54. Besok Libur

1171 Kata
Seketika Alvaro yang mendengar pertanyaan Ulya pun menggaruk kepalanya tidak gatal. Kini dirinya mendadak bingung harus menjawab pertanyaan wanita itu dengan jawaban apa. Karena tidak mungkin ia mengatakan, ‘Akira itu Erina, dan Erina itu ya Akira.’ Bisa-bisa dirinya disangka tidak waras. Akhirnya, lelaki berjas formal itu hanya tersenyum singkat, lalu menggeleng menandakan dirinya hanya berkata asal. Kemudian, menatap ke arah lain seakan tengah mencari seseorang di sana membuat Ulya langsung mengernyitkan keningnya bingung. “Sebenarnya ini ada apa? Kok gue mendadak bingung sama situasi ini,” gumam Ulya pada dirinya sendiri. Sedangkan Zulfan hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh, lalu melingkari tangannya ke arah pinggang ramping milik sang istri dan membawa ke arah para kolega kaya yang terlihat tengah bersenda gurau menikmati hidangan. Setelah di rasa cukup jauh, Alvaro pun menghentikan langkahnya. Ia menjadi bingung sendiri apa yang akan terjadi ke depannya kalau Alvaro sendiri tidak mengatakan hal jujur kepada Ulya. Padahal mereka berdua sudah berteman sejak dulu. Akan tetapi, ini merupakan permasalahan pribadi Erina dan tidak ada sangkut-pautnya. Namun, sebuah tepukan yang berada di bahu lelaki itu membuat sang pemiliknya langsung terjengit terkejut. Kemudian, menatap sang pelaku dengan ekspresi kesal sekaligus lega. “Astaga, Zhou Yuan! Kau benar-benar mengejutkanku tadi,” seru Alvaro, lalu menatap ke arah samping lelaki itu. “Ke mana Meiying? Bukankah malam ini dia akan menemaniku?” “Iya benar, Presdir Alva. Tapi, sepertinya Meiying tidak bisa ke sini. Karena baru saja aku mendapat kabar kalau dia sedang bersama dengan Pimpinan Dzaky untuk mengatakan proyek kerja tahun ini,” jelas Zhou Yuan. Seketika Alvaro mengangguk lemas. Memang sudah menjadi agenda wanita itu untuk melaporkan semua kinerja dirinya selama ini. Akan tetapi, kepergian Meiying sangat tidak tepat. Karena acara malam ini masih berlangsung cukup lama membuat dirinya tidak bisa melakukan apa pun, selain menghindari Ulya. “Kalau begitu, kau temani aku di sini, Zhou Yuan,” titah Alvaro membuat sang asisten pribadinya mengangguk patuh, dan mempersilakan untuk duduk tepat di hadapannya. Tak lama kemudian, acara peresmian pun dimulai dengan beberapa pembukaan singkat dan pemotongan pita yang menandakan acara malam ini benar-benar berjalan dengan lancar. Meskipun ada beberapa waktu merepotkan bagi Alvaro untuk tetap menghindari Ulya, agar tidak terlalu mencurigakan. Tepat setelah acara ditutup, Alvaro langsung bangkit dari tempat duduknya dan diikuti Zhou Yuan di belakang. Kedua lelaki itu terlihat melenggang pergi dari ballroom hotel. Padahal di dalam sana, belum ada yang membubarkan diri. “Setelah ini, kita mau ke mana, Presdir Zhang?” tanya Zhou Yuan sembari mempersilakan Alvaro untuk masuk ke dalam mobil. “Apartemen,” jawab Alvaro singkat dan masuk ke dalam mobil. Sedangkan Zhou Yuan yang mendengar hal tersebut langsung mengangguk patuh dan memutari belakang mobil menuju jok kemudi. Perlahan namun pasti, mobil mewah berwarna hitam legam itu mulai menjauhi hotel bergaya mewah. Menuju salah satu apartemen elit yang ada di Kota Shanghai. Membuat suasana malam dengan lampu-lampu temaram khas di sana mulai menyambut pemandangan mata tajam milik Alvaro Kenzi Aryasatya. “Zhou Yuan, besok aku ada agenda apa saja?” tanya Alvaro memecahkan keheningan. “Tidak ada, Presdir Alva. Kau bisa bersantai di penerbitan,” jawab Zhou Yuan membuat senyuman lebar milik Alvaro tercetak jelas. “Apa kau tidak bercanda? Memangnya Meiying akan melepaskanku begitu saja jika tahu aku sedang tidak memiliki jam terbang,” ucap Alvaro dengan tatapan penuh selidik. “Tidak, Presdir Alva. Ini benar-benar perintah dari Pimpinan Dzaky yang akan meng-handle semua pekerjaanmu,” balas Zhou Yuan serius. Seketika Alvaro langsung mengernyitkan keningnya tidak percaya. Rasanya memang aneh sekali mendengar sepupu yang selama ini tidak pernah mendukungnya malah memberi kelonggaran. Padahal besok ia berniat untuk mengelilingi Kota Shanghai bersama dengan Erina. “Baguslah! Aku memang menginginkan libur,” putus Alvaro tersenyum lebar menatap ke arah luar jendela mobil. Namun, ponsel milik lelaki itu terdengar berdering pelan membuat sang pemiliknya langsung meraih dari dalam saku celana bahan yang terbuat dari kain mahal. Tentu saja rasa halus nan lembut dalam bersamaan tersapu di telapak tangan milik Alvaro. Terlihat sebuah nama yang sejak tadi mengisi pikirannya, Erina Zakiyah. Entah apa yang diinginkan gadis itu sehingga menghubungi dirinya seperti ini. “Ada apa, Na?” tanya Alvaro dengan bahasa planet asingnya membuat Zhou Yuan melirik sekilas. Tentu saja asisten pribadinya itu sama sekali tidak mengerti dengan apa yang ia ucapkan saat ini. “Enggak apa-apa, Ka,” jawab Erina tanpa sadar tersenyum tipis. “Lagi di mana? Kayaknya belum pulang, ya?” “Iya, ini baru perjalanan pulang dari acara peresmian.” Alvaro mengubah posisi duduknya. “Lo sendiri udah rebahan, ‘kan?” “Belum. Kamar mandi gue mendadak bocor, Kak. Kerannya lepas, jadi lagi dibenerin sama tukang ledeng yang ada di bawah.” “Kok bisa, Na? Tenaga lo kegedean, sih.” “Bukan, Kak. Emang kerannya aja yang kongslet.” “Emangnya listrik?” “Iya, siapa tahu.” Tanpa sadar Alvaro tertawa pelan mengundang tatapan penasaran dari Zhou Yuan. Namun, lelaki itu hanya mengabaikannya saja, ia terlihat asyik bercengkrama dengan pembicaraan aneh khas Erina yang sedari dulu tidak pernah berubah. “Udah makan belum? Mau gue bawain?” tanya Alvaro meredakan tawanya. “Enggak usah, Kak. Kebetulan malam ini Lusi mau datang, jadinya dia nawarin buat beli makan,” tolak Erina halus. “Mau ngapain dia datang?” tanya lelaki itu penasaran. “Biasalah, orang dimabuk cinta,” jawab Erina setengah bercanda. “Nanti kalau lo kayak gitu, gimana?” “Enggak. Pasti lo yang akan bucinin gue, Kak.” “Oh ya, percaya diri sekali.” “Tentu saja. Lagi pula yang setiap hari teleponin gue siapa?” “Itu karena lo kalau tidur jarang banget bisa bangun pagi.” “Baiklah. Aku akan sangat berterima kasih pada Bapak Presdir yang telah meluangkan waktu sibuknya hanya untuk menghubungi seorang bawahan sepertiku.” Mendengar candaan seperti itu membuat Alvaro semakin dibuat mabuk kepalang. Entah kenapa hatinya terus berdebar merasakan getaran yang selama ini berdiam di dalam dadanya. Tanpa berniat untuk hilang sama sekali. Padahal rasa ini sudah ada sejak dirinya masih menjadi seorang siswa di sekolah milik Kakek Wijaya. “Erina,” panggil Alvaro pelan membuat gadis yang ada di seberang langsung terdiam. “Ada apa, Kak? Apa ada masalah?” tanya Erina terdengar cemas. “Enggak,” jawab Alvaro berusaha menyembunyikan senyumannya. “Terus?” “Uhm ....” “Kenapa, Kak? Jangan buat penasaran.” “Gue mau bilang sesuatu.” “Apa itu?” “Tapi, lo harus dengerin baik-baik, ya. Karena gue enggak bakalan bilang untuk kedua kalinya.” “Iya, udah cepetan!” “Dengerin, gue bakalan ngomong sekarang.” Seketika tidak ada suara di seberang sana membuat Alvaro tanpa sadar menyunggingkan senyuman lebar yang mampu membuat siapa pun terpana akan ketampanan lelaki itu miliki. “Besok gue libur!!!” pekik Alvaro bak seorang anak kecil membuat Zhou Yuan mendelik tidak percaya melihat bosnya benar-benar bertingkah bukan seperti lelaki dewasa ketika di depan Erina. Sementara di sisi lain, Erina tengah menganga tidak percaya mendengar penuturan lelaki yang terdengar aneh sekaligus takjub. Ia pikir ... Alvaro akan mengatakan tentang selama ini yang dirinya tunggu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN