7. Bukan Kisah Lama

1568 Kata
“Satu satunya perempuan yang bisa buat aku jatuh cinta, cuma kamu, Key,” bisik Kenzo lirih. Kezia tak sanggup berkata kata setelah mendengar ucapan Kenzo barusan. Ia hanya mengerjabkan kedua matanya karena terlalu terkejut. Bukan karena kalimat yang di ucapkan oleh pria itu, tapi kenyataan tentang masih berlakunya kalimat itu untuk saat ini. Saat mereka sudah sepakat untuk menyudahi perasaan gila mereka. Ya. Ini bukan cerita baru bagi mereka berdua. Ini merupakan kisah lama yang mereka mulai sejak pernikahan kedua orangtua mereka, Ibu Kezia dan Ayah Kenzo. Sebuah cerita yang seharusnya tak pernah mereka mulai sebelumnya. Bukan perasaan jatuh cinta yang salah. Mereka hanya ‘jatuh’ di waktu yang salah. Kezia mengerjabkan kedua matanya untuk mencerna situasi yang terjadi saat ini. Ia lalu bangkit dari kursi. “Ehm, aku harus pulang,” ujarnya kemudian dengan suara bergetar. Tanpa menunggu respon dari Kenzo, perempuan itu berjalan ke arah ruang tamu, mengambil tasnya lalu pergi meninggalkan apartemen Kenzo. Ini salah. Mereka sudah berhenti dari kisah yang seharusnya tak perlu alinea selanjutnya untuk bercerita. Kisah mereka telah lama usai. Ini tidak benar. Ini harus dihentikan. Jadi Kezia memilih untuk menghindar. Atau perasaannya akan goyah. Lagi. Kenzo masih duduk di pantry dapur apartemennya. Ia memaku sejenak. “Ash, s**l,” maki Kenzo setelah tersadar. Pria itu secepat kilat berlari mengejar Kezia. Ia melihat Kezia baru saja masuk ke dalam lift. Beruntung sebelum lift benar benar tertutup, ia sempat menahan tangannya di celah pintu lift hingga pintu kembali terbuka. “Maaf, h h h” ujar Kenzo terengah engah. “Aku.. hhh melakukan kesalahan.” Kezia menatap Kenzo dalam diam. Tak mengelak jika perbuatan Kenzo tadi memang salah. Melihat Kezia hanya diam saja, Kenzo kembali bersuara. “Aku bodoh, Key. Seharusnya aku tidak melakukannya. Aku tahu kita tidak mungkin bersama. Seharusnya aku melupakan perasaanku sama kamu, seperti yang sudah kita sepakati sebelumnya.” Kenzo diam sejenak. “Aku janji hal ini tidak akan terulang lagi. Aku janji tidak akan...” “Aku mau kembali ke Amerika,” ujar Kezia memotong ucapan Kenzo. “A-apa?” Kenzo tak sanggup berkata kata. Ia diam sejenak, menggigit bibir bagian dalam. “Key, I’am sorry.” Kenzo masuk ke dalam lift, ia menggenggam tangan Kezia erat. Ia tak menyangka jika keadaannya akan menjadi kacau, bahkan sampai Kezia memutuskan untuk kembali ke Amerika. “Kamu tidak perlu menghindar karena kelakuan bodoh aku tadi,” bisiknya nelangsa. Lift bergerak turun. “Bukan karena kamu, Ken.” Kezia balas mengenggam tangan Kenzo. “Aku sudah memikirkan hal ini sejak putus dari Brian. Aku akan kembali ke Amerika dan memulai hidup baru di sana,” jelasnya kemudian. Kenzo terdiam. Ternyata, Kezia memang berniat untuk menjauh darinya. Sejak awal perempuan itu memang sudah menyerah. “Kenapa tidak di sini?” tanya Kenzo lirih. “Kamu juga bisa memulai hidup baru di sini, Key?” Tatapan Kenzo terlihat sendu. “Berada di sekitar kamu, tidak membuat aku bisa memulai hidup baru lagi, Ken,” bisik Kezia nelangsa. “Sulit untuk menahan perasaan kita, aku tahu itu karena aku juga merasakannya. Aku sudah mencoba mencari penggantimu, tapi tetap tidak bisa. Sampai akhirnya aku tahu, penyebabnya karena kamu masih ada di sekitarku.” Kezia menahan supaya airmatanya tidak tumpah. Ting! Lift tiba di lantai dasar. “Aku mencintaimu.” Kezia mengecup bibir Kenzo sekilas, lalu keluar dari lift setengah berlari. Kenzo terpaku di dalam lift. Hingga lift kembali ke atas ia tetap diam saja. Tidak bergeming sama sekali. Hatinya hancur, lebih dari sebelumnya. Kini kehilangan perempuan itu menjadi satu satunya cara yang bisa ia terima saat ini. “Ternyata selama ini, kita berdua sama sama terluka,” bisik Kenzo lirih. “Lalu sekali lagi, kamu memilih untuk meninggalkanku dan aku tetap dtidak bisa menahanmu, Key. Tidak, setelah aku tahu jika kita berusaha saling menyembuhkan luka masing masing. Meskipun dengan cara an tempat yang berbeda.” ***** Kezia memacu kendaraannya dengan kecepatan 80km/menit. Perasaannya semakin hancur setelah bertemu dengan Kenzo. Ia datang untuk terakhir kalinya, dengan dalih putus cintanya, berharap mereka akan berpisah secara baik baik. Tidak seperti dulu saat kali pertama ia melakukannya. “Ternyata ini jauh lebih berat,” bisik Kezia lirih, air mata jatuh tanpa bisa di tahan. “Kali ini jauh lebih sulit setelah usaha yang kita lakukan tak berhasil, Ken. Kenapa susah sekali untuk mengenyahkan perasaan kita? Kenapa?” Tangis perempuan itu semakin pecah. Mobil berbelok di tikungan Majapahit, kondisi jalanan sangat sepi, bahkan hanya ada mobil Kezia saja yang melaju di jalanan. Lampu lampu di pinggir jalan menjadi satu satunya yang menemani malam suram Kezia. “b******k!” Kezia berteriak sembari memukul kemudi mobilnya. Kezia kehilangan kontrol dan tidak sadar jika jalanan di depannya ada sebuah mobil yang berhenti. Ia sempat mengerem mobilnya di detik terakhir namun tak cukup cepat untuk menghindari tabrakan. Mobilnya menabrak bemper belakang mobil yang parkir di pinggir jalan itu. “Oh, My God,” desah Kezia terkejut. Ia segera keluar dari mobil, lalu mengecek mobil yang tadi ia tabrak. “Hei.” Perempuan itu mengetuk kaca depan mobil. “Argh, kepala gue.” Seorang pria keluar dari dalam mobil sembari memegang belakang kepalanya. Pria itu menyipitkan matanya, lalu menoleh ke arah Kezia dengan ringisan di wajahnya. “Kamu nggak apa apa?” tanya Kezia terlihat khawatir. Pria itu hanya diam. “Lo lagi ada masalah apa sih?” tanyanya kemudian. “Hah?” Kezia terlihat bingung karena kalimat pertama pria itu jutsru pertanyaan tentang dirinya. “Jalanan ini sepi.” Pria itu menunjuk jalanan yang memang sangat sepi. Hanya ada pohon di kiri jalan, juga lampu remang remang dengan jarak setiap 5 km. “Mobil gue parkir di pinggir.” Ia menunjuk mobil yang bagian belakangnya sudah rusak. “Lo kayaknya nggak dalam keadaan mabuk, jadi pasti Lo lagi punya masalah,” jelasnya kemudian. Kezia terdiam, ia menyadari jika kecelakaan ini sangat bodoh dan memalukan. “Okay, i’am so sorry,” ujarnya meminta maaf dengan tulus. “Aku... aku hanya hilang fokus saat mengemudi tadi.” “Hilang fokus Lo bisa menyebabkan hilangnya sebuah nyawa,” balas pria itu dengan nada tegas. “Maaf.” Sekali lagi Kezia meminta maaf. Pria itu terdiam sejenak, ia menyadari kegusaran di wajah Kezia. “Oke, dimaafkan,” ujarnya kemudian. “Aku akan mengantarmu ke rumah sakit,” ucap Kezia cepat. “No, its oke. I’am fine,” jawab pria itu menolak. “Mobilku yang perlu perbaikan.” Ia melirik mobilnya yang bemper belakang copot juga sein yang menggantung. “Ah.” Kezia lalu berlari ke arah mobilnya, ia mengambil sebuah kartu nama di dalam tasnya. “Ini kartu namaku, hubungi aku masalah ganti ruginya,” ujar Kezia sembari menyerahkan secarik kartu nama kepada pria itu. Pria itu menerimanya. “Kezia Prasaji,” gumamnya membaca nama Kezia. Ia lalu merogoh saku jasnya. Mengambil dompet, lalu menarik kartu nama dari sana. “Ini.” Ia memberikan kartu nama tersebut kepada Kezia. Kezia menerima kartu nama milik pria itu. “Ibrahim Alatas,” gumam Kezia. “Panggil gua Ibra,” ujar Ibra tersenyum ramah. Well, ia akan ramah pada wanita mana pun. Kezia hanya mengangguk. “Ehm, mau aku antar pulang?” tawarnya kemudian. “Sure.” Ibra mengangguk. “Mengingat sebenarnya mobilku parkir karena sedang mogok.” Ia menggaruk rambut belakangnya sembari tertawa kecil. “Oh, tapi tenang saja. Gue akan memisah biayanya.” Ia menaikkan satu alisnya ke atas. “Okay.” Kezia kembali mengangguk. “Gue telfon pihak bengkel dulu,” ujar Ibra sebelum sibuk dengan ponselnya. Kezia menunggu di samping mobil Ibra. Bersandar pada sisi mobil, menatap sepatu heels yang ia pakai. Juga tanah yang basah setelah hujan. “Bisa kita pulang setelah orang bengkelnya datang?” tanya Ibra setelah selesai menelfon. “Tentu saja. Aku sedang tidak sibuk,” jawab Kezia tersenyum tipis. Ibra hanya mengangguk, lalu berdiri di samping Kezia. Mereka berdua sama sama terdiam. Berdiri menyandar ke badan mobil, dengan tatapan ke arah tanah basah, genangan air di jalan dan juga pohon pohon di sekitarnya. Entah apa yang sedang mereka fikirkan. “Berat ya?” tanya Ibra tiba tiba. “Hah?” Kezia menoleh ke arah Ibra, ia tidak mengerti ucapan pria itu. “Masalah Lo, sampai Lo berat untuk membahasnya, hanya menghela nafas yang entah sudah ke berapa kali.” Ibra juga menoleh ke arah Kezia. Kezia diam, lalu kembali menoleh ke arah aspal yang basah. “Berat? Jatuh cinta... mungkin satu hal yang berat.” Perempuan itu kembali diam. “Nggak semua orang bisa menanggungnya.” “Atau semua orang bisa menanggungnya, tapi waktu dan keadaanlah yang membuat semuanya terasa berat dan manusia berhenti mengusahakannya,” balas Ibra. “Kalau begitu aku ada di posisi kedua,” ujar Kezia tersenyum miris. Ibra menatap wajah Kezia dari samping. “Mungkin memang dia bukan orang yang tepat.” Ia diam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Mungkin memang kalian tak berjodoh.” “Heh.” Kezia tertawa kecil. “Manusia itu naif ya?” Ia menoleh ke arah Ibra. “Sudah tahu tidak bisa, tapi tetap berusaha untuk membuatnya bisa.” “Bukan naif, Key, tapi pantang menyerah dan berusaha. Allah kan Maha membolak balikkan hati manusia. Kun faya Kun, apapun bisa terjadi,” balas Ibra bijak. Kezia terdiam mendengar ucapan Ibra barusan. “Mungkin Tuhanku hanya ingin kita menerima semuanya. Membiarkan umatnya lebih keras berdoa sesuai yang tertulis dalam kitab Injilnya,” ujarnya lirih. Ibra tersentak, ia lalu tersenyum. “Selalu ada Tuhan yang akan membimbingmu, Key. Percayalah.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN