Hamil?

2023 Kata
Saat ini Damar sedang membaca satu persatu berkas milik Alin yang di beri oleh Justin. Pukul tujuh malam Damar dan Justin berada di ruang tamu milik paman Joe, benar, Justin sedang berada di rumah Damar sekarang. Justin memberikan semua data-data Alin yang bersifat sangat sensitif, membaca kertas tersebut saja membuat kepala Damar pening. Ini benar-benar sangat kacau. Ayolah Alin masih berusia tujuh belas tahun, mengapa gadis itu bisa bersikap tidak senonoh begini? Dan lagi alasan Alin menyebarkan masalah pribadi Joe itu hanya karena motif kecemburuan. Anak-anak remaja sekarang memang sangat mengerikan. “Kamu mendapatkan ini semua dari mana?” Tanya Damar tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang sedang ia baca. Justin sedikit menyeruput teh manis yang tadi sempat di sediakan Sinta. “Anak buah saya Pak,” Mendengar itu Damar langsung menatap ke arah Justin, sedikit bingung kenapa Justin yang profesinya sebagai dokter tiba-tiba berubah menjadi intel? paham dengan kebingungan yang terpampang jelas di raut wajah Damar membuat Justin berdehem pelan dan menaruh secangkir gelas di atas meja. “Maksud saya, saya ini banyak kenalan. Maka dari itu hal kecil begini bisa saya dapatkan,” Jelas Justin. “Bagaimana? Menurutmu ini hal kecil? Astaga Justin ini sudah bisa di bilang bukan hal kecil lagi! Kau ini siapa sih sebenarnya?” Tanya Damar lalu tangannya menaruh semua berkas yang tadi ia baca. Kali ini ia menatap Justin serius, kemudian laki-laki itu hanya menghela nafas panjang. “Saya hanya seorang dokter umum saja,” Jawab Justin memastikan. Damar menggeleng pelan, dia masih tidak percaya dengan ucapan yang baru saja Justin lontarkan. “Tidak, jujurlah. Jangan pernah bermain-main dengan saya,” Justin pun masih terus memegang pendiriannya, tidak. Dia tidak ingin beberapa orang tahu bahwa sebagaimana Justin seorang dokter umum ia masih tetap mempunyai banyak koneksi dan bawahan akibat perkumpulan yang ia ikuti sejak dulu. Justin tersenyum, raut wajahnya cukup memastikan bahwa ia sedang tidak bohong sekarang. He’s good on acting right? “Saya memang seorang dokter pak,” Mendengar itu Damar melepas kacamatanya yang sedari tadi bertengger di hidung mancung miliknya, terserah! Kepalanya sudah sangat pening sekali. Laki-laki itu tidak peduli siapa Justin yang sebenarnya, yang jelas ia tidak ingin kalau calon suami Joe bisa membuat keponakannya kesulitan. Tetapi sejauh ini sepertinya tidak, bahkan terkesan sangat membantu setelah adanya masalah rumit yang di buat oleh muridnya sendiri. “Jadi, saya harus mengeluarkan Alin dari sekolah agar gadis itu tidak menganggu Joe terus-terusan?” Tanya Damar yang kembali membahas masalah awal, memang awalnya seperti itu bukan? Justin menggeleng, “Itu sepertinya tidak perlu pak,“ “Maksudmu?” Damar tidak mengerti dengan maksud Justin. “Bukankah Alin adalah anak dari keluarga sangat terpandang sekaligus penyumbang yayasan terbesar setelah Joe bukan?” Kali ini Justin yang melempar pertanyaan kepada Damar. Damar mengangguk pelan, melihat itu Justin tersenyum, “Apa memang segampang itu mengeluarkan Alin dari sekolah jika orang tuanya saja bisa melakukan semua yang mereka inginkan?” Tanya Justin lagi untuk memastikan. Damar diam, laki-laki itu mencerna ucapan Justin. Kalau di fikir-fikir ini ada benarnya. Apalagi, kasarannya Chandra sudah banyak membantu untuk pembangunan di sekolah miliknya dan Dikta. Justin kembali mengangguk kali ini ia tersenyum lebar, “Tidak semudah itu pak, sebagaimana kita mempunyai bukti yang jelas dan kuat, Pak Chandra tidak akan diam mengurus masalah anak perempuan satu-satunya, saya tahu Pak Chandra seperti apa,” “Untuk saat ini Pak Damar cukup diam saja, ada kalanya Alin keluar sendiri dari sekolah milik anda,” Lanjut Justin meyakinkan. “Maksud kamu?” “Alin hamil,” Dan itu cukup membuat membulatkan kedua matanya, laki-laki tua itu benar-benar sangat terkejut dengan ucapan Justin. •••••••••••••• Alin bangkit dari tidurnya lantas mengambil pakaiannya yang sudah berserakan di atas lantai kamar Andre. Sedangkan laki-laki itu memandang Alin yang terkesan terburu-buru saat memakai pakaian seragamnya. “Kenapa sih Lin buru-buru banget? Mau kemana?” Tanya Andre yang terheran-heran dengan sikap pacar gelapnya itu. Sudah hampir tiga tahun mereka menjalani hubungan, sebenarnya bukan sepasang kekasih seperti halnya yang di harapkan Andre. Akan tetapi hubungan mereka hanya sebatas friend with bennefit saja. Kalian tahu kan istilah perkataan itu? Hal tersebut sudah hal lumrah di kalangan anak-anak remaja apalagi di kota besar begini. Ia tahu bahwa hati gadis itu di khususkan untuk Gisha, Alin benar-benar terobsesi dengannya sejak dulu. Sebagaimana Andre sudah menjanjikan kebahagiaan yang pasti seperti halnya yang di inginkan gadis itu, Alin masih saja menolak. Bahkan semenjak mereka menjalin hubungan selama dua bulan sebagaimana ada unsur paksaan, tetap saja itu tidak membuat Alin puas karena Gisha sama sekali tidak menyentuhnya. Iya, Alin seorang gadis yang mempunyai hypersex akut bahkan terkadang Andre juga kewalahan untuk melayani hasrat gadis itu. Tetapi tetap saja Andre benar-benar jatuh dalam pesona Alin, tidak hanya karena ia mempunyai service yang bagus akan tetapi Alin sangatlah cantik, yap! Alin adalah tipe cewek Andre yang di inginkannya selama ini. “Bokap gue pulang hari ini setelah touring ke Bandung selama tiga hari,“ Ucapnya tepat di hadapan kaca yang tertempel di lemari besar di sudut kamar laki-laki itu. Andre mengangguk paham kedua matanya tidak lepas memandang cantiknya Alin, kemudian laki-laki itu menyadari sesuatu. Selama dua bulan penuh ini Alin selalu meminta hasratnya terpenuhi dan itu membuat dirinya sedikit curiga akan sesuatu. “Lo kok belum datang bulan sih?” Tanya Andre asal. Jangan lupa, laki-laki itu itu tahu betul jadwal tamu milik Alin. Alin yang baru saja menguncrit rambutnya seperti ekor kuda langsung memandang Andre, gadis itu juga baru menyadari akan hal ini. Di tambah lagi Alin jika bermain dengan Andre jarang memakai pengaman, terkecuali jika ia sedang melakukan open BO. Alin wajib melakukan pengaman setiap melakukan hubungan dengan pelanggannya. “Lo rajin minum pil KB kan Lin? Selama ini kan gue selalu ngeluarin di dalem karena lo yang minta,” Tanya Andre lagi yang sudah sedikit panik saat melihat raut wajah Alin yang terlihat khawatir. Alin diam, pikiran gadis itu saat ini tidak bisa jernih. Ia melupakan satu hal, selama sebulan ini dirinya benar-benar tidak meminum pil KB yang selalu Alin sediakan setiap hari. “Lin jangan bilang lo-“ “Enggak, gue yakin hormon gue lagi gak bagus sekarang, karena seminggu ini gue bergadang terus,” Alibinya. Andre hanya mengangguk, “Ya kalau lo hamil gue gak masalah sih, rezeki gue punya keturunan dari lo,” Ucapnya santai. “Dih mimpi lo!” Alin mengambil parfume milik Andre yang dia ambil di atas mejanya dan melemparkan ke arah laki-laki itu lantas Andre tertawa pelan karena lemparan itu tidak kena sasaran. “Gak usah takut miskin, gue bisa biayaiin lo kok. Secara bokap gue kan CEO apalagi gue penerus perusahan dia satu-satunya,” Jelasnya lagi. Iya itu benar, Andre juga terlahir dari keluarga terpandang, ayahnya seorang CEO perusahaan alat kesehatan yang berada di daerah Bandung dan Jakarta. Apalagi ayah mereka berdua berteman dengan baik, jika mereka melakukan kesalahan pun Andre yakin ayah mereka tidak akan semarah itu yang ada bisnis mereka akan berjalan lancar. Ayah Alin yang seorang pemilik rumah sakit Jiwa, dan Ayahnya seorang CEO perusahaan alat kesehatan. Jelas-jelas itu akan saling mengutungkan kan? Tapi tidak bagi Alin, gadis itu masih ingin bersama dengan Gisha, makanya segala cara akan ia lakukan untuk mendapatkan laki-laki itu. “Gue balik,” Ucap Alin yang sudah menarik knop pintu kamar Andre. “Mau gue anter gak?” Tawar Andre yang sudah buru-buru memakai pakaiannya asal. “Gak usah, gue udah mesen go car,“ “Alasan banget sih,” Kesal Andre. “Ya udah deh take care ya sayang,” Teriaknya. “Najis!” Dan jawaban Alin mampu membuat Andre tertawa terbahak-bahak, gadis itu benar-benar sangat menggemaskan di matanya. Di sisi lain setelah Justin pulang dari rumah Damar, laki-laki itu kembali ke apartemen milik Joe, hanya sekedar untuk menemani gadis kesayangnnya. Dan juga sejak tadi siang Justin belum sama sekali mengganti bajunya karena banyak yang dia urus, benar-benar merepotkan. Tapi tidak apa-apa, apapun akan ia lakukan untuk calon istrinya tercinta. Justin menyodorkan s**u strawberry kepada Joe yang sedari tadi diam tanpa membuka percakapan sedikit pun saat Justin datang ke sini dengan wajah yang ceria, akan tetapi respon gadis itu benar-benar datar dan tidak berekpresi. Yang seharusnya Justin pulang untuk melepas rindu, yang ada malah masalah rumit seperti ini. "Makan belum? Aku beliin makanan ya?" Mendengar ucapan Justin tadi, membuat Joe menoleh aneh. Tidak biasanya lelaki itu berbicara dengan sebutan aku-kamu jika sedang bersama Joe. Beberapa detik kemudian, Joe menggeleng, ia sedang tidak mood untuk makan apapun, lantas Joe menepuk sofa yang ada di sebelahnya, memberi kode agar Justin duduk tepat di sebelah tubuhnya. Sadar akan kode itu, Justin berjalan mendekat ke arah Joe yang sedari tadi memeluk tubuhnya sendiri. Joe menatap wajah Justin secara detail, seminggu sudah ia tidak menatap wajah lelaki menyebalkan itu. Namun beberapa detik kemudian Joe tersenyum tipis. "Makasih, makasih udah dateng," ucapnya tersenyum lebar seraya air matanya kembali menetes, Justin menghela nafas, menarik tubuh mungil Joe kedalam dekapannya. "Udah nangisnya," ucap Justin saat menyadari Joe nangis kembali. Lelaki itu tau, berat menjalankan hidup seperti ini, bertahun-tahun susah payah Joe membangun tembok dalam dirinya agar semua orang tidak gampang untuk menghancurkan nya, namun apa yang ia harapkan tidak seusai dengan ekspetasi. Karena sebenarnya korban broken home tidak sekuat yang orang lain pikir, Justin paham itu. Di tambah nyokap yang mempunyai gangguan jiwa, jelas. Itu semua tidak semudah untuk kuat dengan keadaan. "Gue bener-bener hancur Just, gue gak bisa bayangin ke depannya bakal gimana dengan semua orang tahu fakta kehidupan gue yang memalukan gini? Farsya, Abisha semua sahabat gue yang gak pernah tau masalah ini, pasti kecewa karena mereka tahu ini dari orang lain, tapi gue gak punya keberanian yang luar biasa buat bilang yang sejujurnya ke orang-orang terdekat gue, karena gue gak mau mereka mikir yang enggak-enggak ke diri gue," Justin menatap lekat kepada Joe, kedua mata yang memerah membuat hati Justin kembali terasa nyeri. "Denger, segimana kamu ngira yang enggak-enggak, aku jamin apa yang kamu pikirin salah, banyak yang sayang sama kamu, tapi kamu selalu menutup diri. Ngebuat orang yang mau bantu kamu susah buat mereka gapai. Coba buang pikiran kaya gitu, bakal banyak orang yang secara terang-terangan bantu kamu buat bangkit lagi," "Joe seperti yang aku bilang dari awal kan? Aku udah cinta sama kamu dari pandangan pertama, tapi kamu selalu beranggapan kalau hal itu cuma lelucon yang aku buat, but to be honest, i really love you with all my heart. Aku paham kenapa kamu selalu bersikap seperti itu, karena gak ada orang yang kamu percaya, mungkin ada. Entah itu siapa aku gak tau, yang jelas aku mencoba untuk jadi orang yang bisa kamu percaya dan aku juga yang bakal buat kamu bangkit dari hal terburuk yang kamu rasaiin selama ini," Mendengar itu perasaan Joe sedikit membaik. Benar apa yang Justin ucapkan tidak sepenuhnya salah. Gadis itu sadar Joe selalu menutup diri walaupun orang-orang ingin membantunya. Pikiran Joe dulu hanya satu, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan orang lain, namun itu berujung tidak baik bagi dirinya, maka dari itu Joe menyetujui apa yang Justin bilang. Dan Joe mencoba untuk percaya dengan orang lain kecuali Gisha dan Satya, yap! Harus seperti itu kan? Tetapi tiba-tiba saja Justin mengelus pipinya pelan, membuat Joe sedikit meringis. Entah perasaan nya saja atau bukan Justin seperti memberi kode kepadanya. "Lo lagi gak turn on kan?" Celetuk Joe,sehingga membuat Justin sedikit terbata-bata. "Turn on sama kamu? Astaga! Berharap banget sih orang body kerempeng gitu," “Kenapa jadi aku kamu gini ngomongnya?“ Tanya Joe heran. Justin mendengus kesal, kapan pekanya sih ni anak? “Emangnya aku kamu bikin kamu mati mendadak ya? Kan biar chemistrynya dapet,” Joe tertawa menggeleng tidak percaya bahwa Justin bisa salah tingkah seperti ini, ah Justin benar-benar menggemaskan! Melihat Joe yang tertawa seperti itu, membuat Justin tersenyum lega, bagus lah. Tidak seharusnya Joe berlarut larut dalam kesedihannya, terus menerus Justin tidak menyukai itu. Lalu tanpa permisi, Justin mencium bibir Joe lembut, membuat Joe sedikit terkejut dengan perlakuan mendadak seperti ini. Baiklah ini ciuman perdana mereka berdua bukan? "Love you," bisik Justin, saat lelaki itu melepaskan ciumannya. Oke jantung, tolong berkompromi lah, karena ini benar-benar membuat Joe mati kutu di tempat, ugh! Benar-benar memalukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN