Kesal

2149 Kata
Event besar fakultas teknik sudah akan dimulai.  Begitu banyak stand yang memperlihatkan segala bentuk kecanggihan teknologi, kreatifitas mahasiswa, solusi permasalahan di lingkungan masyarakat, miniatur-miniatur keren dan lain sebagainya.  Diba menatap kagum, meskipun perguruan tingginya swasta tetapi ide kreatif dan kepintaran mahasiswanya tidak bisa dikatakan biasa saja. Diba berjalan santai, terkadang ia juga kagum melihat beberapa hal yang menurutnya luar biasa keren. Bahkan dalam hati Diba mempertanyakan kenapa mereka bisa membuat seperti itu? Jelas sekali skill yang mereka tunjukan tidak boleh dikatakan biasa. Hari ini memang Diba harus menjadi temeng untuk teman-temannya yang lain. Dia harus siap mendengarkan segala ucapan baik itu biasa saja sampai ucapan yang paling ekstrim sekali pun . Hal itu dikarenakan Diba beserta teman sekelasnya tidak mengikuti event yang di adakan pihak fakultas dan lebih memilih membayar denda. “Apes banget dah,” kelu Diba sambil berjalan. Tidak ada yang menemani, ya jelas sekali karena yang lain pada takut. Apakah Diba berani? Tentu saja ada rasa ketakutan di dalam hatinya. Diba sampai di stand panitia, di sana sudah ada yang duduk sambil melihat layar leptop. Diba memantapkan hati, dia langsung saja berjalan ke arah panitia. Diba juga berharap nanti akan datang sosok Renal yang akan membantunya lagi. “Permisi Kak,” ujar Diba pelan. Pandangan panitia tersebut mengarah ke arah Diba. Dia menampakkan sedikit senyum dan mempersilahkan Diba untuk duduk. “Ada yang bisa kakak bantu?” tanya panitia tersebut. Diba menjelaskan maksud kedatangannya dengan baik. "Kenapa kalian nggak mau berpartisipasi? " pertanyaan yang sudah di duga oleh Diba.  "Kita masih junior Kak,  jadi kita nggak pede buat ikut," jawab Diba sewajarnya. Pantia tersebut menghela napas panjang, dia berdiri dan memanggil seseorang untuk menggantikannya. “Kenapa?” “Urusin dah tu, malas gue.” Kakak panitia tersebut pergi dan di gantikan oleh panitia yang Diba kenal. Dia adalah Zaid, teman dari Renal. Diba juga pernah terlibat perdebatan beberapa kali dan jujur saja tidak ada kesan baik antara dirinya dan sosok Zaid. “Kenapa kalian tidak ikut?” tanya Zaid sedikit tegas. Diba yang awalnya santai menjadi tidak santai. Dia memegang ujung hijabnya untuk menghilangkan rasa gugup. Bukan kegugupan karena salah tingkah tetapi kegugupan karena takut. “Kami masih junior Kak,” jawab Diba dengan suara kecil. Dia lebih memilih menunduk. "Bukannya kami menyuruh  semester 2 dan 4 untuk bergabung bersama kelas senior,  kenapa tidak diikuti? " ucapan tegas tidak terbantahkan. "Iya Kak,  Cuma kami kelewat nggak pede buat gabung." Diba masih mencoba menyari alasan yang logis.  Teman satu kelasnya berkhianat,  semua hanya ingin terima beres sedangkan dia harus menjadi tumbal. Ingatkan Diba saat semester baru nanti untuk melepaskan jabatan ketua kelas. Tidak ada untung menjadi ketua kelas. Lebih baik menjadi anggota kelas saja yang bisa hidup damai. Diba bahkan terbayang bagaimana Abel dan Ella saat ini menikmati wifi perpustakaan atau bahkan nongkrong di kantin kampus. Wow sekali rasanya, tetapi dia malah duduk di depan sosok senior yang terkenal dingin dan tegas. "Kamu anggap event ini main-main ya? Seharusnya kamu bisa berpikir kalau masih punya otak." Diba terdiam,  dia mencerna apa yang dikatakan seniornya.  Ucapan sang senior sudah membuat ubun-ubun Diba terjun bebas. Terlalu kasar jika memang dicerna baik-baik. "Kenapa diam?  Udah tahu salahnya di mana?" Diba tertawa di dalam hati. "Apa salahnya kalau kami tidak berpartisipasi?  Itu hak pribadi kami untuk tidak ikut. " Diba tidak bisa menahan kekesalannya lagi.  Dia datang secara baik-baik ingin membayar uang denda namun kenapa seakan-anak kelas dia melakukan kesalahan besar. Lebay pikir Diba. "Kalian memilih kuliah disini berarti kalian bersedia mengikuti agenda yang kampus buat. " "Kalau Kakak maksa semua harus ikut,  seharusnya tidak perlu membuat ini. " Diba menunjukkan undangan untuk ketua kelas yang mana memuat denda apabila tidak mengikuti event tersebut. "Udah Lah Za,  Dia memang keras kepala. " Sosok Imran muncul dengan tampang yang membuat Diba tidak suka. Kenapa seakan keadaan tidak berpihak kepadanya. Yang Diba inginkan untuk datang adalah Renal tetapi kenapa Imran yang muncul. Sungguh tidak dapat di duga sama sekali. "Kak, kami cuma mau bayar denda kenapa di persulit gini sih," protes Diba. Dia sudah kalut sekali. "Kita bukan mempersulit,  tapi kita cuma mau semua mahasiswa aktif.  Itu gunanya kami buat event ini.  Tolong hargain kami. " "Kak kenapa sih bahasannya ke mana-mana. Saya sangat menghargai Kakak-Kakak semua, dan bukan saya tidak mau ikut,  tetapi kalau satu kelas tidak mau berpartisipasi lantas saya bisa apa?" Dalam beberapa hal Diba bisa mengalah,  namun jika dia dipojokkan dia tidak akan menerima. "Wah Kamu dengan lantang selalu berpikiran buruk tentang BEM,  nyatanya kamu juga tidak bisa bertanggung jawab dengan apa yang kamu emban." Imran melihat Diba dengan tampang meremehkan,  seakan-akan dia sudah tahu kelemahan Diba. "Saya hanya melakukan apa yang kelas saya mau,  dan saya tidak pernah ingin menjadi ketua," ketus Diba. Ingin sekali Diba berteriak dia tidak menginginkan menjadi ketua. Lebih baik dia rebahan di kasur sekarang. "Wah Diba... Udah lama nggak ketemu.  Gimana kabarnya? " Diba merutuki nasib nya,  kenapa dia bisa bertemu dengan 2 orang yang selalu dia hindari secara bersamaan. "Baik, " jawab Diba seadanya. "Gitu doang jawabnya,  tanya kabar gue kek dek. " Aris pratama menaik-naikan alisnya. Dia memang sering kali sok kenal sok dekat dengan Diba, padahal Diba tidak mau untuk mengobrol dengannya. Tetapi demi menghargai makanya terkadang saat mood baik Diba mau membalas sapaan atau pertanyaan sang presiden kampus. "Udah ni Kak,  saya cuma mau bayar denda.  Terima kasih. " Diba meletakkan lembaran uang ke atas meja kemudian melangkah pergi. "Oi sopan dong lo,  nggak tahu apa senior lo masih ngomong," teriak Imran. “Saya datang baik-baik Kak, tetapi kenapa Saya dipersulit begini,” balas Diba yang mulai tenang. “Kenapa tidak mau ikut?” Sudah 3 kali pertanyaan yang sama muncul, Diba tidak mau menjawab lagi. Diba tidak menghiraukan.  Dia tetap jalan menjauh. Memang tingkah Diba tidak bisa dikatakan baik. Tetapi Dia tidak mau berlama-lama di sana. Terlalu menyeramkan untuk dirinya sendiri. "Lo suka dia ya?" tanya Imran to the point. "Siapa,  Zaid?" Aris bingung sendiri. "Lo Ris," balas Imran. Tidak mungkin Zaid yang suka. Dari responnya saja sudah dingin begitu. "Hem di bilang suka belum sih,  tertarik iya.  Nantang banget buat gue hahaha. " Aris tertawa nyaring. "Eh buaya lo,  Jangan macam-macam sama junior gue.  Awas aja lo. " Imran memperingati.  Bukan hal baru jika seorang presiden kampus selalu tebar pesona dan menjadi buaya darat. Walaupun Imran itu sedikit suka berbicara pedas, dia tetap menjaga junior-junior satu jurusannya. Apalagi dari berbagai tingkah laki-laki yang banyak jenisnya. Dengan jabatan yang dipunya,  di tambah tampang yang lumayan membuat banyak perempuan dari berbagai fakultas terpikat.  Tetapi mereka tidak mengetahui betapa buayanya seorang Aris. "Lo kalau mau jadi buaya jangan di sini. " Zaid menatap tajam Aris. Aura Zaid itu beda.  Dia selalu tidak ingin jabatan di BEM seperti yang lainnya padahal kemampuan jangan ditanya lagi. "Garang amat kalian jaga junior dari gue.  Padahal kan gue juga nggak buaya-buaya amat." Aris tidak sadar berapa banyak harapan yang diberikan kepada seorang wanita. Bahkan ada isu dia dekat dengan wanita dari universitas yang ada di kota tersebut. "Berani lo dekatin junior kita,  abis lo." Acam Imran. Zaid memang tidak berbicara lagi, tetapi tatapan matanya belum bisa dikatakan baik. Aris merinding karena tatapan dingin Zaid. Dia tidak pernah bisa menandingi Zaid.  Mereka berdua merupakan calon presiden yang di usung-usungkan fakultas teknik dan hukum.  Hanya saja Zaid tidak mau sehingga Aris lah yang berpeluang besar untuk di calonkan dengan wakil presidennya adalah Imran. Imran lebih cocok menjadi wakil kerena dia memang tidak gila dengan jabatan. Bahkan sangat jarang penghuni fakultas atau perguruan tinggi tahu bahwa dia wakil presiden. Dia tidak mau diperkenalkan di depan umum sebagai wakil presiden, biarkan Aris yang mereka ketahui. Itu prinsip yang disukai Zaid terhadap Imran. Meskipun keduanya berada di jurusan yang sama. Tetapi mereka tidak pernah terlibat konflik karena pola pikir mereka berada pada jalan yang sama. Namun dalam segi sifat tentu keduanya berbeda, Zaid lebih bersikap dingin. Dia juga jarang berbicara, lebih menyukai aksi dari pada koar-koar yang tidak ada manfaatnya. Dia tidak mau terlibat dengan yang namanya perempuan, selalu bisa di andalkan, selalu berada di balik layar dan tentu saja progremer yang sangat dikenal oleh penghuni kampus. Sedangkan Imran memiliki Sifat yang aneh, dia perhatian tetapi terkadang omongannya pedas. Omongan itu memang bukan bualan semata melainkan ada beberapa hal baik jika ditelaah dengan baik. Imran juga terkenal dengan keaktifannya di kampus. Selalu bisa membedakan urusan kampus dengan pribadi. Dia juga merupakan anak dari dekan Fakultas pendidikan. Meskipun begitu, ketika ada yang salah Imran tidak takut walaupun Ayahnya bekerja pada sistem kampus. Hanya beberapa orang saja yang mengetahui bahwa dia anak dari salah satu dekan di kampus tersebut. Aris segera melenggang pergi meninggalkan Zaid dan Imran. Dia tidak mau terlibat konflik dengan kedua orang tersebut. Aris lebih baik mencari aman. "Aplikasi yang waktu itu nggak lo keluarin pas Event?" tanya Imran penasaran.  Dia tahu bahwa Zaid sudah menghasilkan beberapa aplikasi berbasis android. Zaid juga sering mendapatkan proyek-proyek membuat aplikasi. "Belum siap,  masih tahap testing," jawab Zaid.  Dia kembali sibuk melihat nama-nama kelas setiap fakultas yang ikut berpartisipasi. "Penentuan Stand gimana?" tanya Imran lagi. Imran tidak terlalu terjun dalam Event fakultas teknik karena dia wakil presiden kampus.  Penangung jawab event ini adalah gubernur dan wakil gubernur. "Ntar aja gue tanya sama Andre," balas Zaid.  Dia membereskan segala macam yang ada di atas meja. Sebelum itu, Zaid menyampaikan laporan segala urusan event kepada ketua panitia. *** Diba mengomel-ngomel sepanjang jalan, dia sudah menghubungi sang teman dimana keberadaan mereka. Sesuai dengan intuisi Diba, mereka berada di kantin. “Enak banget dah mereka,” keluh Diba. Ada beberapa senior perempuan yang melihat ke arahnya dan dengan sopan Diba menyapa. Sepertinya mereka anak jurusan teknik kimia. Diba mengetahui itu dari jas putih yang mereka kenakan. “Oh dari labor atas toh,” ujar Diba mengerti. Ketika sampai di depan pintu kantin, Diba mencoba beristigfar agar emosinya tidak naik saat melihat teman-temannya. Dia langsung saja duduk di kantin dengan napas tidak beraturan.  Dia segera mengambil botol air yang masih tersegel  di tangan Ridho.  Napasnya ngos-ngosan. "Woi air gue itu " teriak Ridho kaget. Diba tidak berhenti,  dia tetap meminum air tersebut sampai tinggal setengah. Ridho pasrah saja ketika tahu bahwa sang ketua kelas yang mengambil airnya secara tiba-tiba. "Lo kenapa?" tanya Abel sambil menatap sang teman. Dia menggeleng-gelengkan kepala tanda bingung, kenapa sang teman bisa minum air segitu banyaknya dalam sekali teguk. "Lo tahu kagak,  gue di marahin sama 3 senior sekaligus karena kelas kita kagak ikut event," teriak Diba melebay-lebaykan. Dia harus melampiaskan kepada teman-temannya yang malah asik berada di kantin. "Wkwkwk ulu ulu ulu, kasihannya!!!" Ridho tertawa senang.  Dia sangat senang apabila salah satu teman mendapat kondisi yang tidak baik apalagi jika itu Diba. j*****m memang. "Ulu ulu sayangku,  jangan cemberut gitu dong. " Abel merentangkan tangan ingin memeluk Diba namun tidak direspon oleh Diba sama sekali. Diba sangat malas dan tidak mood membalas kelebayan Abel. "Udah deh. Yang kagak mau ikut kan kalian semua, kenapa yang kena marah cuma gue aja?" Diba masih mengeluarkan protesnya. "Karena lo adalah orang yang berdiri pada garis terdepan untuk melindungi kita. Umi ma jangan marah mulu ntar tua lo," ucap Zaki yang masih serius dengan gamenya. "Setuju tuh,  Umi harus lindungi kita lah." Ella pun tidak tinggal diam. Bukan hal aneh ketika penduduk kelas memanggil Diba dengan sebutan Umi.  Mereka memanggil Umi bukan tanpa alasan, hal itu karena Diba yang sering ngomel jika anak kelas tidak shalat.  Dan juga busana yang Diba gunakan seperti ibu-ibu pengajian. Diba tidak mempermasalahkan soal panggilan. Kadang ada juga yang memanggil dia bocil, ustadzah ataupun ukhty. "Gue udah bilang,  ikut aja event ini kalian kagak mau.  Dasar kelas aneh," cerocos Diba. "Wkwkwk males Dib ketemu senior tu.  Mereka belagak sok gede banget.  Padahal tinggi sama besarnya nggak jauh beda sama kita." Diba setuju dengan apa yang Zaki katakan. "Wah wah kalian ghibahin senior,  kagak takut di labrak apa? " Faris datang dengan sebuah paperbag ditangannya. "Banci amat labrak-labrak. Kek cewek." Faris mengeluarkan isi paperbag tersebut.  Ternyata oh ternyata di dalamnya ada sekotak kurma ukuran besar berserta satu botol air. "Ni dari Mak gue, baru balek Umrah Alhamdulillah." "Apaan tuh?”  Tanya Ella heboh. "Kurma sama air zam zam." Hanya cewek yang heboh berebut kurma dan air zam zam tersebut,  sedangkan cowok sibuk bermain game. Mereka sering menghabiskan waktu di dalam kantin. Apalagi makanan yang dijual sangat ramah terhadap anak kosan seperti Diba. Walaupun belum lama mereka bersama, tetapi kekompakan mereka jangan dipertanyakan lagi. Jika ada yang menanyai anak-anak kelas sebelah percayalah mereka sama sekali tidak mengetahuinya. Lingkup lingkungan mereka hanya seputar kelas saja. Bahkan dengan dosen saja, hanya dosen yang memang mengajar di kelas yang mereka ketahui selebihnya ya jelas saja tidak akan tahu. Saat azan berkumandang, Diba bergegas untuk menuju ke mushola. Sebelum itu, dia juga mengajak rekan-rekan kelasnya untuk shalat. Hanya beberapa orang yang mau shalat. Selebihnya mereka asik makan, ngemil, main games ataupun nonton. Diba juga tidak bisa memaksakan mereka untuk shalat, dia hanya bisa mengajak dan mengingatkan saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN