Jatuh

1987 Kata
Gubrak Suara seseorang yang jatuh ke lantai. "Astagfirullah,  ahh." Diba berteriak kesakitan.  Ya Diba lah yang terjatuh di lantai setelah terpeleset karena genangan air di lantai yang semalam tidak di lapnya. Caca juga tidak berada di kosan karena pergi menginap di rumah saudaranya. Diba mengelus bagian belakang nya karena kesakitan yang luar biasa. Dia sudah sangat sangat terlambat untuk masuk kelas,  apalagi dosen yang mengajar terkenal akan ke disiplinannya. Diba segera mandi kemudian bersiap untuk menuju ke kampus.  "Akh kok bisa sakit gini pinggang gue," monolog Diba sendiri saat perjalanan menuju ke kampus. Meskipun event fakultas tengah berlangsung,  perkulihan masih tetap berjalan.  Dosen tidak memberikan kelonggaran sedikitpun. Diba dapat melihat begitu banyak lautan manusia yang berada pada setiap stand-stand yang ada. Dilihat dari gaya nya mereka bukan dari fakultas teknik.  Diba tertawa sendiri ketika otaknya membandingkan penampilan perempuan di fakultas teknik dengan fakultas lain.  Ya memang fakultas teknik berbeda dengan fakultas lainnya. Tetapi mereka menikmati segala kejutan yang ada di fakultas tersebut. "Astagfirullah,  Mampus ni," ucap Diba kaget karena jam tangannya sudah mengarah pada 08:05 menit. Diba berlari menuju kelasnya yang berada di lantai 3. Di fakultas Diba ada 5 lantai tetapi tidak ada lift yang mempermudah untuk bisa bolak balik lantai atas dan bawah. Sangat disayangkan. Saat pengisian penilaian terhadap dosen, karyawan serta fasilitas kampus, Diba dengan semangat mengeluhkan tentang fasilitas lift yang tidak ada. Napasnya ngos-ngosan,  ditambah tidak hanya dia sendiri yang berlarian menaiki tangga. "Pinggang gue mau copot mak," teriak Diba meringis.  Dia baru sampai ke lantai 2. Diba kembali melihat jam,  08:12 Habis sudah,   tidak ada lagi harapan. Dari pada dia di usir dengan cara yang memalukan lebih baik dia mengambil jatah. Diba duduk di salah satu tangga,  dia mengatur napasnya yang mulai kacau. Sakit akibat terpeleset di dalam kos belum hilang di tambah dia harus berlarian menaiki tangga. "Eits Dib,  kagak masuk lo? " tanya Kamil yang tiba-tiba datang entah dari mana. "Gue udah telat Mil,  dari pada diusir mending gue ngambil jatah," jawab Diba tidak terlalu ambil pusing. "Memang ya Dib,  setidaknnya lo coba dulu.  Kali aja Bapak Edgar moodnya baik.  Emang lo mau di kasih tugas? " tanya Kamil lagi.  "Ya kagaklah Mil,  puyeng gue serius.  Malah tadi gue terpleset di dalam kos lagi.  Hari apaan sih sekarang," gerutu Diba. "Ya udah,  lo mau di sini atau ikut gue? Nggak tega ninggalin lo macam anak hilang gini." Kamil memang tidak masuk kelas untuk beberapa hari karena terlibat menjadi panitia event.  Dia mendapat izin dan bebas tugas selama event berlangsung. "Mau kemana? " tanya Diba bingung. "Ke Stand lah,  setidaknya lo bisa liat-liat lah dari pada di sini." Diba berpikir sejenak,  dia juga tidak mau seperti orang bodoh di tangga.  Apalagi dia sangat susah bergaul dengan kelas lain kecuali penghuni kelasnya sendiri. "Oke,  gue ngikut deh.  Beliin gue minum ya,  akhir bulan ni Mil." Diba memang tidak pernah sungkan dengan Kamil. Siapa yang tidak kenal dengan Kamil.  Dia anak salah satu dekan yang ada di perguruan tinggi tersebut. "Iya iya. Ni bawain tolong." Kamil menyengir sambil memberikan sebuah leptop yang masih terbuka. "Sabar gue mil jadi pesuruh lo," sindir Diba dan hanya dibalas kekehan belaka oleh Kamil. Grup w******p “Kagak Jelas” Fikri : Assalamu'alaikum Umi Fikri : Oi balas ngape lu,  online juga Fikri : Lo udah read kan tapi kagak mau balas,  pantasan centang birunya dihilangin Aryan : Parah lo Aryan : Oi Dib Diba :Wa'alaikumsalam… Ngape lu? Diba : Udah tahu gue kagak mau balas ngapain chat? Diba : Kalau kagak penting, enyah lo sana Fikri : Santai mak santai... Fikri : Masih marah aje lu sama gue! Kan bukan salah gue juga lulus di univ negeri wkwkwk Diba: Kenapa lo buat gue seakan akan nggak rela lo masuk univ negeri,  ampun dah Fik. Diba : Mau ngapa lo? Fikri : Iya mak iya. Canda doang elah.. Aryan : Gue lagi dikampus lo ni Diba : Oh Aryan : Kesel gue lama lama sama lo Aryan : Tanyain kek ngapain ini malah Oh doang Diba : Haha kagak percaya gue lo ke kampus gue Fikri : Ni gue kirim gambar ya Picture Diba : Wow buram kok Aryan : Download dulu lah Dibaaa… Emosi gue lama lama Diba : Haha iya iya. Ngapain lo kesini? Aryan : Mau lihat eventlah. Fikri : Sekalian cari cecan cecan sini Diba : Ampun dah gue fik Diba : Lo berdua dimananya? Aryan : Gue di stand robotik ni,   Keren keren anak univ lo ni Fikri : Stand aku padamu Diba : Oke gue kesana Diba : Ngelawak fik hahaha huuuu Fikri : wkwkwk salah mulu Aryan : sip Diba menutup room chat dengan teman semasa SMAnya. Dia memang mempunyai teman dekat laki-laki yaitu Aryan dan Fikri. Mereka berteman bukan tanpa sengaja tetapi karena sejak SMP mereka satu sekolahan maka obrolan mereka selalu nyambung. Aryan dan Fikri sama-sama mengambil jurusan yang berbaur informatika, hanya saja universitas ketiganya tidak ada yang sama. Fikri diterima di universitas negeri dengan jurusan sistem informasi, sedangkan Aryan megambil jurusan teknologi informasi pada salah satu sekolah tinggi komputer yang ada di kota tersebut. Meskipun mereka sudah berpisah, namun di saat lengang ataupun suntu mereka akan meracau tidak jelas di dalam grup w******p. "Mil teman gue ke sini,  gue cari dia dulu ya," ucap Diba memberitahu. Jika tidak diberitahu takut nanti Kamil akan pusing mencarinya. "Gue juga lagi sibuk.  Sana lo," usir Kamil tanpa rasa bersalah. Diba melenggang pergi. Dia mencari-cari stand robotik di mana. Padahal di awal masuk lingkungan event ada sebuah spanduk yang terpampang jelas bagaimana susunan lokasi agar setiap pengunjung tidak pusing mencari stand yang ingin dituju. "Ets ketemu lagi kita Dek,  Mau kemana? " Suara yang selalu ingin Diba hindari, tetapi kenapa selalu juga datang tanpa permisi. "Ke Stand Robotik," jawab Diba seadanya. Aris mengikuti Diba dari belakang, dan itu menarik pusat perhatian. "Ngapain ke sana?" "Ada yang datang Kak,  udah ya Kak saya pergi dulu.  Assalamu'alaikum. " Diba segera berlari ke stand robotik karena melihat sosok Fikri dan Rayan yang juga datang. Aris melongo begitu saja setika sosok junior incarannya melangkah ke arah 2 orang laki-laki dan meninggalkannya begitu saja.  Aris bertanya dalam hati apakah kadar kegantengannya berkurang atau bagaimana? "Assalamu'alaikum Pak Ustadz, " salam Diba ketika melihat teman lamanya. "Wa'alaikumsalam mak," jawaban yang selalu saja keluar dari mulut Aryan dan Fikri "Nggak ngampus kalian?" tanya Diba penasaran. "Gue nggak ada jadwal pagi," jawab Aryan. "Gue bolos hahha," Jawab Fikri. Diba sudah menduganya,  dia tahu bahwa Fikri masuk pagi dari senin sampai jumat. "Memang lo ya. Udah ah sebagai tuan rumah yang baik gue bakal temanin kalian ngunjungi stand.  Ayo!!!." Diba membawa kedua temannya untuk berkeliling.  Kecerewetan mereka mengalihkan siapapun yang melihat. "Wah Wah lihat ni, Aplikasinya keren." Aryan menunjuk salah satu aplikasi dari kelas senior Diba.  Sebuah aplikasi game yang membuat siapapun yang memainkannya kesal. "Boleh di coba kok," ucap penjaga stand. "Eh Diba," Diba terkejut karena senior yang dulu membawanya untuk bergabung dengan kelasnya untuk event memanggil. "Kelas Kakak ya? " pertanyaan yang bodoh menurut Diba. Senior tersebut mengangguk. "Ini pakai unity Bang? " tanya Fikri penasaran. Unity adalah tempat ngoding yang dibiasa di gunakan untuk membuat games.  "Iya. Aplikasi game ini menggunakan bahasa pemograman java dan di buat pada unity.  Logikanya banyak sih di dalam,  soalnya menerapkan metode dari beberapa artificial intelligence," jelas senior tersebut Fikri dan Aryan mendengarkan dengan baik.  Ketertarikan kepada dunia progreming membuat mereka begitu serius mempelajari dunia programing. "Keren banget lagi,  ini di buat sendiri atau rame-rame Bang? " tanya Fikri. "Hehe Kalau boleh jujur ini yang buat satu orang.  Ini udah ada di playstore lo,  udah di download 10.000 orang." "Siapa yang buat?" tanya Diba lebih penasaran. "Kak Zaid,  kenal Dek? " Diba memutar kepalanya,  dia merasa tidak asing dengan nama tersebut. "Lupa yang mana," balas Diba cengengesan. "Dib kenalin ke kita kenapa? Senior lo tu kayaknya pro banget," ucap Rayan. "Gue aja lupa yang mana,  udah lah masih semester 2 pun.  Ntar aja kita serius ngodingnya." Mereka bertiga kembali melanjutkan menjelajahi stand.  Kekagumam tentu saja mereka rasa kan. Setelah selesai,  mereka memutuskan untuk mencari makanan. *** Event yang diadakan berjalan dengan lancar sampai saat ini. Event dilaksanakan selama 6 hari. seperti biasa, jika tidak ada mata kuliah maka Diba beserta teman-temannya malah asik nongkrong pada kantin jurusan. Suasana yang asri membuat mereka kadang tertidur di sana. Lucu sekali memang menjadikan kantin sebagai tempat ternyaman ke duan setelah perpustakaan. Diba tengah sibuk mengerjakan beberapa laporan pratikum yang selalu ada setiap minggunya. Beruntung laporan tersebut dibuat perkelompok dan bukan perseorangan. Jadi dia tidak terlalu pusing sendiri. Meskipun event yang sangat besar itu masih berlangsung, rombongan Diba enggan untuk mengahabiskan waktu di sana. Alasannya sangat simple, jelas saja di sana banyak sekali lautan manusia. Mereka yang hanya tahu dunia kelas saja merasa asing dengan lingkungan seperti itu. “Pak Edger itu udah nikah belum sih?” Diba menghela napas panjang, siapa lagi yang memberi pertanyaan tidak penting seperti itu. Walaupun sang dosen sudah menikah ataupun tidak, jelas saja tidak ada urusannya dengan mereka. Namun itulah yang sering terjadi jika berkumpul dengan anak-anak kelas. Ada saja bahan obrolan yang muncul. Bisa jadi mereka membicarakan tentang anggota BEM yang terlibat kasus, atau asisten labor yang ketahuan berbuat yang aneh-aneh dari CCTV dan lain sebagainya. “Kenapa kalau belum, lo mau gitu?” tanya Diba heran. Abel cengengesan, dia jelas sekali terpesona dengan gaya Bapak Edgar. “Pengen gue doain disepertiga malam, mana tahu jodoh gue itu.” “Huuu, shalat fardu aja lu kagak full apalagi shalat sunnah. Kejauhan lu Bel,” oceh Zaki. “Pantes ya kalau bapak masuk, Gencu Abel merah bat. Terus dia pakek yang merah-merah di pipi lagi. Serem gue lihatnya Bel.” Ridho membuat semua laki-laki di kelas bertepuk tangan. Selama ini tidak ada yang berani mengomentari segala bentuk make up anak perempuan di dalam kelas. “Ridhooooo, awas lo ya!!!!” Abel membuka botol minumannya dan dengan menahan kesal yang sudah menumpuk, dia menyiram Ridho tanpa rasa kasihan. Melihat itu Zaki hanya tertawa, “Kan udah gue bilang, cewek kalu dikomen soal make up suka jadi buas.” Diba dan Ella tidak memperdulikan, karena memang hanya mereka berdua di kelas yang dandanannya biasa saja. Malah terkadang mereka tidak memakai apapun. “Ampun Abel, Ya Allah!!! Pak Edgar ituu.” Abel menghentikan aksinya, dia menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Ridho. Dia kaget sekali karena memang ada Pak Edgar bersama dengan dosen muda lainnya tengah berjalan memasuki kantin. “Kenapa panggil-panggil saya Ridho?” ujar Pak Edgar dingin. Ridho mati kutu, dia reflex memanggil Pak Edgar karena tidak tahan atas kebrutalan Abel. Diba sudah tertawa di dalam hati. “A-anu Pak, Anu-“ “Anu Anu apa Ridho, saya tidak mengerti.” Diba tidak kuasa melihat sang teman yang tampak pucat. Dia berdiri,” Tadi kami lagi bahas tugas dari bapak, karena dia senang banget udah kelar makanya pas liat Bapak dia refleks manggil.” “Iya Ridho?” tanya Pak Edgar memastikan. “I-iya pak,” jawab Ridho terbata-bata. “Ya udah, semangat buat tugasnya. Saya mau makan dulu.” Pak Edgar bersama rombongan segera beranjak mencari tempat unuk menikmati makanan. Ridho langsung terduduk di kursi sambil mengelus d**a diam-diam, “Huft, untung aja.” Abel malah bengong memperhatikan setiap gerak-gerik Pak Edgar. Zaki langsung melempar tisu basah agar sang teman sadar, “Masuk lalat, kapok.” Abel kaget, dia langsung menatap tajam Zaki, “ganggu gue senang aj lu.”  Zaki menyengir tanpa rasa bersalah.   Merasa keadaan tidak bisa dikatakan baik karena ada beberapa dosen yang makan tidak jauh dari mereka membuat mereka ingin segera beranjak. Yang paling cepat mengusulkan itu adala Ridho. “Ayolah kita pindah,” ujar Ridho lagi. Dia berkata seperti itu dengan nada pelan. “Ya udah ih, sibuk bener.” Diba segera menitip bayarannya pada Abel. Mereka beres-beres untuk segera beranjak. Padahal menurut Diba tidak masalah jika ada dosen di sana. Toh mereka tidak malakukan hal aneh-aneh. Setelah selesai membayar, mereka semua keluar secara rombongan. Jelas saja 15 orang tersebut menjadi pusat perhatian. Suasana dilingkungan kampus memang sangat ramai, ada juga yang berdatangan orang luar. “Akhirnya, gua bebas!!!!” teriak Ridho kencang. Mereka semua tertawa. Memang jika berurusan dengan pak Edgar membuat jantung berdag dig dug. Pak Edgar tidaklah semenyeramkan yang mereka pikir, hanya saja mereka tidak suka di respon dengan mata tajam serta aura dingin yang membuat siapapun takut. Hari masih sangat siang untuk pulang ke kosan, apalagi jam 15.00 mereka ada mata kuliahan. Mereka mencari tempat yang nyaman untuk duduk-duduk. Namun, karena disekitaran mereka ramai membuat tidak ada tempat yang kosong untuk di duduki. Ella memberi usul, “Kelas ajalah, ada AC lagi.” Semua setuju, mereka beranjak menuju ruangan kelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN