Danau

1720 Kata
Lo....asli sih niat banget!" Joe tertawa melihat beberapa hiasan di sekitar pinggir danau, dan juga tempat dinner yang di khususkan untuk mereka berdua, Joe tidak tahu ini semua terjadi dalam rangka apa, tetapi yang jelas selama pacaran dengan Gisha dulu. Cowok itu tidak pernah melakukan hal semanis ini. Dahlah! Baper lagi.... Padahal tadi siang udah di kasih wejangan sama Nakula and the geng Gisha tersenyum memandang raut wajah Joe yang terlihat senang. Mungkin ini terkesan lebay, namun Gisha sengaja melakukan itu hanya ingin melihat Joe kembali happy, ya walaupun sederhana yang bisa kalian tebak. Tetapi yang jelas ia benar-benar tulus mencintai Joe. Bahkan Gisha juga tau, kejutan ini tidak ada apa-apa nya karena Justin selalu memberi yang lebih kepada Joe. Gisha tahu itu. "Suka?" Gisha akhirnya mendudukan tubuhnya pada kursi yang menghadap kepada Joe yang juga duduk di hadapannya. Joe tersenyum lebar memperlihatkan gigi rapihnya. Pandangannya jatuh ke atas meja, disana terlihat beberapa makanan take away yang Gisha beli di MCD. Joe tertawa melihat itu, baginya ini terlihat lucu dan menggemaskan! Joe mengambil macflurry matcha dan memakannya, Gisha bernafas lega. Rasanya benar-benar tidak bisa Gisha ucap dengan kata-kata. Rasa bahagia yang teramat besar itu menyelimuti perasaannya. Kalau bisa, Gisha ingin waktu berhenti sebentar. Karena gimanapun hanya dengan seperti ini Gisha bisa lebih dekat dengan Joe. Selama ini, Gisha seperti bayangan yang selalu mengikuti Joe dari belakang. Ia tidak bisa berada di sebelah gadis itu. Sebenarnya Gisha tahu bahwa posisinya saat ini salah, tetapi Gisha juga tidak rela bahwa Justin bisa memiliki Joe untuk selamanya nanti. Ya walaupun kakaknya itu seorang duda beranak satu, tetap saja pernikahan adalah hal yang sakral, menang atau tidaknya dia mengembalikan Joe ke dalam dunianya, hanya tuhan yang tahu. Dan asal kalian tahu, Gisha bukanlah tipikal cowok yang suka dengan hal romansa begini namun keinginannya teramat besar bila itu berhubungan dengan Joe, prinsip Gisha sejak dulu saat ia mengetahui hidup Joe. Yaitu, pokoknya dia kudu bahagia, apapun masalahnya tetep ke depannya dia berhak bahagia. "Makasih Gish," ucap Joe setelah selesai memakan es cream tadi. "Kewajiban gue buat bikin lo seneng kek begini," Jelasnya sebari tersenyum lembut ke arahnya. Joe tertawa, perasaan yang tidak bisa Joe ungkapkan itu ia simpan rapat-rapat, karena Joe tidak ingin hal yang tidak dia inginkan terjadi. "Sadar gak sih? Setahun kita pacaran gak pernah lo menyek-menyek begini, mangkanya pas lo ngajak buat keluar sesudah UTS gue gak kepikiran lo bakal ngelakuin kek cowok-cowok di n****+ gitu," Ucap Joe jujur. Memang, awalnya Gisha berniat mau mengajak Joe nonton atau nongkrong di alun-alun seperti bisa waktu mereka pacaran dulu, karena memang kelakukan dirinya seperti itu bila dengan teman-teman. Tetapi karena Toni menyarankan hal ini dan niat membantu, mau tidak mau Gisha mengiyakan, bahkan Gisha sempat tidak yakin bahwa Joe akan suka, tetapi apa yang ia pikirkan ternyata sebaliknya. "Keren kan gue? Jarang-jarang loh," jelas Gisha disela-sela kekehannya. "Gue seneng," Kata Joe lagi dengan rasa bahagianya. Entah keberapa kali Gisha tersenyum sore ini, hah!! Bucin memang separah ini ya. "Lo emang harus seneng kan Joe? Gue gak mau lo kalah dengan keadaan yang bisa lo atasi dengan proses," "Iya, lo bener," Ucap Joe mengiyakan. "Memang masa lalu yang lo rasakan itu menyakitkan, bukan berarti lo harus stuck di sana terus menerus, ada kalanya lo maju melangkah buat ngejemput kebahagiaan lo sendiri," Joe menarik nafas panjang mendengar Gisha berbicara seperti itu, rasa nyeri dalam dadanya tiba-tiba saja terasa, ia menundukan kepalanya sekilas lalu tersenyum lemah. Dia tahu, permasalah antara dirinya, Gisha dan Justin itu sangat merepotkan. Dan entah kenapa Joe merutuki takdir, andai. Andai Ayahnya tidak menyuruhnya untuk menikah dengan Justin, ia masih saja bisa bahagia dengan Gisha seperti dulu. Yang selalu bisa memahami dan mengerti dirinya. "Ada satu pertanyaan yang mau gue tanyaiin ke elo" Tanya Joe hati-hati. "Apa?" Jawah Gisha. "Apa yang lo bakal lakuiin kalau faktanya lo kalah dengan Justin?" Ucapnya to the point dengan perasaan yang teramat hati-hati. Mendengar itu, Gisha tersenyum getir seraya menghela nafas. Entah kenapa dengan Joe berucap dengan kata-kata barusan dunia yang Gisha harapkan seakan-akan gelap dalam sekejap. Tanpa di bilang atau di jawab pun ia tahu dirinya bakal kalah, akan tetapi Gisha masih percaya dengan kata keberuntungan dan kesempatan. Iya, untuk saat ini Gisha sedang mengharapkan dua kata yang baru saja ia sebutkan. “Apa yang bakal gue lakuin?” Ucap ulang Gisha dan itu membuat Joe mengangguk pelan. Ia sedikit terdiam, memikirkan jawaban yang tepat untuk ia ucapkan karena baginya sampai detik ini Gisha masih tidak tahu dirinya bakal bersikap seperti apa jika dirinya kalah dengan Justin kelak. Gisha menggeleng samar namun masih terlihat oleh Joe, “Gue masih gak kefikiran,” Jelas Gisha. Joe yang masih menatap lamat ke arah Gisha hanya tersenyum lembut, tangan kanannya membelai pipi laki-laki itu dengan kasih sayang. “Gue punya saran yang bagus kalau seandainya lo kalah telak dari Justin,” Gisha mengerutkan keningnya, sedikit tidak paham dengan tuturan kata gadis itu, “Saran bagus gimana?” Joe mendengus kesal, gadis itu menghela nafas kesar dan mengalihkan pandangannya sekilas. “Iya saran bagus. Tapi ini cuma seandainya ya, seandainya,” Tekan Joe yang di beri anggukan paham oleh Gisha. Joe pun membalas anggukan laki-laki itu, “Seandainya kalau lo kalah telak, coba lo buka hati lo buat orang lain,” Ucapnya ragu. “Tapi ini cuma seandainya ya Gish, lo paham dengan kata “seandainya” kan?” Lanjut Joe memastikan, karena Gisha tidak ingin menganggap hal ini serius, tapi memang harus serius sih kan kita gak tahu kedepannya Joe bakal di pasangkan dengan siapa, entah itu sama Gisha, entah itu sama Justin atau memang tidak di pasangkan dengan keduanya juga? Entahlah Joe tidak tahu karena yang mengatur semua takdir bukan kehendak dirinya, maka dari itu Joe hanya mengharapkan yang terbaik untuk dirinya kelak nanti. Gisha terkekeh pelan mendengar tuturan Joe barusan, laki-laki itu membelai puncak kepala gadis itu sekilas, sebagaimana ia tahu bahwa Joe mengucapkan hal ini untuk kebaikan dirinya, tetap saja rasanya sakit jika mendengar langsung dari mulut gadis itu. “Gak apa-apa, gue paham kok,” Ucap Gisha tenang. “Tapi Joe, lo sadar gak seseorang jika ingin membuka hatinya untuk orang asing itu gak mudah seperti kita membalikan telapak tangan?“ Tanya Gisha lagi. Joe diam, ia sadar semua manusia itu tidak seperti dirinya yang gampang banget nerima orang lain sebagaimana hatinya untuk seseorang. Melihat Joe yang diam seperti itu membuat Gisha tertawa, kayanya Joe tahu maksud dari perkataan laki-laki itu barusan. “Gak semua orang itu kaya lo Joe,” Canda Gisha. “Enak banget lo ya kalau ngomong,” Jelas Joe sambil terkekeh pelan. Gisha yang sedang tertawa kecil kepada Joe hanya menggeleng, “Jadi paham kan maksudnya?,” Joe mengangguk. “Intinya, kalau memang gue kalah telak, hal utama yang bakal gue lakuin adalah Ikhlas. Lo mau tahu kenapa?” “Emangnya kenapa?” Gisha menghela nafas panjang, emang ya kalau udah lemot tetep aja lemot. “Kenapa harus ikhlas, karena kalau kita udah ikhlas dan merelakan sesuatu yang bukan milik kita. Ke depannya nanti pasti kita gak bakalan terbayang-bayang dengan masa lalu yang sudah kita buat dengan orang itu. Contoh,” Gisha sedikit membenarkan rambut Joe yang berterbangan karena angin. “Kalau kita gak ikhlas, kita tuh gak bisa berdamai dengan permasalahan yang ada. Alhasil dendam mulu hatinya dan lama-lama kita terus menganggu orang atau hubungan orang lain dan itu jatohnya toxic, bener gak yang gue bilang ini?” Tanya Gisha memastikan. Joe diam mencerna ucapan Gisha yang baru saja di lontarkan oleh laki-laki itu. Apa yang di ucapkan Gisha sebenarnya memang ada benarnya dan bukan semata-mata ucapan asal yang sembarangan. Di tambah lagi ikhlas dalam diri manusia itu sulit untuk di lakukan, dan tidak mudah untuk di jalankan maka dari itu segala sesuatu yang bisa merelakan atau melakukan hal ikhlas orang tersebut tidak akan berlarut-larut dengan masalah yang ada. Seperti halnya Joe dulu, yang selalu marah dengan keadaan dimana ayahnya selalu memilih istri kedua kebanding istri sahnya, dan setelah Dikta memberi wasiat permintaan maaf beberapa bulan yang lalu kemarin, itu bisa membuat Joe menerima dan merelakan masalah yang sudah lalu. Kuncinya hanya satu memang, ikhlas. “Ngerti kan?” Ucap Gisha memastikan. Joe mengangguk mengiyakan dan tersenyum lembut, Gisha pun membelas senyuman gadis itu lantas memeluk tubuh Joe erat. “Kalau memang gue kalah telak, gue bakal belajar ikhlas dengan baik biar gue gak merusak rumah tangga elo nanti. Tapi untuk sekarang jangan nyuruh gue buat belajar ikhlas ya Joe, gue masih pengen deket sama lo gimana pun keadaan gak mendukung hubungan ini,” •••••••••••••••••••••••••• “Kandungannya sudah 16 minggu ya, detak jantungnya juga normal. Gak ada ciri-ciri cacat syndrom juga, janinnya semua sehat banget ini,” Jelas dokter kandungan-Yuda yang sedang memerimsa kehamilan Alin di ruangannya. Setelah percakapan dirinya dengan Justin dan bertemu dengan Jazzy, laki-laki itu menyuruhnya untuk memeriksa kehamilannya di dokter kandungan. Dan di sinilah dirinya sekarang, melihat calon anaknya yang masih berbentuk janin di dalam layar. Sedari tadi Alin melihat hal itu, bibirnya tidak henti-hentinya menunjukan senyum lebar, bahkan perasaannya sekarang tidak bisa ia ucapkan dengan kata-kata sangking bahagianya saat ini. Benar kata Andre, semua banyak jalan keluar untuk menanggung semua masalah ini, dan dirinya merutuki dirinya sendiri yang kemarin bertindak bodoh tanpa memikirkan akibatnya. Memang dirinya dan Andre memang salah melakukan hubungan badan di luar pernikahan sampai pada akhirnya mereka berdua keblablasan, tapi jika memutuskan untuk menggugurkan janin yang di kandungnya kaya nya itu bukan hal baik di tambah calon anak yang ada di perutnya tidak ada dosa sedikit pun, dia tidak bersalah sama sekali. “Vitaminnya di makan sehari sekali setiap malam selama satu bulan, terus jangan lupa minum s**u hamil ya buat naikin berat badan janinnya, biar nanti waktu lahir gak kecil-kecil banget. Oh iya jangan lupa istiraha juga ya,” Ucap ramah, dokter muda itu memberi penjelasan kepada Alin secara telaten, dan gadis itu mengangguk paham sebari melihat s**u hamil dan obat yang baru saja di berikan Yuda barusan. “Bulan depan di tanggal yang dama kontrol lagi ya,” Katanya dengan senyuman ramah. Alin mengangguk paham dan membalas senyuman Yudah dengan lembut. Baiklah, sudah Alin putuskan sekarang. Ia akan menjelaskan ini kepada Ayah dan Kakaknya dan Alin sudah siap nasib dirinya nanti kedepannya bakal seperti apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN