41. Bintanghulu

1256 Kata
Selepas kepergian Lusi dan Han Shuo, Erina pun kembali menutup pintu apartemen. Memang keadaan menjadi sepi sehingga gadis itu memutuskan untuk masuk ke dalam. Akan tetapi, tatapannya langsung mengarah pada Alvaro yang terlihat sedang mengamati Cherry. “Kenapa, Kak? Lo mau pulang juga?” tanya Erina menghampiri Alvaro yang terlihat menoleh menatap dirinya. “Iya. Besok gue juga masih ada rapat buat pembangunan hotel,” jawab Alvaro tersenyum paksa. Sejujurnya, kalau tidak mengingat dirinya membawa Cherry, mungkin Alvaro akan memutuskan untuk menginap saja di apartemen Erina. Sebab, ia sangat merindukan gadis itu, sampai terkadang membuatnya frustasi sendiri. “Bener, Kak. Udah terlalu malam juga buat Cherry pulang,” ucap Erina membenarkan perkataan lelaki itu. “Atau enggak, kalian berdua menginap saja di sini? Lagi pula gue masih memiliki dua kamar kosong.” Secerah mentari pagi, perasaan Alvaro mendadak berbunga-bunga mendengar perkataan Erina. Bahkan pikirannya mulai melayang jauh, membuat gadis itu langsung menoyornya pelan. “Jangan berpikiran aneh, Kak. Gue sama lo beda kamar,” sinis Erina membuat Alvaro mendengus kesal. “Kenapa enggak disatuin aja, Na? Bukannya menjadi irit?” “Heh! Yang jagain Cherry di bawah siapa? Kamar gue ada di atas.” “Emangnya kamar yang di bawah kenapa?” “Belum dibersihin aja, tapi kalau lo mau, gue bisa bersihin malam ini.” “Jangan, deh. Mendingan irit tenaga dan pikiran, gue sama lo satuin aja.” “Enggak!” tolak Erina cepat sembari menatap Alvaro tajam. Entah kenapa tatapan itu malah membuat Alvaro semakin gencar ingin terus menggoda gadis polos di hadapannya. Ia merasa kalau Erina masih sama seperti dulu. Polos. “Ayolah, Na. Gue beneran tidur. Asli enggak bohong,” ucap Alvaro dengan wajah memohon, membuat Erina terdiam sejenak. Sejujurnya, gadis itu sangat ragu untuk membawa Alvaro menginap di sini. Akan tetapi, melihat Cherry yang tertidur sangat pulas memang tidak ada salahnya. Lagi pula mereka berdua justru merasa terbantu dengan adanya Erina. Karena bisa mengurus beberapa kepergian Cherry yang tidak diketahui Alvaro. “Tapi, lo bener-bener tidur, ‘kan Kak?” tanya Erina lagi. Kali ini terdengar meyakinkan membuat Alvaro langsung mengangguk cepat. “Tentu saja. Kita berdua hanya tidur,” jawab Alvaro tegas. Seakan menandakan kalau lelaki itu bersungguh-sungguh dengan perkataannya sendiri. Akhirnya, malam itu Alvaro dan Erina pun tidur di dalam satu kamar. Namun, mereka memang berada di kamar yang sama, tetapi tidak bersatu di tempat tidur. Aneh memang, padahal yang paling gencar meminta menginap adalah Alvaro sendiri. Akan tetapi, lelaki itu malah memutuskan untuk tidur di sofa, lalu membiarkan Erina tertidur di kasurnya sendiri. Beberapa jam berlalu, diantara mereka berdua tidak ada yang tertidur, atau mungkin lebih tepatnya tidak ada yang mengantuk. Padahal esok pagi mereka berdua harus kembali bekerja, tetapi sampai selarut ini belum juga tertidur. “Uhm ... Kak!” panggil Erina menatap langit-langit kamarnya. Seakan gadis itu tengah berbicara pada stiker bintang yang ia pasang sore tadi. Tepat ketika dirinya pulang dari kantor. Alvaro yang masih terjaga pun menyahut panggilan Erina dengan berdeham pelan sembari tatapannya terus mengarah pada langit kamar berwarna putih bersih. Sayangnya, lampu kamar telah mati sehingga mereka hanya disinari oleh cahaya bulan meringsek masuk melalui jendela kamar yang disengaja untuk terbuka lebar. “Gue kok enggak bisa tidur, ya!” seru Erina mengacak rambutnya kesal, lalu mendudukkan diri sembari menoleh ke arah Alvaro yang masih setia berbaring di tempatnya. “Tidur, Na. Besok lo harus kerja,” titah Alvaro lembut, tetapi hal tersebut sama sekali tidak memberikan efek bagi seorang gadis berpiyama berwarna merah itu. Bahkan dengan santainya Erina malah turun dari tempat tidur, lalu kembali menyalakan lampu kamar. Tentu saja hal tersebut membuat Alvaro yang tidur tepat di bawah lampu langsung kesilauan sehingga lelaki itu ikut terduduk sembari menyipitkan matanya, menetralkan cahaya masuk secara paksa. “Fiks, gue enggak bisa tidur!” putus Erina kembali memakai sandal rumahannya, lalu melenggang pergi keluar dari kamar. Alvaro yang melihat hal tersebut pun bangkit, dan mengejar langkah Erina menuruni tangga satu per satu. Gadis itu melangkah tanpa suara, padahal Cherry masih berada di dalam kamar, jadi mustahil kalau mendengar suara langkahnya. “Sudahlah, Cherry itu susah sekali bangun dari tidurnya. Bahkan dia terlihat seperti orang yang pingsan,” ucap Alvaro meraih pergelangan tangan Erina, lalu membawanya turun ke bawah dengan santai tanpa mengendap-ngendap seperti tadi. “Benarkah?” tanya Erina mengernyitkan keningnya tidak percaya. “Tentu saja, gue enggak bakalan bohong sama lo, Na,” jawab Alvaro tersenyum geli, dan membawa gadis itu ke dapur kecil yang berada tidak jauh dari tangga. Kemudian, lelaki itu terlihat mendudukkan Erina di salah satu kursi mini bar, sedangkan dirinya malah melenggang ke arah lemari pendingin, dan meraih salah satu benda yang ada di sana. Ternyata benda tersebut adalah s**u dan beberapa potongan buah segar di dalam kaleng. “Mau ngapain lo, Kak?” tanya Erina penasaran saat melihat Alvaro mulai menyalakan kompor. “Gue mau bikin Bintanghulu,” jawab Alvaro sembari meletakkan panci teflon yang berisikan sedikit air di atas kompor menyala sedang. “Lo tahu enggak sih, Na? Manisan zaman dulu yang bentuknya mirip sate.” Seketika Erina mengingat salah satu manisan yang pernah ia makan ketika berjalan-jalan di Beijing bersama Lusi. Saat itu, dirinya memang tidak sengaja membeli beberapa jajanan tradisional yang dijual di pinggir jalan. “Iya, tahu. Dulu gue pernah beli itu waktu nemenin Lusi ketemu keluarganya. Ternyata lo juga tahu, Kak?” “Jelaslah gue tahu, karena tinggal di sini enggak sebentar doang. Jadi, sedikit banyak gue pernah mengelilingi negeri yang kaya akan bambu ini.” Dengan gerakan cekatan, Alvaro mulai memasukkan gula pasir yang ia temukan di dalam toples tepat di lemari tempat makanan cadangan. Tentu saja air yang di dalam panci itu harus mendidih, agar gulanya dapat larut dalam sekejap. Sembari menunggu gula tersebut mengental, Alvaro pun mulai menusuk satu per satu buah yang ada di dalam kaleng itu. Membentuk sebuah sate yang ia sering dilihat ketika berada di Bekasi. Meskipun tidak sedikit ia menemui banyak tukang sate khas Indonesia, tetapi tidak seenak ketika makan di tempatnya langsung. Setelah dirasa cukup, Alvaro pun mulai memasukkan satu per satu tusukan buah itu ke dalam panci yang berisikan gula kental. Tak lupa dirinya membaluri hingga ke ujung buah, agar semuanya terbaluti manisan dengan rata. Sedangkan Erina yang sejak tadi melihat keterampilan Alvaro pun sesekali tertawa, tentu saat lelaki itu tanpa sengaja menyentuh panci panas tersebut. Membuatnya mengibas-ngibaskan tangan sembari meniup pelan. “Ini dia! Manisan bintanghulu ala Alvaro sudah siap!” seru Alvaro memberikan piring yang berisikan beberapa bintanghulu di atasnya. “Wah, gue cobain dulu ya, Kak!” balas Erina meraih satu tusuk buah yang terlihat sangat menggoda tersebut, lalu menggigitnya sedikit kencang. Sebab, manisan ini memanglah sangat keras, tetapi tentu saja sungguh enak. Menurut Wikipedia, Tanghulu atau bintanghulu merupakan manisan buah tradisional China. Manisan ini biasanya tersedia di berbagai kota, seperti Beijing, Tianjin, dan Shanghai. Manisan buah ini disajikan dengan cara ditusuk batang bambu yang panjangnya sekitar 20 cm. Makanan ringan ini dapat ditemukan di sepanjang jalanan di Beijing yang dikhususkan untuk menjual makanan ringan, yaitu Wangfujin. Atau penjualnya terkadang menjual dari pintu ke pintu. Tanghulu memiliki lapisan gula yang keras, karena dicelupkan ke dalam sirup gula. Namun, sekarang juga ada yang dicelupkan ke dalam cokelat atau ditaburi wijen. Biasanya, buah yang digunakan adalah hawthorn China, tetapi sekarang juga bisa digunakan dengan berbagai buah lain, seperti tomat, cery, jeruk mandarin, stoberi, blueberry, nanas, buah kiwi, pisang, atau anggur. Akan tetapi, untuk buah yang tadi digunakan Alvaro adalah buah anggur berwarna hijau sehingga ia tidak perlu memotongnya. Karena buah tersebut sudah pas untuk ditusukkan ke dalam bambu lancip tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN