Masa Lalu Justin (1)

1850 Kata
5 tahun yang lalu. "Gue hamil," Justin menoleh, menatap Anna dengan tatapan tidak percaya, oke ini bercanda. Hanna selalu melakukan Jokes yang sedikit keterlaluan memang. "Bercanda kan lo? Fix! Gak lucu Ann, gue tahu humor lo," kekeh Justin yang masih berfikir positif, walaupun sebenarnya dalam diri Justin ia juga merasakan kepanikan. "Gue beneran hamil," Selesai mengucapkan itu tangis Anna pecah, sehingga Justin yang mendengarkan tangisan itu menyenderkan badannya lemas. Bodoh! Kenapa ini harus terjadi? "Lo kan udah janji sama gue, nakal boleh bego jangan? Tapi kenapa lo harus bego sih Ann!!!!" Ucap Justin yang sudah frustasi kejadian di dalam pengawasannya, ini sudah berada di luar kendali Justin. Anna tetap menangis, gadis itu bingung harus bersikap seperti apa, karena ia mengakui kebodohannya sendiri. Walaupun ia memiliki otak yang bisa di andalkan dalam per- mata kuliahnya, tapi entah mengapa otaknya terlalu bego untuk masalah seperti ini. "Rian tahu?" Tanya Justin lagi. Anna mengangguk, lantas Justin menghela nafas lega, setidaknya akan ada jalan keluar setelah ini. "Tapi Rian gak mau tanggung jawab, dia gak siap buat jadi ayah," Detik itu juga, emosi Justin kembali memuncak, laki-laki itu bangkit lalu menendang bangku keras. Bersyukur di kelasnya saat ini sudah tidak ada siapa-siapa, hanya ada Justin dan Anna berdua. "Gue takut, gue gak tahu harus gimana, yang jelas gue gak bisa hadepin ini sendirian," Anna yang sudah putus aja, membuat Justin melangkah kepada Anna dan duduk tepat di sebelah gadis itu. Tangannya merengkuh tangan mungil Anna, lalu memandang wajah gadis itu dengan raut wajah serius. "Ada gue, percaya sama gue. Gue akan ada di situ di saat lo butuh gue, yang jelas sekarang lo harus bilang sama nyokap bokap lo, apapun keputusan mereka nanti harus lo terima, okay?" Dan Anna hanya mengangguk di tengah tangisannya. •••••••••••••••••• Setelah Justin mengantarkan Anna pulang ke rumah, akhirnya Justin memutuskan untuk bertemu Rian. Bagaimana pun Justin akan menghajar laki-laki itu karena sudah menjadi seorang pengecut. Dulu, sebelum semuanya ini terjadi. Justin, Annah dan Rian adalah teman dekat saat mereka awal masuk di fakultas kedokteran ini, setelah 6 bulan berteman tiba-tiba saja Rian dan Annah berkata kepada Justin bahwa mereka menjalin hubungan yang lebih dari teman. Mendengar itu Justin mengiyakan dan menyetujui hubungan mereka, segimana Justin sebenernya menyukai Annah juga, tapi karena gadis itu lebih memilih Rian ke timbang dirinya akhirnya Justin harus memutuskan kembali mengubur perasaannya untuk kebahagiaan Annah, Justin tidak ingin perasaannya berubah menjadi beban dan kecanggungan di antara mereka bertiga. Karena fikirnya pertemanan mereka bertiga memang sangatlah dekat dan Justin sangat menyayangi mereka bertiga. Tetapi, dimana Justin berusaha keras agar hubungan mereka bertiga tetap terjaga segimana mereka berpacaran, dalam sekejap Rian menghancurkan itu semua, tidak! Justin tidak ingin apa yang ia inginkan hancur begitu saja. Sekarang, Justin sudah berdiri tepat di depan pintu kosan Rian. Lantas Justin mengetuk pintu tersebut tetapi tidak ada jawaban, dan itu berlangsung selama berkali-kali. Dengan hasil yang masih sama, Justin mendobrak pintu tersebut dan seseorang yang ia cari sedari tadi akhirnya ada. Iya, Rian sedang berdiam diri dengan tatapan kosong. Botol alkohol berserakan dimana-mana. Perlu kalian tahu bahwa keadaan Rian benar-benar kacau sekarang. "Sejak kapan Rian yang gue kenal jadi pengecut?" Justin melangkah mendekati Rian, sedangkan Rian hanya meliriknya sekilas. Melihat respon Rian seperti itu, Justin tidak bisa menahan ini semua. Persetan dengan keadaan! Justin memukul Rian berkali-kali yang dalam keadaan mabuk, sedangkan Rian tidak membalas pukulan Justin yang menghantam nya bertubi-tubi saat inu, seakan-akan Rian rela bahwa ia bakal mati ditangan sahabatnya sendiri. "Lo cowok kan njing?!! Jangan bisanya lo naro benih sembarangan dan setelah jadi lo tinggalin gitu aja b*****t!!!" Melihat Rian yang tidak merespon nya sama sekali, membuat Justin mendorong Rian muak! Sialan. Justin benci dengan seseorang yang tidak punya akhlak sekaligus adab seperti ini. Saat Justin kembali akan memukul Rian, gerakannya terhenti karena ponselnya berbunyi, Justin merogoh ponselnya dalam saku celana, lalu melihat siapa yang menelfon dan menganggunya di saat-saat seperti ini. Namun saat tahu bahwa Hannah lah yang menelpon, membuat Justin segera mengangkatnya. "Hall-," "Jemput, gue di usir dari rumah," potong Hannah Kemudian panggilan tersebut membuat Justin terdiam, tidak percaya bahwa ini semakin rumit. Pandangan Justin jatuh pada Rian yang melamun seraya meminum alkohol. "Gue harap lo ada waktu buat minta maaf akan perbuatan biadab lo, karena setelah itu nyawa lo ada di tangan gue," ••••••••••••• Setelah sebulan Hannah di usir, Justin memutuskan agar Hannah untuk tinggal di apartemen milik nya. Dengan usia kehamilan 3 bulan membuat Justin sedikit kerepotan jika Hannah sedang mengidam. Sebenernya Justin tidak keberatan, bahkan ia dengan senang hati menerima kehadiran Hannah dan merawat gadis itu seorang diri, karena bisa di bilang untuk sekarang wanita itu tidak memiliki siapa-siapa. Seperti Justin. Namun dengan permasalahan yang beda. Justin paham, Hannah yang terlihat happy di hadapan nya, pasti ada sedikit perasaan dalam hatinya yang menganggu, di tambah Rian tidak ada itikad baik kepadanya sampai detik ini. Anak Dajjal memang. "Bulan ini waktunya cek up kan?" Tanya Justin sebari memberikan s**u hamil kepada Hannah. Hannah mengangguk, sebari menerima s**u coklat itu. Dalam hati Hannah bersyukur masih ada tempat tinggal dengan keadaan seperti ini, entahlah ia tidak bisa membayangkan bila Justin juga memusuhinya. Hannah tidak tahu harus kemana lagi. Dengan adanya Hannah jujur ke ayah dan ibunya, karena ia ingin sekali mempertahankan janin di dalam perut nya itu. karena bagaimanapun juga, anak tidak salah apa-apa. Yang salah adalah dirinya dengan Rian. Maka dari itu Hannah menerima perlakuan keluarganya yang membuang Hannah tanpa hormat kemarin. Walaupun harus meninggalkan Angga dan Alin. Yaitu Adik-adiknya yang masih kecil. Beruntung keduanya tidak melihat perdebatan yang memilukan. Kemungkinan mereka berdua juga mempertanyakan kemana Hannah pergi. Baiklah, lebih baik seperti itu bukan? Ini murni kesalahan dirinya. Dan harapan Hannah kelak, kedua adiknya tidak melakukan hal bodoh seperti dirinya juga. Mungkin pikiran Ayah dan Ibu, tidak masalah membuang anak yang sudah bikin malu keluarga, yang terpenting mereka masih mempunyai dua anak yang bisa mereka didik dengan benar. Hannah terkekeh pelan, membuat Justin yang melihat itu menaikan sebelah alis matanya bingung. "Kenapa?" Tanya Justin heran saat melihat Anna tertawa pelan. Annah menoleh, menggeleng sebari tersenyum,"Makasih ya Just, udah mau gue repotin," Justin menghela nafas, menyuruh Hannah untuk mendekat kearahnya, melihat kode itu Hannah pun merapatkan badannya kepada Justin. Justin yang sudah mendekap tubuh gadis itu lantas mengelus pelan rambut hitam pendeknya. "Gak perlu buat bilang makasih, karena pada dasarnya gue cuma pengen keponakan gue sehat-sehat," "Ogah banget anak gue punya om bar-bar nya macem lo!" Hanna melepaskan diri dari pelukan Justin, Justin tertawa. "Lah ganteng gini, yang ada bangga bege," "Serah elo deh! Btw, persidangan cerai nyokap bokap lo kapan kelarnya?" Ekpresi Justin yang semula masih biasa-biasa saja, dalam sekejap berubah dingin. Dengan raut wajah seperti itu, Hannah paham Justin masih dendam dengan permasalahan yang ia alami. "Gue gak bakal rela kalau hak asuh gue sama Gisha jatuh ketangan bokap sama selingkuhannya," Hannah meraup wajah Justin dengan kedua tangannya. "Apapun nanti keputusannya, gue mohon kontrol emosi lo okay? Kalau pun lo marah jangan pernah di depan adek lo, fix! Dia masih kecil. Gue gak mau pikiran dia yang masih polos harus ngelihat hal beginian. Di tambah Gisha juga gak tau sama sekali kan permasalahan ini? Please dengerin saran gue, ada saatnya Gisha tahu semuanya," Justin diam, beberapa detik kemudian ia menyetujui itu. Apa yang diucapkan Hannah sepenuhnya benar. "Adek lo Alin seumuran juga kan sama Gisha?" Tanya Justin tiba-tiba. Hannah mengangguk,"Kenapa?" "Andai permasalahan ini gak terjadi, kita berdua bisa saling kenalin mereka kali iya, persahabatan yang turun menurun gitu," kekeh Justin. Mendengar itu Hannah tertawa begitupun Justin. Iya, Harusnya seperti itu. Hannah yang memperkenalkan Justin dan Gisha kepada Angga dan Alin, begitupun Justin yang mengenalkan Gisha kepada mereka. Tetapi apa yang mereka inginkan hancur sudah oleh takdir yang tidak bisa mereka tebak. •••••••••••••• Alin menjatuhkan tubuhnya tepat di atas kasur king size miliknya, kedua sorot mata gadis itu memandang kosong langit-langit kamar. Sebelum pulang tadi, Alin sempat mampir ke apotek untuk membeli tes alat pendiktesi kehamilan, sebenarnya ia ragu akan tetapi Alin juga wajib memastikannya bukan? Karena jujur, siklus datang bulan gadis itu tidak pernah bermasalah bahkan telat setiap bulannya. Tangannya merogoh alat tersebut dari tasnya, kemudian memandang ragu alat itu. “Masa sih?” Tanya nya lebih ke diri sendiri. “Kalau sampai iya, gue bisa abis sama Angga. Belum lagi berurusan sama bokap juga,” Tubuhnya langsung bangkit dan memposisikannya menjadi duduk. Dengan berat hati akhirnya Alin bangkit dan melangkah menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Tidak perlu bertele-tele, akhirnya Tangan gadis itu mengambil gelas kecil yang jarang pernah ia gunakan, kemudian menampung a******i miliknya dan menasukan tes alat kehamilan sesuai anjuran yang ada di tempatnya. Hanya lima menit Alin menunggu, dengan cepat ia langsung melihat hasilnya. Saat tahu bahwa hasil dari alat tersebut menunjukan dua garis yang artinya positif, dan itu mampu membuat tubuhnya ambruk ke atas lantai kamar mandinya. Tangannya bergetar, air mata sudah membendung tepat di pelupuk kedua matanya. Kacau! Ini semua benar-benar kacau! Bagaimana bisa dirinya kelewatan seperti ini sih? Sial! Dia harus berbicara apa kepada Angga dan kedua orang tuanya. Di dalam kamar mandi Alin benar-benar menangis sejadi-jadinya, gadis itu memaki dirinya sendiri karena menganggap bahwa dirinya sangat bodoh! Dan Alin juga marah kepada dirinya, yang mempunyai penyakit hypersex aktif akut. Jujur, Alin tidak ingin terlahir menjadi seperti ini karena bagaimanapun itu sangat menyiksa hidupnya. Dengan ia yang seminggu hasratnya harus terpenuhi selama 5-9 kali, bahkan jika lawan bermainnya tidak memuaskan itu membuat Alin tidak puas dan itu membuat Alin harus mencari lawan lagi di hari itu juga. Gila? Memang! Sakit? Iya! Jangankan kalian, Alin saja merasa jijik dengan dirinya sendiri. Dia lelah dengan apa yang sudah mendarah daging di hidupnya. Alin hanya ingin menjadi orang yang normal-normal saja, yang tidak mempunyai kelainan di dalam hidupnya. Lantas sekarang bagaimana? Langkah apa yang harus di ambil? Tanpa pikir panjang Alin menghapus air matanya di kedua pipi tirusnya lalu mengambil ponsel dan langsung menghubungi Andre, karena bagimana pun laki-laki itu juga wajib bertanggung jawab. Panggilan tersambung, Andre yang menyambut dengan senang panggilan dari Alin tiba-tiba berubah semenjak ia mendengar tangisan gadis itu. “Babe kenapa?” Tanya Andre khawatir. Laki-laki itu mempang seperduli itu kepada Alin. Alin masih menangis, gadis itu terus mencurahkan tangisannya di telepon dan Andre yang berada di sebrang ponsel tersebut bingung harus bersikap seperti apa. Karena menurutnya tadi sempat biasa-biasa saja, bahkan Alin oke-oke saja sebelum gadis itu memutuskan pulang dari rumahnya. “Lin lo-“ “Gue ha..hamil Ndre,” Ucap Alin sambil tersedu-sedu. Andre yang mendengar perkataan gadis itu langsung terdiam, sebenarnya ia sedikit terkejut akan tetapi tidak panik banget saat mendengarnya, karena dia sudah memprediksi hal tersebut, banyak perubahan yang terjadi pada Alin akhir-akhir ini. “Lo di mana? Gue samperin,” Alin menggeleng, gadis itu sudah sangat ketakutan, “Bokap gue ben-“ “Persetan dengan bokap lo Lin! Gue pengen meluk lo dan tanggung masalah ini bareng-bareng,” Mendengar tuturan Andre membuat Alin menangis sejadi-jadinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN