45. Aunty and Cherry

1080 Kata
Suasana canggung itu tampak menyelimuti mobil mewah milik Alvaro. Membuat lelaki itu sesekali melirik gadis yang duduk tepat di sampingnya. Entah kenapa ia merasa kalau hari ini Erina tampak berbeda. “Na, lo kenapa diam aja dari tadi?” tanya Alvaro dengan Bahasa Indonesia yang sangat lancar, membuat Meiying yang ada di depan lelaki itu melirik sejenak. Erina menggeleng pelan. “Enggak apa-apa, Kak.” “Serius? Lo kelihatan aneh banget, padahal sebelum masuk tadi agak girang. Kenapa sekarang malah jadi pendiam.” “Uhm ... itu siapa, Kak? Pacar?” tanya Erina ragu. Seketika Alvaro langsung mengernyitkan keningnya, lalu mulai mengerti akan perubahan sikap gadis itu yang mendadak diam. “Dia sekretaris gue, Na. Namanya Meiying.” Meiying yang mendengar namanya disebut pun menoleh ke belakang, dan tersenyum geli. “Tenang aja, Erina. Gue sama dia enggak ada hubungan apapun. Lagi pula gue punya calon suami, dan Alvaro udah gue anggap sebagai adik gue sendiri.” Kini Erina benar-benar tidak bisa menyembunyikan wajah keterkejutannya mendengar penuturin wanita cantik bernama Meiying. Karena ia terdengar sangat lancar ketika berbicara dengan dirinya. “Kakak ... bisa Bahasa Indonesia?” tanya Erina speechless. “Tentu saja. Aku lahir di Indonesia, tapi besar dan sekolah di sini,” jawab Meiying ringan. “Benarkah? Lantas kenapa Bahasa Indonesia Kakak terdengar sangat lancar.” “Kau pasti sudah bisa menebaknya, Erina. Aku menjadi sekretaris pacarmu itu sejak dia masuk ke universitas. Awalnya aku tidak mau menjadi bawahannya, tetapi karena aku memandang Jenia, akhirnya dengan berat hati. Tapi, aku tidak tahu kalau Alvaro ternyata semenyenangkan itu. Bahkan ia rela mendengarkan aku curhat tentang calon suamiku.” “Sungguh? Jujur saja, aku pikir Kak Alva membawa pacarnya bertemu denganku.” “Tidak. Dia sangat setia. Aku bahkan sempat tidak percaya kalau dia bilang akan menunggumu lagi, dan usaha itu tidak sia-sia. Tepat ketika dia putus asa, malah bertemu denganmu.” Alvaro yang mendengar Meiying membicarakan dirinya seolah kasat mata ini pun tidak terima. “Kak, lo gibahin orang seakan orangnya enggak ada di sini.” “Oh, baguslah! Kalau lo enggak suka tinggal tutup telinga,” sahut Meiying acuh tak acuh. Tak lama kemudian, mereka berempat dengan supir pribadi Alvaro pun berhenti di depan gedung sekolah Cherry. Seorang gadis kecil bermantel cukup tebal itu tampak berbinar saat melihat Erina yang menurunkan kaca mobilnya. “Cherry!” panggil Erina tersenyum lebar. Sontak gadis kecil itu pun langsung bangkit dari tempat duduknya, lalu memisahkan diri dari teman-temannya yang belum juga dijemput. “Aunty, aku tidak tahu kalau kau akan menjemputku,” ucap Cherry mendudukkan diri di tengah-tengah Erina dan Alvaro. “Entahlah. Aunty diculik, jadi bisa jemput Cherry lagi,” balas Erina tertawa pelan sembari mengusap dahi gadis kecil itu yang dipenuhi salju. “Sepertinya salju mulai turun, kau harus memakai pakaian lebih tebal lagi, Cherry.” “Baik, Aunty.” Cherry tertawa pelan menatap Erina, seakan mereka berdua sudah sangat akrab. Bahkan Meiying yang melihat hal tersebut ikut tertawa. Sedangkan Alvaro yang merasa diabaikan pun mendengkus kesal. “Apa kau sedang mengabaikanku, Cherry?” “Tidak, Om,” jawab Cherry memasang wajah imut sekali membuat Alvaro tidak bisa menyembunyikan rasa gemasnya, lalu mencubit hidung mungil tersebut. “Apa yang kau kerjakan tadi?” tanya Alvaro. “Wu-laoshi hanya menyuruh kita untuk menggambar, jdi aku membuat lukisan khusus Om dan Aunty Erina,” jawab Cherry memperlihatkan sebuah gambaran khas anak kecil yang terlihat abstrak. “Apa kau tidak menggambarku, Cherry? Aku juga ingin kau lukis,” keluh Meiying mengerucutkan bibirnya kesal, membuat gadis kecil itu langsung tersenyum. “Tentu saja aku sudah menggambar Aunty Mei. Lihatlah!” Cherry memberikan buku gambar tersebut kepada Meiying. Spontan wanita cantik itu langsung menerimanya sembari tersenyum lebar. Entah kenapa ia ingin tertawa melihat gambaran gadis itu. Meskipun usianya masih sangat dini, tetapi kemampuan menggambarnya seperti orang dewasa. Sentuhan abstrak itu seakan memberikan pesan tersendiri. “Gambaranmu sangat cantik, Cherry. Siapa yang mengajarkannya?” tanya Meiying penasaran. “Tidak ada, Aunty. Aku hanya merasa senang ketika menggambar orang di sekitarku,” jawab Cherry benar-benar terdengar polos. “Kalau aku mempunyai anak, aku ingin sepertimu, Cherry. Kau sangat romantis,” ucap Meiying sembari mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia tengah menahan desakan air mata penuh haru itu. Cherry sangatlah cerdas untuk ukuran gadis kecil. Bahkan bisa dikatakan kalau ia sangat jenius. Apalagi terhadap kemampuan menggambarnya. Entah kenapa ia merasa sedikit iri pada Jenia yang bisa membuat Cherry sebijak dan seromnatis ini. “Xing ku ni, Cherry,” ucap Erina mengusap pucuk kepala gadis itu penuh kagum. Tak lama kemudian, mobil mewah itu kembali terhenti di sebuah gedung yang sangat besar dan familier. Mereka berempat langsung membuka masing-masing pintu mobil, dan keluar dari sana untuk bergegas masuk ke dalam. Tentu saja Cherry yang tidak ingin ketinggalan, ikut menyusul Erina. Setelah dirasa sudah turun semua, para pengawal yang tadi berada di depan pintu gedung langsung bergegas menghampiri, dan menutupnya kembali. Sebelum mobil mewah itu masuk ke basement kantor. Karena hari ini belum jadwal pulang kantor, masih ada beberapa menit lagi. Sementara di dalam, Cherry dan Erina tampak berbincang dengan sesekali tertawa, membuat Meiying menoleh ke arah Alvaro. Ia merasa kalau lelaki itu kembali serius ketika di dalam kantor sehingga wibawa kepemimpinannya terasa begitu kuat. “Meiying, tolong bawakan laporan rapat tadi ke ruangan,” titah Alvaro menekan tombol elevator menuju ke atas. “Baik,” balas Meiying melanjutkan langkahnya lagi yang entah ke mana. Sedangkan Erina hanya menatap kepergian wanita itu dengan tatapan tidak mengerti, karena sejak tadi ia hanya berbincang bersama Cherry. Tanpa memedulikan apapun situasi di kantor ini. Setelah pintu terbuka, Alvaro pun masuk ke dalam. Tentu saja ia langsung menarik pergelangan tangan Erina, membuat Cherry ikut tertarik ke dalam. Sebab, mereka berdua sejak tadi sudah bergandengan layaknya adik dan kakak. “Ya ampun, Kak! Jangan tarik-tarik kayak tadi dong. Untung aja Cherry enggak jatuh,” keluh Erina kesal. “Lo berdua itu sibuk ngobrol, kalau enggak gue tarik bisa-bisa ketinggalan elevator lagi,” balas Alvaro ringan. “Cherry tidak percaya. Pasti Om sengaja melakukan itu untuk memisahkan Aunty denganku, ‘kan? Ayo, mengaku!” desak Cherry menatap Alvaro penuh selidik. “Tidak. Jangan terlalu percaya diri, gadis kecil,” balas Alvaro setengah bercanda sembari mengacak rambut Cherry gemas. Sontak gadis itu langsung mengerucutkan bibirnya kesal, karena rambut yang telah dirapikan Erina mulai berantakan lagi. “Sudahlah, Kak. Lama kelamaan lo mirip Cherry, tahu enggak?” canda Erina tertawa pelan, sedangkan keduanya dengan kompak melipat kedua tangannya di depan d**a, lalu mengalihkan wajah ke arah lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN