Sesosok lelaki tampan berpakaian jas formal berwarna hitam dengan dasi kupu yang melekat indah di seputar leher tegasnya. Wajahnya dihiasi dengan dahi lebar nan mulus, lalu sepasang alis yang tebal dengan kedua bola mata abu-abu indah. Melenggang masuk ke dalam diikuti dengan sesosok gadis cantik berpakaian gaun berwarna purple.
Mereka berdua berjalan beriringan bagaikan sepasang kekasih yang membuat siapa pun melihatnya merasa terpukau sekaligus terpana. Andai saja mereka pasangan dunia nyata, mungkin akan membuat Lusi menangis histeris meratapi nasibnya yang sangat tragis. Karena sejak tadi gadis itu terus menatap Han Shuo dengan pandangan memuja.
“Ternyata gebetan kamu tampan juga,” bisik Erina tepat di telinga Lusi.
“Apa yang kau katakan, Nana,” balas Lusi tersenyum malu dan terus menatap Han Shuo yang ternyata duduk tepat di hadapannya.
Erina mendelik terkejut saat lelaki tampan itu menatap mereka berdua dengan alis terangkat, lalu tatapannya terpaku pada Lusi yang masih bergeming menatap lelaki itu. Sedangkan Erina yang melihatnya hanya menyenggol lengan Lusi, membuat sang pemiliknya tergagap bingung dan langsung menatap dirinya.
“Kenapa, Nana?”
“Tadi Han Shuo melihat ke arahmu terus,” jawab Erina menatap lurus ke depan.
Lusi mengerutkan keningnya bingung, dan mengikuti Erina yang mulai berfokus pada layar hitam di depannya. Ia dapat mencium parfum lelaki itu yang masih sama seperti dulu. Bahkan ketika mereka bertemu saat membicarakan naskah, Han Shuo lebih banyak diam. Namun, tidak dengan sekarang. Entah kenapa ia merasa kalau lelaki itu sesekali melirik ke arahnya.
Tanpa sadar film yang mereka nikmati pun selesai, membuat Erina merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal, lalu menatap Lusi yang masih terpaku pada layar hitam tersebut.
“Udah selesai, Lus. Kamu sedang melihat apa?” tanya Erina penasaran.
“Tidak ada,” jawab Lusi tersenyum lebar dan mulai merapikan penampilannya yang kusut akibat terlalu lama duduk.
“Kamu mau minta foto dulu atau langsung keluar?”
“Malu aku, Na.”
Erina memutar bola matanya malas, lalu menarik ujung jas Han Shuo yang berdiri tegak membelakangi mereka. Tentu saja lelaki itu langsung memutar tubuhnya tepat menghadap mereka, lalu mengangkat alis tebalnya bingung.
“Maaf, bolehkah kami meminta foto sebentar?”
“Boleh.” Han Shuo tersenyum ramah membuat Erina mengangguk singkat dan mulai menggandeng Lusi untuk keluar dari kursi.
Mereka berdua pun tepat berada di hadapan Han Shuo, membuat tubuh menjulang tinggi itu seperti tameng bagi kedua gadis yang tingginya hanya sebatas telinga dan dagu lelaki itu.
“Sana! Katanya kamu ingin berfoto dengan gebetanmu,” ucap Erina tanpa tahu malu sembari mendorong tubuh Lusi ke depan.
Akan tetapi, siapa sangka kalau perbuatan itu malah membuat Lusi menginjak karpet merah yang menggelembung ke atas, sehingga high heelsi-nya tersangkut. Tentu saja hal tersebut membuat Lusi memasang muka temboknya di hadapan Han Shuo.
“Kemarilah!” titah Han Shuo tersenyum ramah.
Lusi menggeleng pelan kepada Erina yang mendelik kesal.
“Dia malu itu, Kak!” ucap Erina dengan mulut kompornya.
Han Shuo tertawa pelan dan menghampiri Lusi yang masih terdiam di tempatnya. Akan tetapi, saat lelaki itu menarik pelan lengan Lusi, tiba-tiba gadis itu malah kehilangan keseimbangannya, membuat tubuh ramping tersebut menabrak d**a bidang yang terjatuh bersamaan di atas karpet merah. Semua pasang mata yang ada di sana sontak mendelik tidak percaya, bahkan Erina yang berada tepat di depan mereka hampir menjatuhkan rahangnya. Sebab, Han Shuo dan Lusi terjatuh dengan posisi yang sangat sempurna dengan bibir keduanya saling menyatu satu sama lain.
Namun, salah satu wanita dewasa yang Erina tahu itu adalah manager pribadi Han Shuo langsung memperbaiki keadaan dan mengatakan bahwa ini murni kecelakaan, lalu meminta para penggemar dan awak media untuk tidak meliputnya.
Sedangkan Erina sibuk memanggil-manggil Lusi yang masih bertahan pada posisinya, sama sekali tidak terusik akan kegaduhan yang ada. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung melemparkan mantel hijau milik Lusi hingga menutupi keduanya.
“Maaf, semuanya! Kami tidak bermaksud untuk merusak acara besar ini, tetapi ini murni kecelakaan. Tolong mengerti, ya?” pinta Erina meringis pelan saat salah satu kamera mengarah tepat di hadapannya.
Salah satu awak media terlihat tidak percaya saat Erina mengatakan itu. Lalu, mulai mengarahkan kameranya tepat pada wajah Erina.
“Lalu, ada hubungan apa Anda dengan gadis yang kini bersama Han Shuo?”
“Kita berdua rekan kerja di perusahaan yang sama.”
“Lalu, kenapa Anda bisa ada di sini?” tanya salah satu peliput acara bertubuh besar.
“Kami berdua menghadiri gala premiere,” jawab Erina tersenyum ramah. Ia sendiri bingung harus bersikap apa, karena ini adalah pertama kalinya ia diliput oleh banyak kamera.
Akan tetapi, ia merasakan sebuah gerakan lembut yang menarik dirinya keluar dari kerumunan para manusia kepo itu. Sebuah tangan besar dengan jam tangan yang sangat ia kenal. Lelaki itu terlihat membawa dirinya ke salah satu sudut ruangan yang sepi.
“Lo enggak apa-apa, Na?” tanya Alvaro cemas menatap wajah Erina yang masih terkejut.
“Lo kenapa bisa ada di sini, Kak?”
Bukannya menjawab, Erina malah berbalik tanya pada Alvaro. Walaupun ia tahu wajah lelaki itu terlihat cemas sekaligus kesal.