Part 14 - Gairah Liar
“Tuan, istri Anda pergi bersama Daniel.” Rayner yang saat itu kebetulan sedang berada di parkir basemen tidak sengaja melihat Daniel mencegat istri bosnya supaya ikut dengannya.
Secara diam-diam, ia turun dari mobil dan menguping pembicaraan mereka. Alana bersikeras menikah tawaran Daniel yang bermaksud mengantarnya.
Tetapi lelaki itu bersikeras supaya Alana ikut bersamanya. Terpaksa Alana pun menuruti Daniel dan masuk ke dalam mobil.
“Apa kau tahu ke mana mereka pergi?” Saat ini Justin merasa amarahnya membara. Seperti api yang sedang berkobar, begitulah yang ia rasakan. Panas dan serasa ingin meledak.
‘Daniel sialan!’ Ia mengepalkan tangan menahan emosinya. Sejak lama ia tahu Daniel akan terus mengusik hidupnya. Selama Justin masih hidup, selama itulah Daniel akan terus hadir untuk menghambat langkahnya.
“Daniel berniat membawa istri Anda makan siang.”
“Makan siang?”
Mengapa sulit bagi Justin mempercayainya? Terakhir yang Justin ingat, pada hari sebelum kecelakaan Justin menemukan Alana dan Daniel menginap dalam kamar hotel yang sama.
Meski Alana bersikeras menyangkal tuduhan perselingkuhan, Justin tentu saja tidak mempercayainya.
Dia bukan lelaki bodoh yang mudah dipecundangi oleh wanita licik seperti Alana. Meski ia akui ada sedikit pujian untuk istrinya beberapa hari belakangan.
Tapi bukan berarti pandangannya terhadap Alana telah berubah. Justru kecurigaan Justin semakin terasa jelas dan nyata. Alana bukanlah Alana yang ia anggap selama ini.
Dia seperti gadis lain yang berperan seperti Alana. Meski Rayner bersikeras bahwa istrinya adalah Alana yang dikenalnya.
“Hubungi istriku sekarang! Suruh dia pulang tepat waktu. Ada hal yang harus aku sampaikan padanya soal pekerjaan.
Rayner buru-buru mengerjakan perintah bosnya sebelum lelaki itu meledakkan emosinya yang membuatnya tak berkutik.
***
“Kenapa tidak dimakan? Nanti keburu dingin!” Selena menatap lelaki di hadapannya yang mendadak bersikap lembut padanya.
Sikapnya itu justru membuatnya semakin waspada dan ia pun bersikap dua kali lebih defensif dari sebelumnya.
Daniel mendesah melihat kewaspadaan Selena terhadapnya. “Jangan katakan kau mencurigaiku menaruh racun di makanan ini?”
Mata Selena membulat lebar. Tak percaya Daniel seolah bisa membaca pikirannya. Daniel memasang wajah masam karena pikiran buruk Selena tentangnya.
Sejujurnya ia tak terlalu peduli jika Selena berpikiran negatif terhadapnya. Toh, selama ini sikapnya memang seperti karakter antagonis yang keji, sedangkan Justin protagonisnya.
Itu sebelum ia mengenal Selena. Sekarang ... setelah mengenalnya, pandangan Daniel pun berubah. Selena tidak seperti wanita yang ia kenal selama ini.
“Sini berikan sendoknya.” Merasa harus membuang kecurigaan Selena, Daniel pun mencicipi semua makan itu satu per satu. Tak ada satupun yang terlewatkan.
“Sudah percaya?”
Akhirnya Selena menghela napas lega. Namun Daniel tak diam begitu saja. Lelaki itu mendekat lalu mengecupnya perlahan.
Awalnya Daniel hanya ingin memberi Selena peringatan. Ia justru tak mengira respon tubuhnya mengkhianatinya.
Ia merasakan hawa panas dari dalam dirinya. Inti tubuhnya menegang dan mengeras, saat ciuman itu mengantarkan getar lain yang membuatnya kehilangan akal sehatnya.
Bibir Selena yang lembut dan basah begitu menggoda. Nyaris saja ia kehilangan kendali dirinya.
Hal yang terbersit dalam pikirannya adalah bagaimana ia bercinta dengan gadis lugu dan polos ini sekarang juga.
Untung saja ia berhasil mengontrol gairahnya. Menenangkan detak jantungnya. Nafasnya bergerak normal dan terkendali.
Wajah Daniel memerah oleh gairah yang tertahan. Melihat itu, Selena justru dengan polosnya bertanya, “Ka-kau baik-baik saja? Wajahmu memerah. Apa kau demam?”
Selena bermaksud mengecek dahi laki-laki itu, Daniel menghentikannya tepat waktu sebelum ia benar-benar kehilangan kontrol diri yang sejak tadi ia pertahankan.
“Jangan mendekat! Atau aku bersumpah akan memberimu gairah liar yang mungkin tak akan kau lupakan seumur hidupmu.”
Awalnya Selena tak mengerti maksud Daniel. Ia terkesiap sambil menutup mulutnya rapat-rapat menahan keterkejutannya.
Ia harus berhati-hati mulai sekarang, karena Daniel mulai mengintimidasi dirinya bukan secara verbal saja, namun juga secara fisik.
Sebuah dering panggilan masuk berbunyi. Perhatian Selena teralihkan pada panggilan masuk yang berasal dari Rayner.
“Halo?” Buru-buru ia mengangkatnya.
“Nona Alana. Nona ada di mana sekarang?” Meski statusnya sudah menjadi istri sah Justin lelaki bernama Rayner yang bekerja sebagai asisten pribadi suaminya itu tetap memanggilnya dengan sebutan ‘nona’.
“A-aku ... “ Selena ragu untuk mengatakannya hingga akhirnya ia berhasil menemukan alasan yang logis, “Aku makan siang sebentar dengan temanku.”
“Baiklah kalau begitu. Aku akan mengatakan pada Tuan Justin, kalau Nona akan segera pulang.”
“I-iya, katakan pada suamiku aku akan segera kembali ke kantor.”
Daniel melirik tajam ke arah perempuan yang semenit lalu ia kecup. Ia masih sulit mengendalikan dirinya karena tubuhnya menegang begitu keras.
Sialnya mengapa respon tubuhnya seperti ini terhadap Selena? Bukan kepada Alana yang selama ini menjadi cinta pertamanya. Ada dengannya?
Daniel mengutuki dirinya karena bisa-bisanya tergoda oleh pesona gadis polos ini.
“Aku harus kembali. Justin mencariku.”
“Biar kuantar!”
“Tidak usah! Aku bisa memesan taksi. Kau nikmati saja makan siangmu. Aku pergi dulu.”
Kemudian gadis itu pergi membuat senyum getir muncul di wajah Daniel yang mengeras.
Ia mengutuki gadis yang telah membuatnya tersiksa itu.
Brengsek Selena, mengapa sikap polosnya bisa mempengaruhi dirinya separah ini.
***
Di tempat berbeda, Justin bergerak gelisah ke sana ke mari dengan kursi rodanya.
Terlihat tak sabar menunggu kemunculan Alana yang sejak tadi ia nantikan. Ia begitu khawatir padanya. Takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada istrinya yang baru ia nikahi beberapa hari lalu.
Meski ia tak peduli pada Alana, tapi ia tak rela jika Daniel menggoda istrinya. Hanya dirinya seorang yang boleh membuat Alana hidup dalam neraka.
Hanya ia yang diizinkan menyiksa perempuan itu sesuai janjinya.
Lalu akhirnya gadis itu muncul. Walau kehilangan cahaya di matanya, Justin bisa mengetahui keberadaan istrinya dari aroma manis yang khas.
Alana memiliki aroma tubuh yang seperti kue. Beraroma harum dan terasa manis.
“Kau dari mana saja? Aku sudah capek menunggu laporan darimu!” Suara Justin begitu dalam. Seperti danau tenang yang mematikan.
Begitulah ekspresi Justin terlihat saat ini. Membuat Selena berjuang keras menenangkan gemetar di ubuhnya yang muncul karena rasa takut.
Justin sengaja mencari alasan untuk mengintimidasi istrinya agar menemui dirinya.
Soal laporan yang ia maksud, itu pun hanya alasan klise baginya yang sejak tadi gelisah menunggu Alana kembali.
“Kau belum melaporkan hasil rapatmu dengan para investor tadi pagi.”
“Lho?” Selena justru kebingungan melihat ekspresi Justin yang tenang, seolah emosinya telah lenyap tak bersisa.
Meski begitu Selena harus tetal berhati-hati. Penyamarannya ini berisiko terbongkar dengan mudah jika ia ceroboh.
“Kenapa?” Justin sedikit tersinggung karena Selena seolah enggan membahasnya.
“Bukannya kau juga ikut rapat dengan mereka? Jadi kau pasti tahu banyak ada investor yang ingin bergabung dengan kita.”
“Dengan Navy Corps,” tutur Justin mengoreksi. “Ingat Alana, meski kita sudah menikah Navy Corps selamanya akan menjadi milikku. Jadi jangan macam-macam denganku. Kau mengerti?”
Entah bagaimana caranya, Justin selalu tahu di mana posisi Selena berada.
Kali ini Justin dengan mudah menarik lengan Selena hingga gadis itu terhuyung jatuh ke depan dan menabrak kursi roda Justin.
Posisinya yang tidak stabil justru membuatnya kehilangan keseimbangan dan terduduk tanpa sengaja di pangkuan Justin.
Keduanya saling bertemu. Selena menatap wajah rupawan itu. Mata Justin berkedip berulang kali, ia menatapnya. Melihat pantulan dirinya di bola mata emas milik Justin.
Ada getar yang merasuki dirinya. Selena memejamkan mata, mengerang karena ia mulai terpesona oleh lelaki yang tidak seharusnya ia dambakan.
‘Tuhan, tolong aku!’ desisnya putus asa.