Alin dan Justin

1931 Kata
Sudah Alin tentukan, bahwa saat ujian tengah semester ini berakhir, ia akan menemui Justin dan meminta penjelasan tentang Hannah. Setelah bel ujian kedua berbunyi tanda ujian matematika selesai ia langsung segera mengambil tasnya dan keluar dari kelas dengan penjaga secara bersamaan. Gadis itu terus berjalan di antara lobby sekolah tanpa memperdulikan Andre yang memanggilnya karena hari ini adalah hari dimana Alin sudah menjanjikan cowok itu bahwa ia akan menginap lagi dirumah Andre. Akhirnya, di dalam mobil Alin langsung mengambil kartu nama yang di berikan Justin tempo lalu dan membacanya sekaligus mengingat jalan ke arah rumah sakit milik Justin, karena sebelum itu ia pernah di rawat di rumah sakit Justin akibat pukulan Joe dulu, mengingatnya saja membuat Alin menggeleng kesal, dan bagaimana pun ia tidak bisa melakukan hal sembrono kepada Joe lagi, karena Justin sudah memiliki video dirinya bersama Andre dan dia mengetahui bahwa dirinya hamil juga, astaga! Dipikir-pikir Alin juga tidak paham, mengapa video itu berada di tangan Justin, karena yang menyimpan video itu hanya untuk dirinya sendiri. Andre? Tidak, Alin tidak percaya dengan cowok hidung belang itu segimana Alin sering tidur bersama. You know? Mereka hanya sebatas friends with benefit dulunya, tidak lebih. Ah! Alasan Alin mencari penjelasan tentang annah, karena sejujurnya ia merindukan kakak pertam nya itu. Segimana Alin menanyakan hal tersebut kepada papa dan mama. mereka selalu pergi atau mengalihkan pembicaraan dan membuat Alin begitupun Angga mau tidak mau mencari sendiri keberadaan Hannah walaupun hasilnya tetap nihil. Menurutnya saat hilangnya annah secara sepihak, papa dan mama selalu bersikap bahwa nama marga dan keluarga terpandang itu adalah segalanya, dari situ mereka selalu menekankan kepada Alin dan Angga jangan pernah melakukan sesuatu yang bisa membuat mereka di cap jelek. Dalam perjalanan Alin menghela nafas, gadis itu masih ingat, dimana dia dan Angga merayakan ulangtahun yang ke 7 dan Angga yang ke 9 disitu Hannah masih ada, keluarga mereka masih baik-baik saja tanpa memandang hal apapun. Alin terkekeh, sungguh ia benar-benar ingin kebebasan dan kehangatan itu kembali, karena bagaimanapun bahagia sesederhana itu. Setelah hampir 20 menit perjalanan, akhirnya Alin sampai dan tanpa pikir panjang langsung keluar dari mobil dan mencari ruangan Justin. Dengan perjuangan menanyakan nama lengkap kepada perawat dan staff resepsionis, tetapi tidak lama setelahnya Alin bertemu dengan seorang wanita yang langsung mengantarkan Alin bahkan sekarang ia berada di depan pintu ruangan tersebut. "Masuk aja, dua jam ini gak ada temu pasien untuk konsul," "Terimakasih," jawab Alin, Jesicca tersenyum seraya mengetuk pintu dan membukanya. Terlihat Justin bersama gadis kecil sedang bermain permainan dalam ponsel di sofa, melihat pintu terbuka Justin mendongak an pandangannya, saat melihat Alin bersama Jessica membuat Justin paham maksud dari kehadiran Alin. Justin tersenyum saat Alin memasuki ruangannya, dengan badan yang masih terbalut jas dokter, ia menyuruh Jessica membawa Jazzy keluar sebentar. Alin menatap wajah nya, tampak tidak asing dengan bentuk kedua mata dan bibir Jazzy. "Ajak Jazzy main di luar dulu," suruh Justin, Jessica mengangguk, Jazzy yang tampak asing dengan Alin, menoleh kearah Justin. "Ini siapa Daddy?" Suara gadis berusia 8 tahun itu terdengar, Justin tersenyum dan mengacak rambut pelan anaknya seraya memberi kode kepada Jessica agar cepat membawa Jazzy. Sesudah mereka keluar dan menutup pintu, Justin menyuruh Alin duduk, kecanggungan yang Alin rasakan saat bersama Justin membuatnya tidak nyaman sebenarnya, dan entah kenapa ia merasa malu. Karena ia yakin gimanapun Justin sudah melihat video itu. "Jadi?" Justin menaruh stetoskop disebelah yang sedari tadi menggantung di lehernya, Alin berdehem. Menegakkan tubuhnya yang masih memakai seragam sekolah. "Tadi..Anak lo?" Justin diam, ia bingung menjawab seperti apa, karena pada dasarnya ia tidak ingin kesalah pahaman yang dirasakan oleh Gisha, terjadi pada Alin. "Mau penjelasan dari mana?" Justin mengalihkan pembicaraan nya. Dalam hati, Alin memaki diri sendiri karena menanyakan hal yang bukan urusannya. "Gue cuma mau tahu dimana kakak gue," Justin terkekeh pelan. Pasti, itu tujuan Alin yang sebenarnya kesini dan untungnya Justin sudah mempersiapkan semua agar Alin tidak salah paham, ataupun paham setengah-setengah tentang masalah yang berujung menyakitkan, bagi Justin. Justin bangkit, berjalan kearah meja nya, lalu menarik laci dan mengambil berkas coklat yang sudah dikumpulkan oleh Toni kemarin. Lelaki itu melangkah kearah Alin, lantas menyodorkan berkas tersebut. "Disana ada beberapa foto Hannah di masa lalu sebelum permasalahan sampai akhir hayatnya " "Tunggu, maksud lo?" Justin menaikan kedua pundaknya acuh, Alin menyipitkan kedua matanya heran, dan segera membuka berkas yang diberikan oleh Justin. Ada beberapa foto bahkan beberapa surat disana, foto yang pertama kali Alin liat adalah dimana Hannah, Justin dan seseorang yang tidak Alin kenali. Mereka tertawa lebar dihadapan kamera seraya memakai jas almamater kampus ternama dikota ini. "Disebelah Hannah, itu Rian. Sahabat sekaligus pacarnya," Alin kembali melihat beberapa foto. Yang masih berisikan kebersamaan mereka bertiga, bahkan ada juga foto hanya Hannah dan Rian saja. "Itu terjadi sebelum Hannah ngelakuiin kesalahan yang buat hidupnya hancur," Entah kenapa melihat raut wajah Hannah yang bahagia didalam foto membuat Alin semakin merindukan gadis itu, dan saat Alin melihat foto lainnya, terlihat foto Hannah dengan perut yang membesar. Alin mendongak, pandangannya seperti meminta penjelasan. Justin menghela nafas. "Itu Hannah, waktu hamil 6 bulan setelah di usir sama orang tuanya," "Nyokap bokap gue?" Justin mengangguk, "Kalau kamu mikir dia hamil gara-gara saya, jelas itu bukan. Tapi saya yakin kamu tidak bodoh seperti Gisha," "Gisha tahu soal Hannah?" "Seperti yang kamu bilang, Gisha tahu. Karena dia hadir di acara pernikahan saya dengan Hannah," Alin memimincingkan matanya, ia tidak paham. "Gue gak ngerti," "Di foto pertama, kamu lihat kan cowok berdiri disebelah kiri Hannah, dan saya juga bilang kan kalau itu pacarnya? Saya jelaskan disini. Pergaulan Hannah sama bejadnya seperti saya dulu, tapi sayang, dia keblablasan dan akhirnya berujung hamil dan diusir dari rumah. Sampai pada akhirnya ia melahirkan. Karena Rian tidak ada itikad baik untuk bertanggungjawab akhirnya saya yang menikahi Hannah dengan status sirih. Tanpa sepengetahuan orang tua kalian, yang tau pernikahan ini hanya Gisha dan ayah saya," "Terus anaknya?" "Anak kecil yang tadi bersama saya," jawab Justin, mendengarnya saja mampu membuat Alin lemas, tubuhnya tersender lemah saat tahu fakta yang sebenarnya dengan masalah seperti ini papa dan mamanya pun tidak menceritakan kepada Alin dan Angga, bahkan mereka terkesan melupakan Hannah yang statusnya adalah anak mereka sendiri. Ia sadar saat menatap wajahnya, dengan bentuk mata yang sama seperti Hannah, begitupun bibirnya. Ah Alin pun sadar, bahwa bola matanya pun berwarna coklat terang seperti Hannah juga. Alin tidak mampu memendung tangisnya, ia benar-benar tidak peduli dengan tatapan Justin yang sekarang karena rasa sakit dan kecewa pada kedua orang tuanya membuat perasaan Ali emosi. Kenapa? Kenapa sekejam itu? Bukannya setiap manusia selalu melakukan kesalahan. Tidak ada yang sempurna didunia ini, tetapi kenapa orang tua mereka menginginkan kesempurnaan itu dalam keluarganya dan rela membuang anaknya sendiri? "Dan saat saya mengetahui video itu di tambah kau juga sekarang sedang mengandung akibat kesalahanmu sendiri, saya sedikit kecewa denganmu Alin," Alin menatap Justin dengan pipi yang dibasahi air mata, lantas pandangan lelaki itu mengarah kearah surat yang Alin pegang bersamaan dengan foto. "Itu surat Hannah untukmu dan Angga," Segera Alin membuka kertas berwarna putih yang sedikit kusut, kemudian ia baca pelan-pelan dengan perasaan yang campur aduk. "Duh, gue bingung mau nulis apa sebenarnya. Gini aja deh, mungkin kalian berdua sekarang lagi nyari-nyari gue ya, hehe. Tapi sayang gue kayaknya udah gak berhak untuk muncul dihadapan kalian. Dan juga sekarang kalian udah jadi anak kebanggaan mama dan papa kan? Demi tuhan gue bangga sama adek-adek gue yang terkadang nyebelin terutama Angga. Oh iya Ngga, kalau lo udah tau yang sebenarnya terjadi, cuma satu mau gue. Anggap aja ini sebagai angin berlalu, lo gak usah benci atau apapun itu ke papa dan mama karena ini murni kesalahan gue. Jadi gue harap lu jadi cowok yang bertanggung jawab ya, jangan kaya ayahnya Jazzy hehe. Untuk Alin? Kuat ya, pesen gue sama. Yang udah ya udah jangan diungkit-ungkit lagi, karena gue yakin kalian lagi bahagia sekarang, dan juga setelah lo udah tau dunia luar, jaga diri. Jangan buat kesalahan yang sama di keluarga ini, gue gak mau lo merasakan hal sama. Belum tentu ada cowok yang baik kaya Justin. Iya kan???? Percaya sama gue, segimana gue nikah sama dia gue belum pernah tidur bareng, bahkan mantep-mantep. Hahah gila bahasa gue vulgar banget. Kayaknya gue harus bilang ke Justin biar ngasih surat ini waktu lo udah lumayan Dewasa," Melihat gaya tulisan seperti itu membuat Alin tertawa seraya menggelengkan kepalanya, seakan-akan mereka benar-benar berkomunikasi secara langsung. Ngomong-ngomong soal bahagia, bahagia dari mananya? Yang ada terpecah belah, tidak ada lagi kehangatan dirumahnya, Papa yang sibuk membesarkan bisnis rumah sakit bahkan beberapa hotel, ditambah mama yang sibuk huru hara dengan teman-teman sosialitanya. Terakhir, Angga yang seperti menjaga jarak dengannya bahkan Alin hampir lupa bagaimana rasa kehangatan yang dulu ia dapatkan saat ada Hannah. Hidup sekarang tidak semanis yang lo pikirin Hann. "Gue sengaja nulis surat ini, karena cuma ini yang bisa gue kasih kekalian. Ini benar-benar surat pertama dan terakhir. Oh iya! Kalau kalian udah ketemu Jazzy. Sayangi dia, sebenrnya gue masih gak mampu buat ninggalin anak gue buat selamanya, jadi gue nitip sama kalian. Jaga Jazzy, tapi gue yakin sih. Anak gue gak bakal bisa lepas dari Justin, karena bagi dia Justin adalah figur ayah baginya, Walaupun sebenarnya bukan. Ah! Udah deh gak usah panjang-panjang pegel tangan gue, yang jelas inget apa yang gue bilang. Kalian harus bisa lebih baik dari gue," Tertanda Hannah cantique. Melihat tulisan alay diatas kertas itu lagi-lagi membuatnya tertawa, namun tawa itu dicampur dengan tangisan yang menyesakkan. Tanpa diperjelas pun ia tahu bahwa Hannah benar-benar pergi, bukan sementara. Tapi selamanya. Rasa sakit dan sesak menjadi satu, membuat Alin tidak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Justin menghela nafas, lalu menjatuhkan tubuhnya kesofa. Menarik tubuh Alin lalu memeluknya, membiarkan gadis itu menangis kencang. Justin paham, paham rasanya kehilangan orang yang kita cintai untuk selamanya. Tetapi saat Justin memeluk Alin, ia sadar dengan sesuatu. Entah perasaan nya saja atau tidak, tubuh Alin sedikit berisi. Karena saat pertemuan mereka saat OPEN HOUSE kemarin, Justin bisa menebak bahwa bentuk tubuh Alin seperti Hannah, susah gemuk segimana makan banyak kecuali saat mereka hamil. "Gue pengen ketemu Jazzy," Alin melepaskan pelukannya, Justin mengangguk kemudian bangkit dari duduknya, tetapi sebelum memanggil Jazzy, gadis kecil itu sudah masuk kedalam ruangan seraya memasang wajah kesalnya kepada Justin. "Daddy ngapain sih? Lama banget! Kan udah janji hari ini bakal ke rumah Mommy!" Omel Jazzy dengan kedua tangan yang ia lipatkan didepan d**a. Justin terkekeh pelan, memberi isyarat Jazzy untuk mendekat. Paham dengan isyarat tersebut Jazzy berjalan kearah Justin, tetapi pandangan Jazzy langsung jatuh kepada Alin yang sedang mati-matian menahan air matanya saat melihat Jazzy sedekat ini. Dia benar-benar mirip seperti Hannah. Sangat mirip. Hanya berbeda di rambut. Bahwa ia mempunyai rambut Ash Blonde asli. "Ada yang mau Daddy kenalin ke Jazzy" "Bukan bunda baru kan? Jazzy pengennya Bunda Joe titik!!" Justin tertawa, seraya memeluk Jazzy gemas, "Jazzy ingat waktu mommy bilang akan ada aunty yang dateng buat nemenin Jazzy? Jazzy diam, pandangannya jatuh kepada Alin yang tersenyum kecil kepadanya, dia ingat bahwa Hannah pernah berkata, bahwa ia mempunyai dua adik yang bakal jadi uncle dan aunty untuknya, dan itu selalu Jazzy nantikan sampai detik ini. Saat Jazzy menatap setiap inci wajah Alin, gadis kecil itu menyadari ada kesamaan pada kedua mata dan bola matanya yang sama dengan Mommy. Jazzy mendekat menyentuh wajah Alin dengan kedua telapaknya. "Sekilas, wajah tante mirip Mommy," suara Jazzy terdengar parau, tak kuat dengan menatap Hannah versi cilik Alin segera mendekap tubuh mungil Jazzy dan menangis kencang, melimpahkan kerinduan nya kepada Hannah kepada Jazzy. "Iya ini tante, tantenya Jazzy," ucap Alin di sela tangisnya. "Berarti Mommy selama ini gak bohong sama Jazzy," balas Jazzy yang sudah membalas pelukan Alin erat. •••••••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN