“Apa maksudmu?” tanya Satya. Aletta menghela napasnya kasar karena kesal Satya tak mengerti maksudnya.
“Aku tak akan mungkin menggugurkannya. Aku tak sebodoh itu, aku juga tak sejahat itu membunuh anakku sendiri. Bagaimanapun aku yang mengandungnya, dia ada di rahimku sendiri. Dia tetap anakku walaupun aku tak menginginkannya. Aku akan mempertahakannya,” tegas Aletta.
“Kamu sedang tak mencoba mencegahku lagi, kan? Kamu memang mau mempertahankannya, kan?” tanya Satya lagi masih tak percaya.
“Apa kamu tak bisa percaya padaku sedikit saja? Apa menurutmu aku setega dan sejahat itu? Apa kamu pikir aku akan sanggup melakukannya? Walaupun selama ini aku terlihat buruk tapi aku tak akan pernah melakukan hal segila itu sampai membunyi manusia lain. Apa aku tak bisa melakukan hal baik sekali saja? Kamu masih meragukannya?” tanya Aletta kesal namun menatap mata Satya dengan lekat membuat pria itu sedikit terhipnotis. Satya mencoba mencari kebongan di mata Aletta, namun ia tak menemukan kebohongan itu. Satya melihat bahwa Aletta mengatakannya dengan sangat yakin.
“Baik, aku akan mencoba mempercayainya. Tapi bagaimana dengan Pak Rudi? Kamu jelas tahu kalau dia sulit untuk bisa dibohongi, bagaima—“
“Tenang saja, aku akan mengurus hal itu. Kamu hanya perlu mengikuti saja permainanku, kamu cukup diam dan mendukungku. Hanya kita berdua yang tahu tentang ini, maka itu aku meminta Papa untuk tidak memecatmu. Setidaknya aku bisa mengandalkanmu, apa aku bisa mempercayaimu?” tanya Aletta membuat Satya tertegun. Satya cukup terkejut karena Aletta mempercayainya dan memberikan tanggungjawab sebesar itu.
“Ya kamu bisa melakukannya. Tapi kenapa harus menikah dengan pria itu? Bagaimana dengan selanjutnya? Bagaimana kalau dia tahu kamu sedang hamil? Bagaimanapun itu pernikahan yang sakral, kamu tak bisa bermain-main dengan pernikahan. Lebih baik kamu tak perlu sampai melakukan hal itu, kamu bisa memakai cara lain unt—“ Aletta tertawa membuat Satya tak melanjutkan kalimatnya lagi.
“Mungkin kamu belum sepenuhnya mengenal Papa. Kalau aku tak melakukannya dia yang akan melihat langsung bagaimana bayiku akan digugurkan. Setelah itu hidupku akan semakin hancur, Papa akan bisa melakukan hal gila. Aku melakukan hal ini untuk sementara saja, sampai kehamilanku aman dan kehidupanku aman. Setelah usaha mereka juga berjalan dengan baik, setelah itu aku akan meninggalkan pria itu, aku tak akan benar-benar akan bertahan dengannya selamanya. Aku akan mencari cara nanti, setidaknya untuk saat ini aku akan membuat Papa tenang dan yakin denganku,” kata Aletta pelan. Satya terdiam sejenak melihat Aletta yang bicara dengan pelan seperti itu sambil melihat ke depan seperti pandangan kosong.
“Perutmu akan membesar, dia juga akan menyentuhmu. Bagaimana ka—“
“Itu akan menjadi urusanku. Kamu hanya perlu menemaniku dan membantuku. Karena itu aku mempertahankanmu.”
“Lalu bagaimana dengan selanjutnya? Kenapa kamu nggak mau aku bertanggungjawab? Aku siap bertanggungjawab, aku menginginkan anak itu. Aku bisa menikahimu, aku bi—“
“Bagaimana dengan Papa? Apa kamu bisa menghadapinya? Lalu bagaimana kamu akan menghidupiku? Apa yang bisa kamu lakukan untukku? Apa kamu yakin setelah itu Papa akan membuatmu hancur dan kamu tak akan bisa bekerja dimana-mana. Lalu bagaimana denganku? Apa kamu tak akan memikirkan hal itu? Apa kamu bisa memenuhi semua kebutuhanku?” tanya Aletta sarkas membuat Satya terdiam. Perkataan Aletta ada benarnya, namun Satya juga merasa sakit dengan pertanyaan tersebut.
“Kalau memang nanti anak ini bertahan dan aku masih tak menginginkannya, aku bisa memberikan anak ini untukmu. Kamu bisa melanjutkan hidup, begitu juga dengan aku. Perjalanan hidupku masih panjang, banyak hal yang ingin kulakukan dengan bebas. Aku tak mau nanti dia akan menjadi penghalang untukku. Bagaimana? Apa kamu tertarik dengan penawaran ini?” tanya Aletta membuat Satya lama menatap wanita itu.
“Aku pikir kamu mempertahankannya karena ingin ternyata aku salah. Aku pikir kamu memang wanita yang baik, tapi ternyata tidak. Oke, aku akan membawa anak itu pergi setelah dia lahir,” jawab Satya cepat sambil bangkit berdiri.
Lalu pria itu keluar dari apartement Aletta dan menutup pintu dengan cukup keras membuat Aletta sampai harus memejamkan matanya. Setelah Satya pergi Aletta menghela napasnya kasar. Saat ini Aletta benar-benar dibuat bingung, ia cukup terkejut dengan apa yang terjadi.
Namun ia tak bisa memberitahu siapapun tentang apa yang sedang dipikirkan dan bagaimana hatinya saat ini. Ingin rasanya Aletta berteriak dan meluapkannya, namun ia tak bisa. Maka Aletta hanya bisa menahan dirinya sendiri. Baru saja ia mengalami patah hati karena kekasih yang dicintainya selingkuh.
Tapi sekarang ia harus menerima kenyataan bahwa ia sedang mengandung anak dari pria yang tak pernah terpikirkan olehnya. Siapa yang menyangka kesalahan yang dilakukannya itu menghasilkan hal yang mengejutkan. Aletta mengelus perutnya yang masih rata itu, nalurinya membuatnya melakukan hal itu.
***
Satya kembali pulang ke apartement milik Aletta setelah meninggalkan wanita itu begitu saja. Saat masuk ke dalam Satya melihat pintu balkon terbuka, Satya langsung saja berlari ke sana dan melihat Aletta berdiri sambil memegang rokok yang hendak dihidupkan olehnya. Satya langsung saja menarik dengan kasar rokok tersebut membuat Aletta terkejut.
“Astaga,” pekik Aletta terkejut dengan Satya yang datang tiba-tiba. Namun raut wajah Satya tampak marah dan rahangnya mengeras.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Satya marah.
“Kenapa?” tanya Aletta bingung.
“Kamu mau merokok di saat sedang hamil?” tanya Satya marah dan wajah yang memerah. Aletta terdiam sejenak, ia tak pernah melihat Satya seperti itu. Wanita itu menghela napasnya kasar.
“Maaf, aku benar-benar lupa kalau aku sedang hamil. Hal ini masih terlalu mengejutkan untukku dan aku masih belum terbiasa dengan itu, aku benar-benar lupa. Aku tak sengaja,” jawab Aletta pelan sambil melihat gedung-gedung tinggi yang ada di hadapannya.
“Mulai dari sekarang kamu harus terbiasa dengan status itu. Kamu nggak bisa merokok ataupun minum alkohol, kamu harus makan makanan yang sehat dan bergizi. Aku yang akan menemanimu nanti ke dokter kandungan untuk periksa. Kita harus mencari dokter kandungan yang bisa merahasiakan tentang kehamilanmu.”
“Ya,” jawab Aletta pelan.
“Kamu sudah makan?” tanya Satya yang sudah menurunkan nada bicaranya.
“Belum, kenapa?” tanya Aletta sambil menatap pria itu.
“Aku bawa makanan, ayo makan. Kamu harus makan, ada nyawa yang sedang bergantung sama kamu,” ucap Satya tegas sambil menatap Aletta.
Lalu pria itu berjalan lebih dahulu menuju dapur untuk menyiapkan makanan, sedangkan Aletta masih tertegun. Wanita itu terkejut dengan perhatian yang diberikan Satya. Selama setengah tahun bersama, Satya tak pernah menunjukkan sikap itu padanya. Namun beberapa bulan belakangan ini Satya memang sedikit berbeda padanya.
“Nona Aletta ayo makan,” panggil Satya membuat Aletta sadar dari lamunannya.
Wanita itu menghampiri Satya yang sudah di meja makan. Aletta duduk dan makanan kesukaannya sudah ada di hadapannya. Bagaimana Satya tahu bahwa ia menyukai pecel ayam? Walaupun Aletta hidup mewah, tapi Aletta suka dengan makanan yang dijual di pinggiran jalan.
“Kenapa? Kamu nggak mau makan itu?” tanya Satya dan Aletta langsung saja menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Tidak, aku akan memakannya,” jawab Aletta dengan cepat. Wanita itu langsung saja menyantapnya membuat Satya tanpa sadar tersenyum melihat Aletta yang makan dengan lahap. “Kamu nggak makan?” tanya Aletta membuat Satya sadar.
“Aku sudah makan, kalau kamu mau nambah silahkan. Aku memang sengaja membelinya dua, siapa tahu kurang,” ungkap Satya membuat Aletta tertawa. Akhirnya Aletta memakan porsi yang kedua dengan lahap.
“Kenyang banget,” ucap Aletta sambil mengusap perutnya. Satya membereskan meja makan tersebut dan membawanya ke dapur, disana pria itu tersenyum kembali karena Aletta benar-benar menghabiskan makanannya. “Satya,” panggil Aletta membuat Satya yang sedang mencuci piring menoleh.
“Ya?”
“Tadi kamu pergi kemana?” tanya Aletta penasaran membuat Satya mengernyitkan keningnya.
“Emang kenapa?” tanya Satya balik membuat Aletta terdiam.
Wanita itu merutuki dirinya sendiri karena mau tahu kemana perginya pria itu. Tak seharusnya Aletta bertanya tentang hal itu. Walaupun ia sedang mengandung anak dari pria itu namun ia tetap bukan siapa-siapa bagi Satya. Aletta hanya penasaran saja kemana perginya pria itu.
“Nggak jadi, aku akan masuk kamar,” jawab Aletta cepat sambil bangkit berdiri.
“Aku menenangkan diri dan setelah itu beli makanan untukmu, aku tak pergi kemana-mana,” jawab Satya membuat Aletta berhenti sejenak. Tanpa sadar Aletta tersenyum ketika pria itu mau menjawabnya, setelah itu Aletta melanjutkan perjalanannya menuju kamarnya. Sedangkan Satya hanya bisa menatap kepergian Aletta.