Rencana pertama

1566 Kata
Arum pergi ke café miliknya untuk memastikan semua persiapan untuk pesta Jean sudah siap. “Langsung dianter ya,” ucap Arum pada pegawainya. Acara ini di sebuah gedung yang ada di pinggir hotel, Arum suka sekali berbisnis daripada berkecimpung di jurusan hukum seperti keluarganya. Masuk ke jurusan ini juga karena dorongan dari sang Ayah. Acara ini didatangi oleh orang orang di lingkup para pekerja di bidang hukum dari luar kota. Arum akan melancarkan aksinya malam ini juga, dia memang tidak diundang, tapi dia bertanggung jawab atas semua makanan di acara tersebut. mumpung tidak ada orang yang dikenalnya kecuali Jean sebagai orang yang mengadakan acara. “Bu, ini diantar langsung?” “Iya, nanti saya nyusul. Mau dandan dulu. yang lainnya udah siap jaga di sana ‘kan?” “Aman, Bu. Seragam Ibu udah saya siapin.” Arum berdecak, siapa yang mau memakai seragam petugas makanan? dia akan memakai gaun dan berbaur dengan yang lain, sekalian dia menggoda Jean dengan punggung yang terbuka, siapa tau Tuhan berpihak padanya. Mengingat kemarin, Arum diusir dengan kasar setelah menawarkan diri menjadi partner seks Jean. Pria itu bahkan langsung memblokir nomornya, menyebalkan sekali memang. Kali ini Arum memakai gaun berwarna merah, dengan rambut disanggul hingga bahunya terekspos. Mengendarai mobil sendiri ke gedung itu, Arum masuk dengan mudah karena dia sudah mengenal penjaga yang dia temui saat survey. “Wah, cantik sekali Mbaknya. Nanti orang yang ambil makanan pasti bakalan oleg.” “Saya ke sini bukan buat jaga makanan, Pak. Mau join,” ucap Arum dengan kesal. Masuk ke ruangan itu dan melihat betapa kerennya orang orang berjas juga bergaun indah. Yang Arum dengar, acara intinya adalah Jean yang memamerkan kuasanya sebagai pengacara. “Daripada pesta kenapa gak syukuran aja di rumah,” gumamnya seperti itu. “Buang buang duit. Tapi gak papa deh, gue juga dapet duitnya.” Mengedarkan pandangan, hingga mendapati Jean yang tampak sangat tampan, Arum datang mendekat tanpa rasa malu. “Mas Jean,” panggilnya. Jean menoleh dan kaget. “Pasangannya, Pak?” tanya seorang wanita yang sebelumnya bicara dengan Jean, di sana ada tiga orang pria lainnya. “Bukan, dia kepala cathering di sini.” jean yang menjawab seperti itu. Dimana harga diri Arum? Kepala Catering? Menyebalkan sekali. “Tapi saya juga kuliah di fakultas hukum kok. Jadi sedikit banyak paham. Kenalkan, saya Arum.” “Salam kenal. Sedang cari relasi ya? nanti lulusnya mau jadi apa emangnya? Nanti saya bisa bantu kenalkan ke orang orang yang berpotensi,” ucap wanita itu dengan ramah. “Um, mau jadi pengacara, Bu.” “Pengacara? Suami saya juga pengacara. Ngobrol ngobrol yuk. Siapa tau punya otak bagus, nanti bisa direkrut sama suami saya. Ayok.” “Tapi… tapi…. Mas Jean juga pengacara kan? Mau sama dia aja. bu, mau sama dia, Bu.” Namun tangan Arum ditarik, dijauhkan dari jangkauan Jean. “Suami saya itu suka pinter nemuin anak anak berpotensi, apalagi yang fresh graduate kayak kamu.” “Mas Jean,” ucap Arum dengan tangan berharap digapai oleh pria itu. Jean memalingkan wajahnya datar. Dimana tiga orang temannya terkekeh melihat itu. “Ikan tuh, masa mau dianggurin. Mana masih muda.” “Mumpung lagi kosong, Jean. Daripada duet sendiri.” “anak anak,” ucap Jean. “Mayan lahh, semok gitu. Cakep juga, atau… butuh dorongan biar bisa gass?” Jean menyipitkan matanya. “Jangan pada macam macam, dia baru 22 tahun.” “Situ baru 36 kan? Cuma beda 14 tahun. Masih bisa nambah anak cewek.” “Pintu keluar sebelah sana,” ucap Jean pada temannya yang langsung dibalas tawa. “Coba kalau Juan di sini, pasti dia bakalan minta buat ambil itu ikan.” “Gak tertarik sama cewek satu spesies sama bininya Juan.” *** Acara formal dan intinya sudah selesai. Mereka yang sudah berumur pulang lebih awal. kini yang tersisa hanya teman-teman Jean yang masih betah, bahkan mereka masih terhitung jari. Perempuan di sini hanya tinggal Arum dan wanita tua yang memaksanya ikut tadi. “Ibu gak pulang? yang lain udah pada pulang. takutnya kena angin duduk kalau kemalaman.” “Ini mau kok. Kamu kalau udah sidang, langsung cuss ke kantor advokat suami saya ya. dijamin langsung dibimbing biar jadi anak buahnya.” Arum hanya tersenyum samar, malas sekali jadi anak buah, dia maunya hamil anak Jean. Saat wanita itu pergi, akhirnya Arum bisa menemui Jean. Tapi dia malu kalau datang ke sana, banyak teman temannya. Mana tidak ada wanita lagi. Bagaimana ya cara ke sananya? Mereka terlihat asyik. Arum sudah mau pulang, tapi dia belum menunjukan jurus godaannya pada Jean. “Bu Arum, ini bantuin kita gak? Angkutin barang? Ada problem sama mobil pick up nya.” “Haduh, baru aja gue mau jadi l***e,” ucap Arum kesal. Makanan makanan di sini juga sudah habis, hanya tersisa bagian pencuci mulut saja juga beberapa jenis alcohol. Jadinya Arum mengantar dulu anak buahnya ke bagian belakang gedung, barang barangnya kembali di bawa pulang. “Panggil mobil yang lain aja. daripada nunggu dibenerin bannya. Kalian ngantuk ‘kan? Udah pengen pulang kan?” “Hehehe, Ibu pengertian banget.” “Jangan deket deket. Nanti kuahnya kena saya lagi. Kan belum pamer,” ucap Arum persis seperti wanita yang baru saja datang bulan. “Ikuti telunjuk saya, simpen di sana heh! Jangan bantah ya! jangan diviralin juga! Kan saya gaji kalian 2 kali lipat hari ini!” “Siap, Bu.” Mengawasi anak buahnya ternyata membutuhkan waktu yang cukup lama. Sampai sudah lewat tengah malam, Arum terisak sendiri. “Pasti gue udah berubah jadi upik abu, pasti si Mas Jean udah ninggalin duluan.” “Makasih ya, Bu. Kami pergi dulu. besok pokoknya café udah aman lagi.” Arum menghela napasnya dalam, dia bersandar di tiang menatap kepergian mobil box itu. “Mbak?” “Ayam!” teriaknya kaget, menoleh dan mendapati pria yang sama kagetnya. “Maaf, Mas. ngagetin situ,” ucapnya malu, itu temannya Jean! “Gimana, Mas?” “Itu…. tau rumahnya Jean kan?” “Tau, kenapa emangnya?” “Jean mabuk. Bisa tolong anterin? Supirnya lagi diminta bantuin buat anterin teman yang lain soalnya parah.” “Oh gak papa,” ucap Arum dengan senyuman yang cerah. “Sama satu info lagi. Jean salah minum, malah minum yang ada potenzolnya,” ucap pria itu menggoda. “Pitonzol?” “Potenzol.” Wajahnya langsung datar. “Yang buat rangsang.” “Rangsang apa?” tanya Arum bingung. “Haduh, pantesan Jean gak mau sama situ, Mbak. Bawa ajalah dulu, nanti juga tau. Tuh anaknya tinggal sendirian di dalam.” Tanpa berkata apa apa lagi, Arum langsung melangkah ke sana dengan melompat lompat sesekali. “Mas Jean! Iam CUUUMMM!” Yang seketika membuat teman teman Jean langsung membeku. “Dia gak bisa bahasa inggris kali ya? pantesan si Jean ogah. Harusnya Cooming kan? Bukan c*m?” *** Arum baru sadar apa yang dikatakan oleh teman Jean kalau pria ini meminum obat perangsang. Jean dia bawa pulang, dengan Arum yang menyetir dan Jean yang duduk di sampingnya. Untungnya, di rumah itu hanya ada penjaga di depan saja. pembantu dan anak-anak sedang pergi ke Bandung. Jadi Arum dibantu membawakan Jean ke kamarnya. “Mang, gak papa istirahat aja lagi. Saya masih ada perlu, disuruh sama Mas Jean buat beresin beberapa hal.” “Oh iya siap, Mbak.” Orang ini juga sudah mengenal Arum karena pernah dibawa Ibu Putri ke sini. jadi, Arum dengan bebas bisa menatap Jean yang tertidur di atas ranjang. “Kok gak kerangsang? Apa gak normal?” arum bingung sendiri. Sampai dia melihat Jean yang terbangun dengan gelisah. “Ngapain kamu di sini?” pria itu setengah sadar membuka jasnya, terlihat mulai terganggu dengan efek obat tersebut. “Mas, aku ikut ke kamar mandi ya? gerah.” Arum tanpa rasa ragu pergi ke kamar mandi. Jean duduk gelisah di sana, panas dan pusing akibat alcohol. Sampai dia tidak tahan untuk mengguyur tubuhnya, dia sadar saat miliknya bangun. Teman temannya sudah membuatnya seperti ini. “Arum cepetan! Saya mau mandi!” “Masuk aja, Mas. gak dikunci kok.” “Cepetan! Kamu keluar!” “Bentar ih.” Arum keluar dengan rambut yang diikat dan wajah basah, bajunya juga terkena air. “Baju aku bas- aduhhh!” dirinya ditarik keluar, Jean masuk tergesa gesa ke kamar mandi. Di dalam sana, Jena bermain solo untuk membuat miliknya tidur lagi. Sayangnya, efek obat itu kuat sekali hingga bangun lagi, dan hasrat untuk menuntaskan dengan manusia semakin besar. “Sialan!” teriaknya keluar dari kamar mandi. Manik Jean membulat melihat Arum yang hanya memakai pakaian dalam saja. “Mas, baju aku basah. Aku pinjem baju ya? di sini lemarinya kan?” Arum berjalan dengan santainya, dia sengaja memancing Jean. Biar saja pria itu yang datang padanya. Benar saja, Jean yang dilingkupi kabut gairah. Dia mengikuti kemana langkah perempuan kurang ajar yang beraninya bertelanjang di depan matanya. Jean semakin ingin menghebcurkannya, jadi dia mendekat dan menahan tangan Arum yang hendak meraih pakaian. “Mas, lepasin. Sakit,” ucapnya saat Jean membalik tubuhnya hingga mereka berhadapan. Pria itu mendekat, menghimpitnya dengan dinding sambil menatap tajam. “Mas…. minggir…. Kamu mau ngapain.” Arum menahan napas saat Jean menjatuhkan wajah di ceruk lehernya. Arum mencoba berontak, padahal aslinya dia menahan suara dessahan dengan menggigit bibir bawahnya beberapa kali. “Mas! lepasin! Aku laporin nih! Jangan macam-macam!” “Bukannya kamu mau jadi partner tidur saya?” Yesss! Rencana Arum berhasil! Tuhan memang berpihak padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN