansa minimalis itu terlihat kedua orang tua Freya sedang berbicara bersama Renata dan Zyan. Setelah selesai makan tadi, mereka memang sudah berpindah duduk di sofa ruang keluarga, tapi tidak dengan adik laki laki Zyan yang memilih untuk duduk di taman samping yang berada tepat di sebelah ruang keluarga dengan benda pipih yang menempel di telinganya.
Mata Freya yang tidak sengaja menangkap pergerakan gusar dari adik iparnya membuatnya menjadi penasaran, hingga dirinya berdiri dengan dua gelas kaca tinggi berisi minuman dingin dan berjalan mendekati laki laki bernama Jericho itu.
"Ma, aku keluar dulu ya," pamit Freya orang tuanya lalu melirik Zyan sambil menganggukkan kepalanya seakan meminta izin. Tapi sayangnya Zyan tetap bersikap tidak peduli padanya.
Freya melangkahkan kakinya mendekati Jericho yang terlihat sedang menghisap nikotin dengan posisi membelakanginya. Wajahnya terlihat kesal dan marah. Tapi, setelah Freya berhenti di hadapan laki laki berwajah macho itu sambil menyodorkan segelas minuman dingin padanya seketika kegusaran yang di rasakan oleh Jericho menghilang begitu saja, meski pun rasa dongkol di hatinya masih terasa jelas.
"Minumlah, biar otakmu dingin." Tersenyum manis pada Jericho.
Jericho mengambil alih minuman tersebut, sambil berkata, "terimakasih."
"Enggak masalah, kalau gitu aku masuk dulu ya." Bersiap berbalik badan dan melangkah, hingga pertanyaan yang keluar dari mulut Jericho mengurungkan niatnya.
"Aku dengar pernikahan yang sudah kamu rencanakan sebelumnya bukan dengan kakak ku?" Lalu meneguk minuman dingin tersebut.
Menarik sekali, rupanya adik iparnya tersebut penasaran dengan pernikahannya yang terjadi secara dadakan itu.
"Hemm..." Menganggukkan kepalannya, "kamu benar. Seharusnya pernikahan aku dengan si pria sialan itu. Tapi ... mau di apakan lagi, dia lebih milih perempuan lain," sahut Freya santai seakan tidak merasa tersakiti dengan pertanyaan dari Jericho.
"Kenapa enggak kamu kejar dia? Bukannya dia pria yang kamu cintai?" tanya Jericho kembali.
Freya tersenyum tipis, ia mengangkat gelas kaca di tangannya lalu meneguk perlahan. "Untuk apa aku kejar? Mungkin emang jodoh aku sama Mas Zyan, iya kan?"
"Ppffftt..." Jericho menahan tawanya dengan pipi yang menggembung karena air dingin dari dalam gelas belum sempat mengalir ke tenggorakannya.
Freya mengerutkan dahinya, bingung dengan ekspresi Jericho yang tiba tiba menahan tawanya. "Kenapa?" tanyanya ketus.
"Kamu yakin kalau kak Zyan menikahimu karena cinta? Atau ... karena jodoh yang kayak kami bilang itu?" cibirnya dengan nada mengejek.
"Memang kenapa kalau enggak cinta? Aku yakin, seiring berjalannya waktu cinta itu pasti tumbuh." Freya percaya diri sekali, ia tak ingin adik iparnya menganggapnya sepele mengenai pernikahannya dengan Zyan. Walau pun kenyataannya Freya sendiri tidak yakin akan mencintai Zyan seiring berjalannya waktu. Apa lagi dirinya sudah terlanjur menandatangi surat kontrak pernikahan sialan itu.
"Cinta Kak Zyan enggak akan pernah bisa terbagi untuk kamu, Freya. Cuma ada satu perempuan di hatinya Kak Zyan," ucapnya menatap lurus ke satu arah. Wajah Jericho seperti sedang memikirkan sesuatu.
Sebenarnya Freya tidak ingin kepo tentang urusan pribadi Zyan, seperti yang tertulis di dalam surat kontrak yang di bacanya pagi tadi. Tapi, karena Jericho sudah mengatakannya terlebih dahulu, maka jiwa penasaran Freya sebagai perempuan pun merasa terpanggil.
'Perempuan? Apakah ini ada hubungannya dengan tujuan Zyan menikahiku?' batin Freya.
"Perempuan? Siapa?" tanya Freya perlahan, memancing Jericho untuk menceritakan segala yang tidak di ketahuinya mengenai Zyan.
Jericho menganggukkan kepalanya tanpa merubah posisi tatapan matanya yang mengarah lurus ke depan.
"Ya, seorang perempuan cantik yang sejak ke-"
"Kenapa kamu enggak masuk ke dalam, Freya? Meninggalkan suamimu sendiri dan lebih memilih bersama laki laki lain." Suara Zyan dari arah pintu penghubung ruang keluarga dan taman samping terdengar, memutus perkataan Jericho pada Freya.
"Laki laki lain? Hei... Dia adikmu mas, adik iparku." Freya menekankan kata katanya.
Sontak saja Jericho berbalik badan dan menatap Zyan dengan seringai licik di wajahnya. "Wah wah... Rupanya kamu cemburu juga melihat istrimu mendekatiku? Come on, dia kakak iparku." Menyenggol lengan Zyan.
Zyan tidak menyahut, hanya menatap tajam iris pekat Jericho. "Ayo masuk. Mama papa kamu sudah nungguin. Sebentar lagi kita juga akan pulang."
"Kita enggak nginap aja, mas?" tanya Freya.
"Lain kali aja, lagi pula malam ini masih malam kedua kita kan?" Menarik pinggang Freya dari samping sambil menatap Jericho dengan tatapan dinginnya.
Hah? Apa yang salah dengan Zyan? Sampai sampai terlihat posesif sekali di depan Jericho. Padahal Freya dan Jericho dalam jarak yang aman, tidak dekat tidak pula jauh. Apa jangan jangan hubungan Zyan dan Jericho tidak baik? Pikir Freya.
"Ayo kita ke dalam," ajak Zyan tanpa melepaskan tangannya dari pinggang Freya.
Freya menganggukkan kepalanya, lalu melirik Jericho sesaat sebelum benar benar kabur dari hadapan Jericho.
"Bye kakak ipar..." Jericho melambaikan tangannya pada Freya.
"Mas, tanganmu," bisik Freya sambil berusaha melepaskan tangan Zyan.
Zyan tidak menggubris, ia justru berpamitan pada kedua orang tua Freya untuk kembali pulang, di ikuti dengan Renata yang juga berniat untuk kembali pulang ke kediamannya.
Kedua orang tua Freya mengantar sampai pintu depan. Selama mencapai pintu utama yang jaraknya cukup jauh dari ruang keluarga, selama itu pula Freya dan Zyan menunjukkan sikap romantis palsu mereka di hadapan semuanya.
Tapi, pemandangan itu segera berubah saat sepasang pengantin baru itu berada di dalam mobil.
"Kamu enggak boleh lagi dekat dekat sama Jericho!" ucap Zyan ketus.
"Loh, kenapa?" tanya Freya.
"Aku enggak suka."
"Dia kan adik kandung kamu mas, kenapa enggak suka? Seharusnya kamu seneng punya istri yang bisa akur dengan adik adik kamu."
"Ya aku enggak suka aja. Pokoknya kamu enggak boleh dekat dekat dia."
Freya memaju mundurkan bibirnya. Matanya melirik suaminya yang sedang fokus mengendalikan setir mobil itu.
'Enggak mungkin kan dia cemburu? Untuk apa juga dia cemburu sama Jericho? Lagi pula dia enggak cinta sama aku,' batin Freya.
"Apa karena perempuan itu?"
___________
Hallo readers...
Jangan lupa masukkan ke rak ya cerita ini.
Tinggalkan juga komentar kalian.
Makasih...