Suara ketika dari masing-masing keyboard terdengar begitu nyaring. Padahal sore ini sudah waktunya pulang, dan senja berwarna kemerahan itu mulai nampak menyinari jendela kantor yang sengaja dibuka lebar.
Namun, seorang gadis berpakaian rapi dengan pakaian casual itu terlihat mulai merapikan beberapa pelaratan kerjanya. Ada yang sengaja ia ditinggalkan, dan ada pula ia bawa kembali pulang. Seperti naskah tebal yang baru saja Wang Junkai serahkan pagi tadi.
“Erina, udah mau pulang?” tanya Xiao Yu mendapati rekan seruangannya mulai membereskan meja.
“Iya, aku harus pulang,” jawab Erina tanpa menoleh ke arah sang pembicara.
“Maaf, ya. Aku tidak sempat datang ke apartemen barumu. Kemarin aku mendadak ada acara keluarga sehingga harus datang,” sesal Xiao Yu bangkit dari tempat duduknya, lalu melangkah menghampiri Erina.
“Tidak masalah, Xiao Yu,” balas Erina tersenyum tipis.
“Kalau begitu, ini angpao untukmu. Selamat, ya!” Xiao Yu memberikan sebuah benda berwarna merah polos membuat Erina langsung mendelik tidak percaya, lalu mengambil benda tersebut sembari tersenyum jenaka.
“Aku tidak tahu kau begitu perhatian, Xiao Yu,” goda Erina membuat gadis itu memutar bola matanya malas.
“Sudah, cepatlah kau pulang!” ucap Xiao Yu dengan nada mengusir.
Akhirnya, Erina pun memutuskan untuk melenggang pergi sembari sesekali menoleh ke arah belakang. Tentu saja dirinya masih tidak percaya akan kebaikan gadis itu. Padahal diantara semua orang sekantor, ia sangat mengenal kepribadian Xia You. Bahkan beberapa tahun seruangan dengan gadis itu, membuat dirinya semakin yakin kalau tidak mudah menjadikan Xiao Yu sebagai rekan kerja. Karena ia tipikal orang cuek dan acuh tak acuh.
Tepat ketika Erina membuka pintu ruangannya, di depan koridor ruangan terlihat sepasang kekasih yang baru saja bertemu. Namun, yang membuat keduanya sangat berbeda adalah sang lelaki memakai penutup wajah serta topi hitam. Seakan menyamarkan siapa pun yang melihatnya.
“Lusi, sedang apa kalian berdua di sini?” tanya Erina penasaran, lalu menatap Han Shuo bingung. “Kau terlihat sangat santai, artis terkenal.”
“Dia bersikeras menjemputku, Erina. Padahal aku tidak ingin merepotkannya. Apalagi ia adalah bintang figure yang sering menjadi pusat perhatian,” jawab Lusi sedikit kesal menatap sang kekasih yang terlihat tidak berekspresi. Atau mungkin lebih tepatnya tidak terlihat.
“Kalau begitu, pulanglah! Untuk apa lagi di sini? Aku juga mau pulang,” ucap Erina hendak membalikkan tubuhnya, tetapi kembali urung saat mendengar seruan Lusi.
“Erina, tolong aku!”
“Tolong aku? Apa yang ingin kau lakukan, Lusi? Entah kenapa aku merasa kalau permintaanmu itu membuat bulu kudukku sukses meremang.”
“Aish, ini bukan seperti yang kau bayangkan. Aku hanya ingin kau mengabariku ketika sudah sampai di bawah. Karena aku lihat tadi ada beberapa orang yang mengikuti Han Shuo ke sini.”
“Maksudmu paparazzi?”
“Iya. Aku tidak ingin mengacaukan semua mimpi dan karir Han Shuo. Jadi, tolong aku, Erina!”
“Baiklah, nanti ketika sampai di bawah aku akan langsung mengabarimu.”
Setelah itu, Erina pun benar-benar melenggang pergi meninggalkan sepasang kekasih yang terlihat sangat menderita. Sejujurnya, memang sudah menjadi resiko mempunyai hubungan dengan seorang artis. Sebab, tidak menutup kemungkinan kalau mereka menjadi pusat perhatian semua orang.
Mata jeli nan tajam berwarna cokelat itu terlihat menerawang sudut demi sudut sampai ia menyadari ada sebuah keanehan di sana. Karena tepat di kursi tunggu dekat resepsionis terlihat seorang lelaki yang memainkan ponsel sembari sesekali menatap keadaan sekelilingnya dengan waspada. Seakan ada orang yang tengah dirinya incar.
Dengan akal cerdik khas Erina Zakiyah, ia pun menghampiri meja resepsionis sembari berbincang dengan suara yang cukup kecil. Membuat lelaki itu tidak bisa mendengar perkataannya.
“Permisi, jie. Aku ingin meminta bantuan, tapi kau jangan memberi tahu siapun. Karena aku sangat malas untuk membahasnya lagi,” pinta Erina dengan wajah memelas mungkin.
“Apa yang ingin kau lakukan, Erina? Bukankah jam kerjamu sudah habis?” tanya resepsionis itu bingung.
“Bukan. Apa kau melihat lelaki yang sedang duduk sendirian itu?” Erina menunjuk seorang lelaki gagah tengah memainkan ponsel. “Aku ingin kau mengusirnya, jie. Aku sangat takut. Apalagi kalau dia sampai membuntutiku dengan sengaja. Atau lebih parahnya lagi kalau dia mengincarku nyawaku.”
“Baiklah, aku mengerti maksudmu,” putus resepsionis cantik itu, lalu mulai menelepon ketua satpam yang berada di pos untuk segera mengeluarkan seorang lelaki mencurigakan tersebut.
Sejenak Erina pun menunggu resepsionis itu memanggil beberapa satpam untuk segera mengusir lelaki aneh sekaligus penasaran dengan akut itu tanpa perlawanan sama sekali. Seakan baginya sudah tidak berefek.
Tak lama kemudian, dua orang satpam dan satu pengawal berpakaian jas hitam tampak menghampiri dirinya, membuat Erina langsung mengernyit tidak percaya. Karena ia memanggil satpam untuk mengusir paparazzi. Bukan berarti dirinya ikut diusir juga.
“Permisi, Nona,” ucap pengawal itu tampak menunduk hormat, membuat Erina ikut menunduk singkat.
“Ada apa, ya?” tanya Erina penasaran.
“Kami diperintahkan oleh Direktur Alva untuk segera membawa kau ke mobil. Karena sejak tadi sudah duduk di sana menunggumu,” jawab pengawal berpakaian rapi bak orang kantoran.
“Bukankah ia harus menjemput Cherry? Kenapa aku harus dijemput?” Erina mulai bertanya pada dirinya sendiri sembari meluangkan waktu untuk membalas pesan singkat yang ditujukan untuk Lusi. Ia takut kalau mereka berdua harus terjebak, lalu mengira dirinya diculik.
“Mari, Nona!” ajak pengawal tersebut mulai menuntun langkah kakinya.
Erina mengangkat kepalanya tepat menatap ke arah Lusi yang memperhatikan ke bawah, lalu ia pun mengkode kalau mereka kedua harus segera turun ke bawah.
Setelah itu, gadis berpakaian casual itu mengikuti langkah seorang lelaki berpakaian rapi bak seorang pengawal pribadi Alvaro. Sayangnya, Erina tidak bisa mengenali lelaki itu sehingga ia merasa agak canggung.
Sesampainya di sebuah mobil mewah berwarna hitam, Zhou Yuan pun membuka pintu penumpang, lalu mempersilakan untuk Erina masuk ke dalam.
“Terima kasih, Pak,” ucap Erina tersenyum singkat.
Zhou Yuan hanya mengangguk singkat, kemudian menutup pintu mobil mewah itu kembali.
Akan tetapi, Erina langsung terkejut ketika melihat keadaan di dalam. Ternyata, Alvaro tidak sendirian, melainkan ada seorang wanita cantik yang duduk di kursi co-supir sembari memperhatikan dirinya melalui spion tengah.