Setelah melakukan permohonan konyol yang sering ia lihat diberbagai film, Erina pun menjauhi air mancur cantik itu dengan senyum mengembang. Sedangkan Alvaro hanya menggeleng takjub melihat perubahan suasana hati gadisnya yang cepat sekali berubah.
“Habis ini mau ke mana?” tanya Alvaro mensejajarkan langkah kaki mereka berdua.
“Uhm ... gimana kalau ke Sungai Huangpu, Kak? Aku udah lama banget enggak ke sana lagi. Sejak jadi editor yang kerjaannya menyunting naskah,” jawab Erina diakhiri dengan dengkusan pelan.
“Boleh. Lagi pula hari ini Bang Dzaky pulang. Jadi, dia yang bakalan jemput Cherry di sekolah.” Alvaro pun menyetujui permintaan Erina, dan mulai menggenggam jemari gadis itu erat. Seakan ia tidak ingin melepaskannya dalam keadaan apa pun.
Diam-diam Erina yang melihat hal tersebut hanya tersenyum merona. Dengan semburat merah mewarnai kedua pipinya. Tentu dengan perlakuan manis itu sudah mampu membuat Erina merasa sangat malu, karena selama ini Alvaro tidak pernah menggambarkan rasa sukanya hingga terjadi di hari ini.
Sejenak Erina berharap kalau waktu akan berdetak begitu lama. Ia tidak ingin berpisah dengan seorang lelaki yang pernah membuat dirinya merasa sangat bahagia. Dunia yang awalnya ia rasa tidak adil, menjadi tempat Erina ingin hidup lebih lama. Hanya karena seorang lelaki bernama Alvaro Kenzi Aryasatya.
“Erina,” panggil Alvaro pelan membuat gadis itu langsung kembali tersadar.
“Kenapa, Kak?”
“Lo bener-bener enggak ada yang mau diceritain sama gue?” tanya Alvaro dengan nada sedikit ragu.
Erina terdiam membisu. Sejujurnya, ia bukan tidak ingin bercerita. Akan tetapi, rasanya ada hati yang terus mengganjal jika dirinya kembali merahasia hal ini.
“Nanti, Kak. Kalau gue udah tenang,” jawab Erina tersenyum membuat Alvaro mau tak mau harus menghormati permintaan gadis itu.
Sebab, bahagianya Erina adalah kepentingan bagi Alvaro. Tidak ada yang lebih ia pentingkan, selain gadis itu. Meskipun ia sendiri tidak tahu apakah yang dirasakannya ini sama seperti Erina atau tidak. Karena dari pertemuan pertama Erina belum juga mengatakan yang sejujurnya.
Sedangkan Erina yang baru saja mengecewakan Alvaro. Gadis itu terlihat diam sembari menatap punggung kokoh yang selama ini sudah melindungi dirinya dalam keadaan apa pun. Tidak ada yang pernah mementingkan dirinya seperti ini, selain lelaki itu.
Entah harus bersyukur seperti apalagi dirinya telah memiliki lelaki seperti Alvaro. Mencintai dirinya dengan tulus tanpa ingin meminta balasan apa pun.
“Akira,” gumam seseorang dari arah belakang membuat sepasang kekasih yang baru saja melintas dari arah berlawanan itu pun terhenti.
Namun, tubuh sang gadis yang baru saja merasa terpanggil itu menegang. Seakan ia baru saja ketahuan mencuri sesuatu dari orang lain.
“Akira, apa itu lo?” tanya seseorang lagi membuat sang gadis yang masih membelakanginya perlahan berbalik.
Seketika Erina hampir saja melepaskan jantungnya dari tempat ketika melihat seorang gadis, ralat seorang wanita tengah menggendong anak kecil. Wanita yang selama ini ia rindukan, kini benar-benar berada tepat di depan matanya.
“Ulya,” balas Erina setengah berbisik.
Akan tetapi, Ulya masih mampu mendengarnya membuat wanita itu langsung berlari memeluk sepupu yang selama ini dikabarkan menghilang tanpa jejak. Dan kini, benar-benar berada tepat di hadapannya bersama seorang lelaki yang sangat ia kenali.
“Lo apa kabar, Ra? Gue enggak nyangka banget bisa ketemu lo lagi di sini. Gue bener-bener frustasi pas tahu lo menghilang tanpa kabar,” tanya Ulya dengan derai air mata bahagia membasahi pipinya, lalu mengusap wajah Erina dengan penuh kasih sayang.
Erina yang merasakan hal sama itu pun ikut menangis. Ia terharu sekaligus tidak percaya bisa bertemu dengan Ulya lagi. Setelah dirinya mendapat kabar bahwa salah satu putri konglomerat kaya di China menikah dengan biliuner dari Jakarta.
“Astaga, lo baik-baik aja ‘kan selama ini?” tanya Ulya lagi. Seakan pertanyaan tadi belum puas ia lontarkan.
“Seperti yang lo lihat, gue baik-baik aja kok,” jawab Erina tersenyum, lalu menatap bayi perempuan yang ada di gendongan wanita itu. “Ini anak lo? Sama siapa? Kak Zulfan?”
“Iya. Parah banget lo tahu gue nikah, tapi enggak mau datang,” keluh Ulya mengerucutkan bibirnya.
“Bukan enggak datang,” balas Erina menggantung.
“Terus?”
“Sebenarnya, gue udah buatin kado untuk lo. Ingat enggak, yang kado besar tanpa nama? Itu kado dari gue,” sambung Erina tertawa pelan membuat Ulya seketika mengernyitkan keningnya bingung.
“Tunggu, jadi lo yang ngirim semua keperluan pernikahan gue?” tanya Ulya.
Dengan cepat Erina pun mengangguk membuat sang wanita itu langsung mendelik tidak percaya. Ia memang lebih tidak percaya lagi kalau selama ini dirinya telah diperhatikan, meskipun kasatmata.
“Wajar juga kalau lo enggak tahu, Kak,” ucap Erina tertawa pelan, lalu melepaskan pelukannya sembari menatap Ulya senang. “Oh ya, lo di sini sendirian? Kak Zulfan mana?”
“Suami gue sibuk banget, Ra. Padahal hari ini dia udah janji buat ngajak kita berdua jalan-jalan. Tapi, tadi udah dapat telepon dari kantor. Akhirnya, gue mutusin buat pergi sendirian,” keluh Ulya membuat Erina langsung mengangguk pelan.
Setelah itu, keduanya kembali terdiam sampai tiba-tiba suara telepon dari Ulya memecahkan keheningan membuat wanita itu langsung memisahkan diri. Tentu saja Erina yang menyadari perbuatannya sendiri pun melesat pergi dari sana. Memang tidak seharusnya ia bersikap seperti tadi.
Sedangkan Alvaro yang mengikuti Erina dari belakang pun mengernyit bingung. Ia sendiri sedikit tidak percaya apa yang telah dilakukan gadis itu. Seakan berpura-pura tegar, meskipun batinnya terus bergerak gelisah.
“Na, gue bingung sama lo. Tadi perasaan baik-baik aja. Kenapa sekarang malah tiba-tiba pergi?” tanya Alvaro menyuarakan rasa penasarannya.
“Gue bodoh banget, Kak. Harusnya gue tadi sadar jangan ketemu Ulya lagi. Karena gue belum siap untuk kembali bersama mereka,” jawab Erina memukul kepalanya sendiri. Merutuki semua kebodohan yang telah ia lakukan sendiri.
“Sebentar,” sela Alvaro bingung. “Gue masih enggak ngerti sama situasi ini. Jadi, alasan lo menghindar dari Keluarga sendiri itu apa?”
“Ada sebuah cerita yang belum bisa gue ceritain sampai sekarang, Kak. Cerita pilu dari Kakek Hasbi dan hanya gue seorang yang tahu tentang ini,” jawab Erina berusaha membuat Alvaro mengerti.
Sejenak lelaki itu berpikir keras tentang apa yang tengah dimaksud oleh gadis itu. Akan tetapi, hasilnya tetap nihil. Alvaro sama sekali tidak bisa mengerti apa yang dikatakan oleh Erina. Seakan semua itu hanya abu-abu.
“Na, lo belum bisa jujur sama gue?” tanya Alvaro serius membuat Erina langsung terdiam membisu.
“Berat, Kak.”
“Kalau begitu, jangan buat gue pengen selidikin masalah lo, Na. Seharusnya lo cerita sama gue,” ucap Alvaro terdengar kesal sekaligus cemas.
Tentu saja tidak ada lelaki mana pun yang mau dibohongi seperti ini. Apalagi sampai harus melihat pujaan hatinya yang terus-menerus dikejar oleh masa lalu. Terkadang hal tersebut membuat Alvaro merasa kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa melindungi Erina dengan benar.