“Hati-hati, Ju,” kata Gabriel sembari tersenyum. “Terima kasih.” “Bukan masalah.” Gabriel menyamakan ritme larinya denganku. “Kudengar, kau sakit.” Apa dia selalu mengkhawatirkan orang lain dengan ekspresi datar? “Yah, memang. Aku belum sembuh total.” Aku berhenti berlari, dia mengikuti. “Kudengar, kau selalu memegang medali dalam olimpiade matematika.” Dia tersenyum kecil. “Yah, memang. Kita saingan?” Intimidasinya cukup kuat tanpa terkesan mengancam. Aku tertawa pelan, lalu mengulurkan tangan. “Salam kenal, Sainganku. Mohon kerja samanya.” Dia membalas uluran tanganku, tapi sedikit menarikku ke depan. Aku terkejut karena bibirku menyentuh bajunya. Aroma mint. “Dengan senang hati,” bisiknya. Dia mengerling sambil tersenyum, kemudian berlari lagi. Aku mengembuskan napas setela