35. Indomie Seleraku

1017 Kata
Tidak terasa waktu satu tahun berlalu dengan begitu cepat, dan kontrak Erina pada perusahaan percetakan milik Wang Junkai sudah berjalan selama beberapa tahun dengan pembaruan kontrak kala itu. Awalnya Alvaro tidak terima saat mengetahui bahwa gadis itu telah memperbarui kontrak tanpa menceritakan pada dirinya. Namun, lama kelamaan Erina memberikan sebuah alasan yang nyatanya mampu membuat Alvaro luluh. Bahkan keduanya kerap kali terlihat bersama ketika di dalam kantor. Walaupun sudah banyak yang mengetahui bahwa Alvaro adalah pemegang saham terbesar di percetakan tersebut. Akan tetapi, tidak membuat rekan seruangannya menjauhi atau pun segan terhadap dirinya. Mereka malah menganggap Alvaro sebagai karyawan biasa yang selalu memedulikan siapa pun tanpa mengenal latar belakang dan jenis kelamin. Meskipun hal tersebut sedikit membuat Erina merasa tersisihkan sebagai satu-satunya orang yang Alvaro sayangi. Dan hari ini pula bertepatan dengan waktunya ia pindah. Asrama tersebut hanya mampu menampung dirinya selama satu tahun penuh setelah lulus. Kamar kecil berbentuk persegi ini tampak kosong dengan beberapa barang yang sudah ia masukan ke dalam kardus besar, sedangkan yang ia tinggal hanya beberapa pelaratan. Tentu saja ia akan mengambilnya nanti. “Jie jie, kamu benaran pindah hari ini?” tanya Xiao Bai dengan raut wajah sedih. “Iya, Xiao Bai. Kenapa? Kamu terlihat tidak senang,” jawab Erina dengan senyuman yang masih terukir lebar, walaupun jauh di dalam lubuk hatinya merasa sangat sedih harus meninggalkan beberapa adik tingkat yang sudah dekat dengan dirinya selama beberapa tahun belakangan ini. “Tentu saja! Aku merasa sedih saat mengetahui Jie jie akan pindah hari ini.” “Tenang saja. Aku akan selalu mengunjungi kalian, dan kalian juga jangan sungkan untuk bertanya beberapa pelajaran yang memang tidak mengerti. Aku akan selalu membalasnya.” “Erina, apa kamu yakin akan pindah? Aku bisa meminta Professor Wu untuk menambahkan waktu tinggalmu di sini,” sahut Yushan membuat Erina tertawa pelan. “Sudahlah, Yushan. Lagi pula kamu akan pindah beberapa bulan lagi. Kalau aku tetap di sini berkat kamu, apa kata mahasiswi lain nanti? Kamu tega membiarkan aku untuk tersiksa dengan omongan mereka?” “Enak saja! Aku tidak akan terima saat kamu diperlakukan seperti itu, tapi aku juga harus memikirkan tempat tinggalmu, Erina. Apa kamu sudah menemukannya?” “Tenang saja. Aku sudah menemukan apartemen sewa yang pas untuk aku pindah, dan kebetulan sekali lebih dekat dengan pekerjaanku yang sekarang. Kalau kamu ada waktu, mampirlah ke apartemenku.” “Baik. Aku akan ke sana, tapi kamu harus menyiapkan hot pot.” Yushan tertawa iblis melihat perubahan dratis dari raut wajah Erina yang awalnya bahagia menjadi kesal. “Kalau begitu, tidak akan kuterima kamu menjadi tamu di rumahku nanti,” balas Erina sinis. Yushan mendecih sinis, kemudian melenggang pergi ke arah mini bar yang ada di kamar milik Erina. “Sebelum kamu pergi aku ingin kita melakukan perpisahan dengan memakan indomie kesukaanmu yang dari Indonesia. Bagaimana?” “Kei ni, Yushan. Aku pergi kamu malah mempersulitku habis-habisan.” (Berikan padamu, Yushan.) “Ayolah, aku hanya ingin memakan stok indomie kamu saja tidak lebih.” Yushan berusaha merayu Erina yang sangat pelit terhadap makanan kesukaannya itu, sedangkan Xiao Bai hanya berdiri kaku di samping koper-koper besar milik Erina. “Hao ba. Aku akan membagi indomie milikku ini pada Xiao Bai dan kamu, Yushan,” putus Erina sambil meletakkan tas selempangnya di atas tempat tidur. Sontak Yushan pun tertawa kegirangan dan mulai menunggu Erina meracik makanan terenak yang pernah ia makan. Bahkan Xiao Bai yang sejak tadi diam pun mulai kegirangan. Karena Erina ini pelit sekali terhadap indomie kesukaannya. Katanya sih, ia beli jauh-jauh dari Indonesia dan belum sempat membelinya lagi. Sedangkan stok indomie saja hanya tinggal beberapa. Akan tetapi, demi merayakan pesta perpisahannya Erina merelakan beberapa bungkus indomie untuk kedua teman terdekatnya di kampus. Dengan lihai Erina mulai menyalakan kompor, lalu meletakkan sepanci air bersih yang ia dapatkan dari dispenser. Kemudian, menunggu sampai airnya mendidih. Sambil menunggu Erina mulai membuka stok makanannya yang sudah tersimpan rapi di dalam tas besar, di sana ada beberapa butir telur dan sayuran yang akan ia gunakan untuk membuat mie instan kesukaan kedua temannya. Erina mulai memecahkan tiga butir telur, lalu membiarkannya terendam selama beberapa menit sebelum ia tiriskan dan meletakkannya ke dalam mangkuk. Setelah itu, ia mulai memasukkan beberapa jenis sayuran, dan menutupnya lagi sampai benar-benar layu. Setelah dirasa cukup pas, Erina mulai memasukkan tiga buah mie instan yang masih kering ke dalam panci, lalu mengaduknya hingga merata. Kemudian, ia mulai membuka bumbu penyedap itu satu per satu ke dalam mangkuk. Tak lama kemudian, mie instan ala Erina pun siap, membuat Yushan tersenyum lebar saat mencium aroma wangi yang membuat perutnya keroncongan itu. Mie instan yang dibuat Erina memang tidak ada duanya. Bahkan terkalahkan oleh spageti ala hotel bintang lima yang membuat dirinya merasa sedikit mual, karena terlalu banyak bumbu penyedap serta saus tomat yang berlebihan. “Silakan dimakan,” ucap Erina tersenyum lebar hingga kedua matanya menyipit lucu. Menciptakan bula sabit yang jarang sekali terlihat oleh siapa pun. Bahkan ia sendiri tidak percaya telah tersenyum seperti itu pada kedua temannya. Yushan mulai mengaduk-aduk mie yang ada di dalam mangkuk menggunakan sumpit, lalu mulai memakannya perlahan. Asap mengepul dari mangkuk tersebut membuat gadis itu terlihat berkeringat. Lain halnya dengan Xiao Bai yang terlihat begitu tenang. Bahkan tidak ada keringat yang membanjiri area dahi seperti milik Yushan. “Bagaimana? Aku bilang ini adalah makan favorit sewaktu masih menetap di Indonesia,” ucap Erina memakan mie tersebut secara perlahan. “Enak sekali. Apa di sini ada yang menjualnya, Jie jie?” tanya Xiao Bai sembari meneguk air minum yang ada di gelasnya perlahan. “Ada di salah satu minimarket ujung jalan ini, tapi aku sendiri tidak yakin kalau kamu ke sana tidak kehabisan. Karena mayoritas orang-orang di sini lebih memilih makan indomie daripada hot pot yang seperti diminta oleh Yushan,” jawab Erina setengah menyindir Yushan yang tampak asyik dengan makannya, bahkan sampai tidak memedulikan perkataan menyebalkan dari Erina. “Ah sayang sekali. Padahal aku jauh cinta pada makanan yang Jie jie buat. Karena ini pertama kalinya aku makan makanan khas orang Indonesia. Bahkan lebih daripada yang aku bayangkan.” “Memangnya kamu membayangkan apa, Xiao Bai?” tanya Erina penasaran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN