Justin Pulang

2086 Kata
"Pantes dari dulu hobi bikin onar mulu, udah broken home, ibunya gila lagi," "Sok-sok an sih, kedoknya kebongkar auto jaga image," "Sumpah sih gak nyangka ternyata dia simpenan om-om," "Dari gaya hedonnya ternyata gundik gaes," Beberapa rentetan itu terdengar dalam indera pendengaran Joe yang baru saja memasuki arena sekolah, semua orang menatapnya, entah dengan pandangan seperti apa Joe tidak sanggup untuk melihat dan menatap mereka. Cukup sudah, ia lelah, Joe tidak bisa terus menerus menahan kesakitan ini seorang diri. Arga, Satya, Nakula dan Gilang selaku teman dekat Joe sengaja berjalan di belakang gadis itu, mereka sengaja melakukannya hanya untuk memantau pergerakan Joe yang kadang tidak bisa di prediksi sama sekali, kan gak lucu kalo Joe tiba-tiba ngebogem anak orang sampai KO. Akibat fakta yang beredar kemarin hampir semua orang menghakimi Joe seenaknya tanpa mengetahui yang sebenarnya terjadi, dan hanya ada beberapa orang yang masih membela Joe seperti teman-teman Joe, tetapi ada juga setengah dari mereka ikut menghakimi dan menjauhi Joe, dasar! Panjat social sekaliiii, itu sih kalau kata Gilang. "Ehh cantikk! Tumben lesu," Andre anak IPS 3 itu berdiri di hadapan Joe, Joe menghela nafas panjang, menatap malas ke arah cowok itu, sedangkan Andre tersenyum puas melihat ekpresi Joe yang tidak seperti biasanya, Andre terkenal dengan sebutan penjahat kelamin di sekolah, ya semua orang sudah tahu itu, dan tidak banyak juga siswi sini menjadi korban akan rayuan mautnya. "Gue gak nyangka primadona sekolah akhirnya kena kasus juga, gue kira lo cewek yang gak pernah neko-neko, ternyata aslinya diam-diam menghanyutkan ya," ucap Andre menyentuh rambut Joe yang panjang. Ke empat teman Joe sudah mewaspadai pergerakan Andre. Tahan, masih belum kelewat batas. "Jadi, harga lo semalaman berapa? Gue siap bayar lo mahal asal lo puasin gue di atas ranjang sampek mampus," lanjut Andre Tetapi. BRUAKKK!!!! "Cari mati lo anjing!!!!!" Teriak Satya yang sudah memukul pipi Andre berkali-kali secara refleks. Gilang, Nakula dan Arga yang tidak sadar akan pergerakan cepat Satya itu segera menahan badan Satya agar tidak menghabisi Andre di dalam sekolah. Demi apapun jika mereka membiarkan itu Andre bisa mati ditempat, karena Satya tidak segan-segan bila harus memukul seseorang, apalagi jika itu berhubungan dengan Joe. Andre yang sudah tergeletak di tanah tersenyum miring, pandangan nya berkunang-kunang akibat pukulan Satya tadi, Joe yang hanya mati kutu mendengar ucapan Andre barusan membuat dirinya merasa badannya tidak bisa ia gerakan. Kenapa? Kenapa Joe tidak berkutik sama sekali, tidak! Ini bukan dirinya. Tiba-tiba saja tangan seseorang meraih tangan mungil gadis itu, lantas Joe menoleh. Gisha berada disebelahnya sebari menenangkannya bahwa ini semua akan segera selesai. Gilang yang tadi berniat akan membawa Joe ke dalam kelas, saat melihat Gisha datang, niatnya ia urungkan dan kembali membantu Nakula dan Arga untuk menarik Satya yang sudah kesetanan ingin menghajar Andre lagi. Gisha memejamkan kedua matanya sekilas, ia tahu bahwa ini akan terasa berat, dengan peringatan yang Justin berikan kepadanya kemarin, di tambah permasalahan yang baru saja terkuak hingga semua orang tahu dan seenaknya menghakimi Joe seperti ini membuat Gisha harus bertindak hati-hati bila ingin menenangkan Joe di luar ruangan seperti ini. Mata-mata Justin ada dimana-mana, maka dari itu ia tidak bisa bergerak secara gegabah. Gisha percaya, jika dia melakukan hal sembrono ia tidak yakin nyawanya masih bertahan, ia tahu sifat kakaknya itu, maka dari itu Gisha menarik tangan Joe agar pergi dari situ, karena mereka sudah menjadi pusat perhatian. "Lo nyentuh Joe. Siapin aja liang lahat buat mayat lo nanti," ancam Gisha pada Andre yang masih terduduk dan mengelap darah yang masih mengalir dari hidungnya. “Lo di kasih service sama Joe berapa lama sih? Sam-“ Gisha muak, tanpa aba-aba laki-laki itu langsung memukul Andre secara brutal, sial! Ini semakin rumit. Nakula dan Gilang dengan sigap langsung menarik laki-laki itu yang sudah kalang kabut karena emosi. Demi tuhan, ini benar-benar di luar kendali mereka semua. Sedangkan di isisi lain, Justin yang berada dalam perjalanan pulang itu terdiam akan apa yang terjadi kemarin. Bagus! entah kenapa ia jadi merasa bersalah, Justin kembali memulai permasalahan yang entah kapan akan merepotkan nya, karena baginya Kayla itu bagaikan nuklir, yang bisa saja meledak di waktu yang tidak bisa ia prediksi. Lelaki itu merutuki sikapnya yang tidak bisa ia tahan, sial! Hawa nafsu Justin benar-benar lemah. Namun jika Justin ingin menghentikan itu jalan satu-satunya adalah tidak menyetujui kontrak kerjasama perusahaan, dan Juga ia bisa melakukan hal apapun agar Kayla menyerah seperti dulu. Tapi untuk menolak bekerjasama, itu sangat di sayangkan, karena perusahaan Kayla benar-benar tidak bisa di remehkan, dan bila di satukan itu akan menjadi hal yang menguntungkan bagi Joe. Tidak! Ini membingungkan. Suara ponsel berbunyi, membuat Justin segera mengangkat nya tanpa melihat siapa yang menelponnya. "Ya?" Mendengar suara Hendrik yang memberikan laporan bahwa keadaan di sekolah semakin kacau, membuat Justin memukul setirnya keras. "Saya akan sampai beberapa waktu lagi," Ucap Justin yang emosinya memuncak. “Kakak udah tahu kan Alin anak dari Chandra Prabu. Pemilik Rumah Sakit Jiwa Matahari?," Tanya Hendrik Memastikan Justin yang di ingatkan hal itu badannya yang tadi menegang karena emosi, tiba-tiba saja seluruh badannya melemas. Sial! Mengapa dunia bisa sesempit ini? dia baru ingat fakta yang membuat kepalanya yang pening Beberapa detik berfikir akhirnya Justin kembali berbicara. "Pantau terus, sisanya biar saya yang urus," == Karena kelas yang tidak memungkinkan untuk mendinginkan pikiran akhirnya Gisha, Joe dan lainnya berada diruang musik atas keputusan Roni selaku pemegang kunci ruang musik. “Gue masih gak nyangka keadaan sekacau ini,” setelah berdiam diri cukup lama, akhirnya Satya membuka pembicaraan. Semua orang menoleh kepadanya, begitupun Joe. Joe hanya menghela nafas lalu jari lentiknya memencet tuts piano secara berirama. “Lo harus nya ngasih klarifikasi dong Joe, kalau kek gini bisa-bisa anak luar sekolah bakal tahu, dan temen-temen lo yang lain bisa tahu juga, di tambah besok udah open house, yang ada lo performe malah makin kacau yang ada,” Arga angkat bicara dan Joe masih diam sebari mendengarkan omongan mereka dan tetap bermain dengan piano. “Sumpah ya, si Alin bener-bener uler, bisa-bisa nya nyebar hal pribadi begini Cuma gara-gara cemburu doang, demi apapun sinting tuh cewek,” “Yaelah! Dulu lo puji-puji , sekarang lo kata-kata iin. Munafik lo!” sindir Nakula kepada Gilang yang tiba-tiba saja berubah haluan dari yang mengagumi sampai membenci. Sedangkan Gilang hanya melirik tidak peduli. Bagi Gilang teman adalah yang utama. “Joe,” Semua menoleh kearah pintu, Ray berdiri disana seraya menatap prihatin kearahnya. Lalu langkahnya mendekat. “Lo dipanggil kepala sekolah,” Bagus! Kacau sudah! Benar-benar kacau! Joe bangkit, begitupun semuanya, Joe menoleh menatap dengan ekspresi bingung. “Mau ngapain lo pada,” “Nganter lo lah!,” jelas Arga kesal, bisa-bisanya Joe masih bersikap bego disaat genting seperti ini. “Ngapain? Gue udah gede,” “Lah bego! Nanti lo digituiin lagi malah makin repot kalo gak ada kita,” Joe diam, benar. Saat ini Joe sedang di landa kelemahan, apapun yang dilakukan Joe merasa seperti tertahan. Maksudnya begini, dengan keadaan seperti ini Joe seakan-akan di buat layaknya orang yang dipasung dan membuat Joe tidak bisa bersikap kaya biasanyanya. “Kita gak bisa liat lo dijatuhin harga dirinya kaya tadi. Gimanapun, Gue, Satya, Arga sama Gilang kadang bikin lo kesel, lo tuh bagaikan harga diri kita, dan kalau mereka berani nginjek-nginjek harga diri lo, sama aja harga diri kita berempat diinjek-injek sama mereka," Jelas Nakula. Joe tersenyum lemah mendengar penjelasan mantap dari Nakula, lantas langkahnya berjalan keluar dari ruangan dan siap menemui kepala sekolah selaku pamannya. Gisha diam, berdiri di tempat memandang punggung mereka yang pergi. Gisha tidak bisa ikut, ada yang harus ia urus dan ada seseorang yang ingin ia temui. Karena hanya Alin yang bisa memberhentikan rumor itu, Saat Gisha berniat menemui Alin, tiba-tiba saja orang yang ingin ia temui masuk keruang musik dengan senyuman puasnya. Gadis itu berjalan kearah Gisha yang sedang mengontrol emosinya. “Gimana? Gue udah bilang kan jangan asal bertingkah. Gue bisa aja tanpa ragu nyebarin rahasia Joe,” Persetan! Alin benar-benar sinting, Gisha tidak bisa mengembalikan keadaan dimana itu semua terjadi, Gisha benar-benar tidak bisa bersikap dan memilih jalan keluar yang aman. Dari awal Gisha tidak tahu alasan kenapa Alin sangat membenci Joe, jika alasannya adalah cemburu. Please itu tidak masuk akal jika harus membocorkan aib seseorang untuk mendapatkan apa yang ia mau. “Mau lo apa sih Lin?” “Mau gue?” Alin mengelus wajah Gisha yang sedikit memar akibat kemarin lalu tersenyum kearahnya. “Gue pengen Joe hancur, dan juga,” Alin berjalan kebelakang tubuh Gisha, lantas memeluk cowok itu dari belakang. Alin menghirup aroma Gisha yang miskulin. Benar-benar memabukan. “Gue mau lo,” Gisha maju, melepaskan pelukan Alin, gadis itu terkejut melihat penolakan Gisha terhadapnya. Dasar! Ini menyakitkan. “Hapus semua foto dia sama Justin, dan juga tarik semua informasi tentang nyokap Joe,” dingin Gisha. Alin menaikan sebelah alisnya sebari terkekeh pelan. “Sayangnya, gue gak bisa segampang itu ngehilangin sesuatu yang udah tersebar luas Gish, oh! Kok lo kenal om-om itu sih?,” Justin berdecak, kesal melihat Alin seperti gadis gila. Ah iya dia benar-benar gila bagi Gisha. "Dia kakak gue," Alin menoleh saat dia sibuk melihat-lihat ruangan yang jarang ia datangi, lalu mendengarkan perkataan yang baru saja muncul dari bibir laki-laki itu Alin langsung menatap tidak percaya kepada Gisha. Selang beberapa detik kemudia Alin tertawa sebari menggeleng tidak percaya. "Gila ya, seorang Joe bahkan di perebutkan cowok-cowok yang statusnya kakak beradik, gue gak ngerti pesona Joe apaan sampek-sampek kalian bertekuk lutut sama cewek hina kaya dia," "Jaga mulut lo setan!" Tahan Gisha tahan dia cewek. Alin tertawa, merasa puas dengan keadaan sekarang, iya. Dia menang, gadis itu bahagia diatas penderitaan orang lain. "Semoga menemukan jalan keluar," ucap Alin lalu berjalan meninggalkan Gisha seorang diri. ==== "Kamu lagi ada masalah sama siapa sih Joe?" tanya Damar kepada keponakannya itu, Deri tidak menyangka bahwa Joe mengalami kejadian ini ditambah bahwa data - data Rani tersebar begitu saja. "Joe gak tau om," jawab Joe, yang juga sebetulnya ia tahu bahwa yang menyebar ini semua adalah Alin akan tetapi yang todak ia ketahui adalah motif di balik ini semua. Kenapa semua orang bersikap sesukanya tanpa memikirkan perasaan orang lain, ditambah dengan keadaan yang selalu tidak berpihak kepada Joe sejak dulu. Damar menghela nafas, jarinya memijat pelipisnya, bingung dengan keadaan yang serumit ini. “Kayaknya hidup Joe emang pantes di injak-injak begini ya om?” Tanya Joe yang sudah putus asa. Melihat raut wajah keponakan kesayangannya itu membuat Damar sakit melihatnya. Gadis itu terlihat sangat lelah. Bayangkan, Joe ini masih berusia tujuh belas tahun! Tetapi kenapa banyak masalah yang menimpa dirinya sih. “Joe, hidup kamu itu lebih berharga nak. Sangat-sangat berharga.” ••••••••••••••••• Joe keluar, Nakula, Gilang, Arga dan Satya berdiri saat melihat Joe. Wajah gadis itu terlihat lesu dan lelah. Membuat mereka bingung harus seperti apa agar Joe tidak terlalu memikirkan ini, namun gimana pun mereka menghibur dengan keadaan kacau begini, itu tidak merubah apapun. "Gisha kemana?" Tanya Joe. "Dia bilang ada urusan, nanti bakal nyusul," jawab Arga, Joe mengangguk lalu berjalan dan membiarkan tatapan dan bisikan yang ia dengar dari murid-murid lain saat Joe melewati mereka. Dalam hati, Joe menguatkan dirinya bahwa ia yakin ini semua akan berakhir. Joe pernah mengalami penderitaan yang lebih dari ini, maka dari itu Joe butuh waktu yang panjang untuk menguatkan dirinya didepan banyak orang. Namun karena Joe berjalan dengan pandangan menunduk, Joe menabrak seseorang. Dari aroma tubuhnya Joe tahu siapa dia, bahkan Joe mati-matian untuk tidak mengeluarkan air matanya dimana mungkin saat ini mereka menjadi pusat perhatian. Joe memberanikan diri untuk mendongakan kepalanya, dan benar itu Justin. Justin benar-benar pulang di saat keadaan yang mampu membuat Joe terjatuh. Melihat wajah Joe yang seperti itu, membuat Justin sakit, ia tahu bahwa Joe mati-matian bersikap kuat di hadapan semua orang. Gadis itu benar-benar rapuh. Justin tersenyum, menyentuh pipi Joe lembut lantas meraih tangan kanan gadis itu. "Kita pulang, semuanya biar aku yang urus," Detik itu juga, Joe tidak mampu lagi menahan air matanya, dan benar saja Joe memegang erat tangan Justin seraya meminta kekuatan kepada laki-laki itu. Mendengar isakan Joe yang menyakitkan, membuat Justin tidak tahan ingin menghancurkan orang-orang biadab itu. Dengan Joe yang menyembunyikan tangisan dalam tangan kekar Justin di tambah mereka berjalan ke arah parkiran di sertai beberapa pasang mata yang melihat kepada mereka berdua, membuat luka lama Justin kembali terbuka. Tidak, Justin tidak ingin kejadian ini terulang kembali, dimana orang-orang yang berharga bagi Justin merasakan kesakitan akibat orang-orang yang tidak punya otak. •••••••••••••••••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN