Desta menatap Ani dan Marni yang duduk di kursi belakang. Tidak ada di dalam hati Desta untuk duduk bersama dengan wanita yang baru saja ia nikahi. Sepertinya Desta sangat menyesal dengan kebodohannya yang tidak bisa menahan hawa nafsunya sehingga ia memaksa pelayan perempuan yang baru bekerja di rumahnya untuk melayani dirinya.
Semuanya sudah terlambat, perempuan itu sudah mengandung anaknya dan dia juga sudah menikahinya, tetapi Desta berharap semuanya akan baik-baik saja.
“Aku ingat pernah memberikan uang padamu beserta buku tabungan. Lalu kemana semua itu? Mengapa Della dan Tasya tidak dapat menemukannya?” tanya Desta ketika ingatan tentang uang yang pernah dia berikan pada Ani.
“Saya minta maaf Tuan. Semua itu saya simpan di rumah kontrakan saya. Dan…apa boleh saya pulang ke rumah kontrakan dulu sebelum pergi?” tanya Ani ragu-ragu.
Dari kaca spion, Desta menatap Ani yang sejak tadi tidak banyak bicara.
“Kau tunjukan saja jalannya. Apa kau akan tetap diam kalau aku tidak bertanya,” kata Desta ingin tahu.
Desta tidak mengira kalau Ani yang semula ia nilai berpikiran pendek ternyata sudah memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi kalau dirinya di usir dari rumah. Bukan rahasia lagi dan sudah sering terjadi seorang nyonya rumah yang mengusir pelayannya pasti akan memeriksa semua barang yang dibawa keluar.
Ia salut pada kecerdikan Ani yang sudah lebih dulu mengeluarkan simpanannya sehingga dia tidak perlu bersusah payah memberikan alasan pada kedua istri Desta.
Mobil itu berhenti di depan gang sempit. Desta mengerutkan alisnya saat menatap Ani yang duduk di kursi belakang.
“Kau yakin di sini?” tanya Desta memastikan.
“Benar Tuan, Di dalam sana adalah rumah kontrakan saya. Saya akan turun sebentar,” pamit Ani di ikuti oleh Marni.
Kedua perempuan itu turun dari dalam mobil lalu berjalan menyusuri gang yang berukuran 1 meter. Desta tidak tahu seberapa jauh letak kontrakan yang di sewa Ani karena setelah berjalan sekitar 10 meter, kedua wanita itu berbelok sehingga Desta tidak mengetahui seberapa jauh dan harus berapa lama ia akan menunggu.
Setengah jam sudah berlalu tetapi kedua wanita itu belum juga kembali. Desta berusaha menahan diri untuk tetap berada di dalam mobil sampai ia melihat Ani berjalan bersisian dengan Marni dengan membawa sebuah tas yang tidak cukup besar.
“Apa isi tas tersebut. Apakah pakaian mereka?” tanya Desta dalam hati sambil mengerutkan dahinya.
“Kenapa lama sekali? Apa kalian sengaja?” tegur Desta ketika mereka sudah tiba di samping mobil.
“Saya minta maaf Tuan. Saya harus mengembalikan kunci rumah pada pemilik kontrakan,” jawab Ani ragu-ragu.
Dalam hati Desta berpikir mengapa wanita itu begitu takut padanya. Desta tahu bahwa sejak ia menggaulinya malam itu, Ani selalu menghindarinya dengan wajah ketakutan yang tidak dapat di sembunyikan. Apakah wanita itu masih takut padanya meskipun dia sudah mengandung dan menjadi istrinya? Sepertinya menarik untuk mencari tahu.
Desta tidak tahu mengapa ia kembali merasa tertarik pada Ani saat melihat wajahnya dengan bibir yang bergetar dengan butiran keringat di atas hidungnya.
Tidak seperti perempuan lain yang ditemui Desta, kecantikan Ani benar-benar menarik. Kecantikan yang begitu alami dan...Desta memaki dalam hati. Kenapa ia begitu ingin menyentuh dan merasakan tubuh Ani kembali?
Desta tidak mengucapkan apa pun atas jawaban Ani karena dia sibuk memaki dirinya. Bagaimana bisa dia memikirkan untuk menyentuh wanita itu lagi? Tapi apa salahnya? Ani sekarang adalah istrinya dan dia berhak mendapatkan pelayanan dari wanita yang belum 24 jam lalu ia nikahi.
Desta tidak tahu bisikan atau pengaruh apa yang menyebabkan dia turun dari tempat duduknya yang berada di depan untuk pindah ke kursi penumpang.
“Mbok, kau duduk di depan. Aku akan bersama dengan Ani di belakang!” perintah Desta pada Marni yang baru saja berniat membuka pintu mobil.
Bukan saja Marni yang terkejut, tetapi juga sopir yang mendengarnya. Rasa terkejut kedua orang itu tidak sebesar yang dirasakan oleh Ani. Ia yang baru bergerak masuk tanpa sadar mengangkat kepalanya hingga harus merasakan sakit karena membentur bagian atas pintu mobil. Rasanya sungguh nyeri hingga tanpa sadar ia mengeluarkan air mata.
“Bagaimana bisa kau berbuat ceroboh seperti itu!” tegur Desta galak.
Ani hanya diam. Ia tidak mampu bersuara karena nyeri di kepalanya membuat ia hanya bisa menggigit bibirnya.
“Kemari!” perintah Desta begitu mobil sudah melanjutkan perjalanan kembali.
Ani tidak tahu apa maksud Desta, kemari kemana? Bukankah mereka sudah duduk berdekatan? Lalu ia akan kemana lagi? Pertanyaan tersebut terus mendera Ani hingga tangan Desta terulur menarik tangannya.
Ragu-ragu Ani bergerak menggeser duduknya. Ia tidak tahu apa yang diinginkan oleh majikan yang kini sudah menjadi suaminya.
“Apa kau menyimpan semua uang yang aku berikan padamu?” tanya Desta pelan.
Ani tidak berani menjawab, ia hanya mengangguk tanpa berani menatap Desta.
“Kau tahu kalau aku selalu menambahkan jumlahnya ke rekeningmu?” tanya Desta lagi yang dijawab hanya dengan gelengan kepala.
“Baiklah. Nilai tabunganmu sudah bertambah dan jumlahnya cukup besar. Akan kau pakai buat apa?" tanya Desta setelah sekian lama Ani tidak memberikan reaksi apa pun setiap kali ia bertanya selain menggeleng dan mengangguk saja.
“Sebelumnya saya menabung dan tidak memakainya karena saya mau gunakan untuk modal berdagang. Lalu saya tahu kalau saya hamil, jadi saya akan memakainya untuk modal juga buat anak saya nanti,” jawab Ani pelan.
Desta terdiam mendengar jawaban tidak terduga yang diberikan oleh Ani.
"Apakah kau tidak berniat mengatakan padaku kalau kau hamil?" tanya Desta tajam.
Ani menggeleng. Dia tidak pernah berniat mengatakan apa pun pada Desta. Ia sengaja memiliki kontrakan dengan alasan, bila kandungannya sudah terlihat ia akan berpamitan pada majikannya. Sehingga tidak ada seorang pun yang akan mengetahuinya.
"Jadi, kalau Ibu tidak bicara, kau pun tidak akan mengatakan nya?" tanya Desta memastikan.
Sekali lagi Ani hanya mengangguk.
"Jadi kau tidak berharap aku mengetahui apakah aku punya anak atau tidak?"
Desta sangat gemas melihat Ani yang menjawab dengan gelengan dan anggukan kepala saja sehingga ia kemudian memilih untuk diam.
Sepanjang perjalanan menuju kampung yang terletak di ujung pulau Jawa bagian barat, Desta maupun Ani tidak banyak bicara. Apa yang mau dibicarakan. Ani hanya tamatan SD sementara Desta seorang pengusaha terkenal dengan pengetahuan yang sangat luas.
Desta tidak tahu bahwa di dalam hati Ani terdapat penyesalan yang sangat mendalam. Ia berharap bisa mendapatkan seorang suami yang bisa menerima dirinya apa adanya, yang sederajat hingga tidak akan ada perbedaan status yang membuat mereka tidak bisa bersama.
Lamanya perjalanan yang mereka lalui membuat beberapa kali kepala Ani terantuk ke depan karena mengantuk sampai akhirnya Desta merebahkan kepala Ani dipangkuannya.
"Letakan kepalamu di sini!" Perintah Desta tegas karena Ani berusaha menolak tawarannya.