6. Kenzo dan Perasaannya

1376 Kata
Kenzo memijat pelipisnya yang terasa pening, pria itu keluar dari dalam lift gedung apartemennya. Berbelok ke arah kiri, menelusuri lorong lalu berhenti di depan pintu apartemennya. Ia memasukan beberapa kode lalu membuka pitu setelah terdengar bunyi bip. Lampu menyala begitu Kenzo masuk ke ruang tamu. Ia menaikkan satu alisnya, menghela nafas lalu berjalan melewati sosok yang menunggu kedatangannya di ruang tamu apartemennya. “Kenzo!” panggil sosok itu karena Kenzo melewatinya begitu saja. Perempuan itu beranjak dari kursi lalu mengejar Kenzo masuk ke dalam kamar. “Aku tahu kita sudah putus, tapi...” “Kita nggak pernah putus, Med.” Kenzo memotong ucapan perempuan bernama Meda itu. Pria itu tengah memungguni Meda, melepas ikatan dasi yang membelitnya lalu melepas jas dan kancing di kedua lengannya. Pria itu menggulung lengan kemeja hitamnya sampai dibawah siku. Meda tersenyum kecil mendengar ucapan Kenzo barusan. “Jadi kita tidak putus?” tanyanya penuh harap. Kenzo berbalik ke arah Meda. “Maksudku... kita tidak pernah berada dalam ikatan yang mengharuskan kata ‘PUTUS’ untuk perpisahan kita,” ujarnya dingin. Meda terhenyak. “Ken, hubungan kita...” Perempuan itu membasahi bibirnya sekilas. “Kamu menyebutnya apa?” tanyanya lirih. “Entahlah.” Kenzo mengangkat bahunya tak acuh. Pria itu kembali mengacuhkan Meda, ia sibuk dengan ponsel di tangannya. “Kamu sendiri tahu hubungan seperti apa yang kita jalani selama ini. Bukannya kamu jauh lebih berpengalaman? Mungkin hubungan kita sama sebutannya dengan hubunganmu dan pria pria yang kamu temui di Paris.” Kenzo berjalan ke arah nakas untuk mengisi baterai ponselnya. Meda kembali terhenyak. “K-kamu... s-sudah t-tahu?” tanyanya terbata bata. “Tidak masalah,” ujar Kenzo santai. “Aku tidak berhak menghakimi perselingkuhanmu, nyatanya aku tidak berniat memilikimu seutuhnya.” “Kamu diam saja karena kamu tidak perduli.” Meda mengepalkan kedua tangannya di samping tubuh. “Aku diam saja karena ingin memberimu ruang,” balas Kenzo. “Aku tidak bisa menjanjikan komitmen atau apapun yang kamu harapkan sebagai perempuan. Jadi aku memberimu ruang untuk mencari pengganti...” Plak! Kenzo menadapat satu tamparan untuk perkataan kasarnya. Tangan Meda memerah karena tamparannya yang cukup keras. Tubuh perempuan itu bergetar menahan tangis. “Kamu tahu kalau kamu itu b******k, Ken,” ujar Meda. “Aku harap kamu tidak menjadi b******n di depan perempuan yang kamu cintai.” Meda mengambil jalan memutar, hendak pergi meninggalkan Kenzo. Kenzo hanya diam di tempatnya, tamparan Meda cukup kencang dan ia merasa pantas mendapatkannya. Sebelum mencapai pintu, Meda memutar badan kembali menghadap Kenzo. “Aku tidak berselingkuh, Ken, aku sedang mengemis perhatianmu. Kamu bahkan tidak repot bertanya siapa pria itu atau apa hubunganku dengannya setelah mengetahui apa yang terjadi di Paris. Ternyata memang hanya aku.... hanya aku yang mencintaimu, Ken.” Setelah mengatakan hal itu, Meda benar benar pergi dari hadapan Kenzo. Kenzo mengusap wajahnya kasar. Ia juga mengacak acak rambutnya hingga berantakan. “Seharusnya dari awal aku nggak pernah melibatkan kamu, Med,” bisiknya lirih. Kenzo lalu berjalan ke arah kamar mandi, ia ingin mengguyur tubuhnya dengan air dingin supaya fikirannya bersih. Pria itu menanggalkan seluruh pakaiannya, lalu masuk ke dalam bilik kotak transparan dan membiarkan angin dingin membasahi tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kenzo bukan pria yang suka mempermainkan hati perempuan. Dia bukan pemain yang sering gonta ganti pasangan. Dia hanya pria yang terkadang kesepian atas kesendiriannya. Sejak awal ia tak pernah menawarkan komitmen kepada Meda, ia hanya ingin menikmati waktu berdua di atas ranjang. Teman tidur yang bisa disentuh tanpa adanya komitmen menjanjikan di antara kedua pemainnya. Namun celakanya, hubungan mereka terlalu intens, arusnya terlalu deras hingga salah satu dari mereka terlibat dengan perasaan yang seharusnya tak boleh terjadi. Mungkin Meda bermaksud untuk memenangkan hati Kenzo, berpatok pada waktu yang bisa meluluhkan hati manusia. Nyatanya, hati Kenzo tetap dingin. Prinsipnya tentang relationship masih sama seperti dulu. Ia tak tertarik untuk berkomitmen dengan wanita, setidaknya untuk saat ini. Namun bukan berarti ia akan menampik perasaan asing yang ingin menetap di hatinya lagi. Kenzo tak menolak jika suatu saat ia akan jatuh cinta. Mungkin, Meda bukan orang yang bisa membuatnya merasa jatuh. Mungkin..... “Perempuan itu,” gumam Kenzo lirih. Ia mematikan keran air, lalu mengusap rambutnya ke belakang. Kenzo menatap wajahnya di depan cermin, butiran butiran air singgah di wajah tampannya. “Ah, konyol.” Kenzo menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak mungkin, perempuan itu. Tidak mungkin waktunya secepat ini. Aku bukan tipe orang yang akan jatuh cinta dengan waktu yang singkat,” ujarnya pelan. Kenzo lalu keluar kamar, tubuh atletisnya berjalan dengan santai menuju lemari di kamar mandi. Ia mengambil satu handuk lalu membalut tubuh bagian bawahnya dengan kain tersebut. Pria itu lalu mengambil handuk yang lebih kecil dan menggunakannya untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Kenzo keluar dari kamar hanya menggunakan handuk, ia berjalan ke arah dapur untuk mengambil minuman. Bip Bip Bip. Alis pria itu menyatu saat mendengar bunyi tanda ada yang masuk ke dalam apartemennya. Ia mendesah pelan, lalu berjalan ke arah ruang tamu tak perduli jika ia hanya menggunakan handuk yang bahkan hanya sebatas pinggang ke bawah. “Med, kalau kamu ingin membahasnya lagi, aku tidak bis...” Ucapan Kenzo terhenti setelah melihat wajah kakaknya muncul di balik pintu apartemennya. Perempuan yang berumur 3 tahun lebih tua dari Kenzo itu menatapnya tajam. “Siapa lagi perempuan yang datang ke sini dan minta pertanggungjawabanmu, Ken?” tanya Kezia sarkas. Kenzo memutar matanya malas setelah mendengar cibiran kakaknya barusan. “Pertanyaanmu seolah aku sering mendapatkan tamparan,” ucap Kenzo tak acuh. “Memangnya tidak?” tanya Kezia menyebalkan. Perempuan yang menggunakan baju kurang bahan itu berjalan melewati Kenzo menuju ke dapur. Kenzo menyipitkan matanya saat tak sengaja mencium bau alkohol dari tubuh Kezia. “Kamu mabuk.” Bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. “Sedikit,” sahut Kezia tak acuh. “Kenapa? Kali ini bagian kamu yang menampar b******n itu?” tanya Kenzo sarkas. Kezia melotot ke arah adiknya yang kurang ajar itu. “Tutup mulutmu!” makinya kemudian. Ia mengambil beberapa minuman kaleng dari dalam kulkas Kenzo. Ya memang hanya ada minuman di dalam kulkas pria itu. Kenzo kembali memutar mata saat melihat kakaknya berniat menjadikan tempat ini neraka yang penuh bau alkohol. Ia tak mengacuhkannya dan berjalan ke arah kamar berniat untuk berganti baju. Kezia menegak minuman kaleng dengan kadar alkohol tak mencapai 10% tersebut. Ia duduk di depan pantry yang mengarah langsung ke arah dinding kaca. Area fovorit Kezia jika ia sedang bersedih, selain mengganggu adiknya. Beberapa menit kemudian Kenzo keluar kamar lalu bergabung dengan kakaknya. “Dia selingkuh,” ujar Kezia tanpa diminta. “Bagus,” sahut Kenzo pelan. “Heh.” Kezia hanya mendecih. “Kali ini kamu nggak bilang aku bodoh,” imbuhnya kemudian. “Seseorang yang melakukan kesalahan lebih dari 3 kali itu, istilahnya lebih dari bodoh. Aku belum menemuka makian yang pas buat kamu,” oceh Kenzo menyebalkan. “Ck.” Kezia hendak marah, namun ucapan pria itu ada benarnya. Jadi ia hanya berdecak lalu menghela nafas lelah. “Kamu sendiri gimana? Putus sama Meda?” tanyanya mengalihkan topik. Kenzo tak langsung menjawab, ia mengambil satu kaleng minuman lalu meneguknya hingga separuh. “Kenapa semua orang berfikir kalau aku sama Meda pacaran?” tanyanya kemudian. “Emangnya kamu sering tidur sama perempuan yang bukan pacar kamu?” tanya balik Kezia. “Ada yang namanya One Night Stand, Key,” sahut Kenzo tak acuh. “Iya, tapi kamu nggak ngelakuin itu,” keukeh Kezia. “Kamu cuma tidur dengan satu perempuan. Bukannya itu artinya kamu nyaman dengan perempuan itu?” tambahnya kemudian. “Aku hanya ingin bermain aman. Tidak berganti ganti pasangan dan menyebabkan penyakit kelamin atau hal hal rumit lainnya.” Kenzo mengedikkan bahunya tak acuh. “Gimana kamu bisa yakin kalau Meda juga bersih?” tanya Kezia menantang. “Kita rutin cek tiap minggu,” sahut Kenzo. “Lagipula, Meda bukan perempuan murahan,” imbuhnya kemudian. Kezia menoleh ke arah Kenzo. “Kamu pernah nggak, sekali saja merasa jatuh cinta pada Meda?” tanyanya kemudian. “Tidak.” Kenzo menggeleng dengan tegas dan yakin. Pria itu menatap balik Kezia dengan kedua iris jelaganya. Kedua mata mereka bertemu, seolah olah bercerita tanpa suara. Lalu tiba tiba saja Kenzo mendekatkan tubuhnya ke arah Kezia, ia mengecup bibir perempuan itu cukup lama. “Satu satunya perempuan yang bisa buat aku jatuh cinta, cuma kamu, Key,” bisik Kenzo lirih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN