Tidak akan ada seorang anak yang menginginkan keluarga hancur berantakan. Apalagi hanya sekedar mengejar harta dan warisan. Sebab, seharmonis apa pun sebuah keluarga akan tetap berantakan demi mempertahankan sebuah warisan yang ternilai cukup tinggi.
Namun, semua itu sama sekali tidak berlaku pada seorang gadis yang baru saja kembali dari sekolah. Ia terlihat sangat lesu dengan buliran keringat memenuhi dahi mulusnya. Seorang gadis yang masih lengkap dengan baju tegi itu terlihat merebahkan tubuh di atas tempat tidur sembari menatap langit-langit kamar.
Akan tetapi, telinganya langsung mendengar sebuah perdebatan yang cukup keras dari luar. Tentu saja hal tersebut mengundang rasa penasaran gadis tersebut sehingga memutuskannya untuk bangkit dan mulai meneliti yang ada di luar sana.
Seketika tatapan terkejut itu terpancar dengan jelas saat kornea cokelat terang dari matanya melihat pertengkaran dari seseorang yang sangat ia hormati. Mereka tampak berdebat sampai-sampai beberapa furniture rumah menjadi sasarannya.
“Mah, ada apa ini?” tanya Akira mulai melangkah keluar dari kamarnya sendiri.
Mendengar suara seseorang yang ada di belakang membuat pasutri itu langsung membalikkan tubuh, lalu menatap kesal sekaligus geram pada sesosok gadis polos bernama Akira Khanzarumi.
“Ada apa kamu bilang!?” bentak Khansa mendelik tidak percaya, lalu dengan ringan tangan yang selama ini mengusap tubuhnya mulai berlaku kasar.
Wanita cantik nan anggun itu melayangkan sebuah pukulan yang cukup menyakitkan. Apalagi sore ini Akira baru saja menyelesaikan latihan karate sehingga tubuhnya belum terlalu pulih dari tenaga.
Sontak Akira langsung berkaca-kaca menatap Khansa yang masih berapi-api. Seakan dirinya baru saja melakukan kesalahan fatal.
“Sakit, Mah,” keluh gadis itu memegangi lengannya sendiri.
Tentu saja pukulan itu sangat terasa di tubuhnya yang masih sangat lelah. Bahkan ia mulai merasa kalau semua tulangnya seakan rontok satu per satu.
“Emang kamu pantes diginiin,” kecam Khansa tidak punya hati, lalu melenggang pergi dari sana.
Sepeninggalnya Khansa yang entah ke mana, Akira pun mulai mengalihkan perhatian pada lelaki tampan nan berkharisma. Lelaki itu tampak menaik-turunkan dad* bidangnya seiring dengan tatapan membunuh menatap ke segala arah.
“Yah,” panggil Akira pelan membuat lelaki itu hanya melirik dirinya sekilas, lalu ikut melenggang pergi dari sana.
Tidak ada yang tahu kalau sebenarnya perasaan Akira mulai tersakiti melihat kedua orang tua sama sekali tidak memedulikan dirinya. Akan tetapi, ia juga tidak bisa berbuat apa pun, selain pasrah dan terus menerima semua perlakuan itu dengan lapang d**a sampai dirinya akan memutuskan untuk lelah.
Dalam kesendirian itu, Akira hanya bisa menangis dalam diam dan meratapi semua masalahnya yang tidak kunjung selesai. Atau mungkin ia sendiri tidak tahu masalah apa itu sehingga untuk menyelesaikannya saja butuh waktu panjang.
Setelah itu, Akira pun membalikkan tubuh dan kembali ke kamarnya sendiri untuk menenangkan hari dan segala pikiran yang sempat kalut bersama dengan kemarahan orang tua. Padahal ia sendiri tidak tahu apa yang telah membuat kedua orang tuanya marah besar.
Terkadang Akira merasa tidak adil dengan kehidupan yang ia jalani selama ini. Seakan Sang Pencipta selalu saja memberi cobaan kepada dirinya dengan sangat kejam. Walaupun belum terbesit rasa ingin bunuh diri, tetapi semua ini cukup membuat mentalnya breakdance. Apalagi memergoki kedua orang tuanya yang bertengkar hebat tadi.
“Apa hidup gue selalu enggak adil? Ya Tuhan, kenapa selalu saja seperti ini?” tanya Akira menangis dengan pilu menghadap cermin rias yang ada di dalam kamarnya sendiri. Menatap wajah cantiknya yang mulai dibanjiri oleh air mata. Seakan-akan air itu malah mengolok dirinya agar tetap kuat.
Jarang sekali Akira terlihat kalut sekaligus bersedih seperti sekarang ini. Karena biasanya ia terlihat kuat, meskipun banyak sekali cobaan dan rintangan yang selalu menghadang di depan sana.
Tanpa sadari gadis itu mulai menelisik tiap lekuk dari wajah cantiknya yang dikenal seperti bayi. Memang tidak ada yang salah kalau banyak sekali lelaki mengejar hatinya. Karena terlihat dari wajah saja sudah sangat cantik, sebab gen bagus dari kakek dan kedua orang tuanya mengalir kental sehingga menjadikan Akira sebagai sesosok gadis lugu nan polos.
Namun, penolakan itu seakan tidak berfungsi bagi Alvaro yang belakangan ini mulai mengisi hari-hari kosong Akira. Bahkan beberapa kali lelaki itu terlihat ingin dekat dengannya sampai tidak memedulikan banyak sekali gerutuan dari kakak kelas yang tidak suka terhadap Akira.
Akan tetapi, Akira sama sekali tidak peduli. Lagi pula di sekolah itu tidak ada yang berani pada dirinya, karena menyandang sebuah predikat cukup mematikan, Dewi Perang. Entah sudah berapa tahun Akira mulai terbiasa dengan sebutan tersebut.
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan hubungannya bersama lelaki itu. Meskipun beberapa kali ia menghabiskan waktu untuk berkencan di Wisata Kuliner. Sebuah hobi aneh yang dimiliki oleh seorang gadis.
Jika kebanyakan dari mereka tidak menyukai makanan, maka Akira yang sebaliknya. Ia bahkan tidak memedulikan berat badannya naik saat memakan makanan dalam porsi sangat besar. Sebab, yang ia pentingkan adalah perut kenyang, maka hati pun senang. Tidak ada yang lebih bahagia selain hal itu.
Tanpa sadar hobinya itu sudah mempengaruhi Alvaro dalam berbagai aspek. Bahkan tanpa ia sadari, lelaki itu diam-diam mulai mempelajari banyak sekali menu makanan hanya untuk memberikan dirinya makan. Meskipun pada akhirnya ia harus segera berpisah. Karena Alvaro harus mengejar impiannya di negeri orang dan meninggalkan Erina yang harus bangkit memperjuangkan dirinya sendiri tanpa ada bantuan dari siapa pun.
“Meow, meow.”
Sejenak Erina tersenyum geli saat mendengar panggilan manja dari arah belakang tubuhnya, membuat gadis itu langsung membalikkan tubuh dan menggeleng tidak percaya melihat seekor kucing Persia yang sangat gembul melangkah dengan manis ke arahnya.
“Pushy, sedang apa kamu di sini? Apa kamu lapar?” tanya Akira menggendong kucing gendut yang sangat pemalas itu.
Seakan mengerti apa yang dikatakan oleh pemiliknya, Pushy menenggelamkan wajahnya pada tubuh Akira dengan nyaman. Tentu saja hal tersebut mengundang rasa geli bagi seorang gadis yang sangat menyukai kucing pemberian Kakek Hasbi saat dirinya berulang tahun kemarin.
Tentu saja ia sangat menyukai hewan berbulu tebal itu, selain manja Pushy juga sangat mandiri. Bahkan kucing itu dengan otak cerdasnya mau buang air ke kamar mandi sendiri tanpa harus Akira yang repot untuk membersihkan kotoran tersebut.
"Baiklah, Pushy. Aku tidak ingin kamu mati kelaparan, jadi izinkan aku untuk melihat stok makananmu yang sudah berkurang itu. Sepertinya akhir pekan ini kita harus berbelanja kebutuhan, agar tidak kehabisan," celoteh Akira setengah bercanda pada kucing gembul miliknya.