5. Kecupan Pria Asing
Daniel bersembunyi di balik pintu, mengawasi setiap gerak-gerik dua mahkluk berbeda jenis itu.
Di sisi lain pasangan yang tengah dimabuk gairah itu akhirnya tersadar. Selena sekuat tenaga mengumpulkan sisa-sisa akal sehatnya setelah apa yang baru saja ia alami.
“Kau mau pergi?” Entah kenapa ada rasa kecewa tersimpan dalam diri Justin saat perempuan itu menarik diri.
“A-aku … “ Suaranya bergetar, menahan gairah yang terpantek oleh ciuman panas itu. Kecupan pria asing yang sialnya berhasil merusak sistem syaraf di kepalanya dan menjungkir balikkan akal sehatnya.
Tidak seharusnya ia memiliki debar terlarang ini. Selena memaku sejenak memegangi dadanya yang berdegup kencang. Napasnya naik turun tak beraturan. Ia menatap lelaki yang memasang ekspresi bingung.
“Aku baru ingat kalau ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku akan segera kembali.” Selena buru-buru pergi sebelum jantungnya meledak sendiri.
Dia berlari menuruni tangga rumah sakit. Bukannya memilih menaiki lift, ia sengaja turun secepat mungkin. Berharap rasa panas di dirinya ini segera lenyap.
Selena menarik napas dalam-dalam sesampainya di mobil. Merasa sedikit tenang, sebelum akhirnya sebuah ketukan di kaca mobilnya mengagetkan dirinya.
Pria dengan senyum bengis, ia menyebut lelaki bernama Daniel yang entah mengapa selalu mengirimkan sinyal tanda bahaya setiap kali mereka berdekatan.
Selena hanya bertemu dengannya sekali, saat Alana memperkenalkannya sebagai rekan kerjanya yang juga akan turut membantunya dalam misi penyamarannya kali ini.
Hanya saja, ada sesuatu yang disimpan lelaki ini. Suatu misteri yang amat berbahaya. Ia selalu memperingatkan dirinya agar berhati-hati pada lelaki berwajah tampan dengan tatapan dingin yang mampu membekukan gurun sahara sekali pun.
“Sudah selesai bercumbunya?” goda lelaki itu sambil terkekeh.
Selena terkesiap mendengar lelaki itu menggodanya. Rasa malu menjalar hingga ke pipinya, menimbulkan rona kemerahan di wajah halus mulusnya itu.
“Hati-hati, Cantik. Kau tidak tahu apa yang sedang kau mainkan.”
Daniel berkata sambil melebarkan senyumnya yang penuh misteri.
Perempuan ini tidak selugu yang ia pikir. Tapi reaksinya menunjukkan bahwa dia seorang amatir.
Daniel menopang tubuhnya di pintu mobil, matanya menatap tajam dengan ekspresi dingin penuh misteri. Tatapan lelaki itu mengirimkan sinyal berbahaya pada Selena yang sekujur tubuhnya seakan membeku.
Mata Daniel menyipit memandangi gadis lugu di hadapannya. Lalu tatapannya teralih pada bibir mungilnya yang dipoles lipstik merah muda. Ia menelan salivanya, menahan gairah yang tiba-tiba menyerangnya.
Tanpa peringatan lelaki itu mengecup bibir Selena dengan kasar. Selena mematung, pikirannya kosong tatkala lelaki berbahaya itu melumat bibirnya dengan lihai. Memaksanya membuka mulut hingga lidah mereka saling bertemu.
“Hmm, tidak buruk untuk seorang amatir sepertimu. Apa itu ciuman keduaku setelah Justin?”
Selena mengusap bibirnya yang membengkak akibat ciuman kasar lelaki itu. “Apa yang kau lakukan?” Ia memprotes sambil berusaha menutupi bibirnya dan menjauhkan diri dari lelaki berbahaya ini.
Daniel terkekeh, “Jangan kira aku tidak mengawasimu, Cantik!”
‘Apa maksudnya?’ Alis Selena melengkung bingung. Berusaha memahami maksud tersirat dari ucapan lelaki itu.
“Bisakah kau pergi sekarang?” Selena berhasil mengumpulkan keberanian untuk mengusir pria itu.
Daniel pun menjauh sambil memberikan kecupan ringan di pipinya. “Jaga dirimu baik-baik, Cantik. Karena permainan yang sedang kita mainkan sangatlah berbahaya.”
‘Apa maksudnya itu?’ Selena semakin tidak mengerti.
Mengapa lelaki itu begitu penuh misteri.
***
“Apa kau yakin dia Alana tunanganku?”
“Iya, Tuan. Dia Alana tunangan Anda.” Rayner berkata penuh keyakinan.
Justin sibuk dalam pikirannya. “Apa saja informasi yang kau dapatkan?” Dia bertanya lagi seolah tak percaya dengan ucapan asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya.
“Aku melihatnya keluar masuk apartemennya seperti biasa. Dia juga memimpin rapat komisaris pagi ini. Tidak ada yang mencurigakan darinya. Memangnya Nona Alana punya saudara kembar? Mengapa Anda begitu mencurigainya?”
“Sudahlah, jangan kau pikirkan lagi. Beritahu aku jika ada masalah di perusahaan. Mulai Senin besok aku akan mulai bekerja.”
“Ta-tapi Tuan, kondisi Anda … “ Rayner tak berani melanjutkan kata-katanya.
Kondisi Justin belum begitu pulih. Ia masih harus mengenakan gips di kakinya dan perban yang menutupi kedua matanya. Bagaimana bisa dia pergi bekerja dengan kondisinya saat ini.
“Aku tahu aku sekarang buta dan lumpuh, Rayner. Tapi aku bukan pria yang harus kau kasihani.”
“Bukan begitu maksud saya.”
“Sudahlah, Rayner. Aku bosan dengan aroma obat di ruangan ini. Aku butuh udara segar dan bekerja akan membuatku kembali hidup setelah sebulan aku seperti orang sekarat di sini,” gumam Justin keras kepala seperti biasa.
Rayner tak bisa membantah ucapan Justin. Apa yang diucapkan lelaki itu adalah mutlak. Meski ia keberatan jika bosnya bekerja sedangkan kondisinya belum cukup kuat untuk mulai bekerja.
“Sekarang pergilah, Rayner. Aku memberimu libur besok. Persiapkan dirimu untuk hari Senin. Karena kau akan menjadi mata dan kakiku mulai hari itu.”
Rayner menelan salivanya mendengar ucapan Justin yang terdengar seperti putusan hakim di persidangan.
***
Dari balik ruang kerjanya yang membosankan, Selena tak sengaja mencuri dengar sebuah berita penting yang akan menjadi akhir dari penyamarannya. Sekretarisnya Diana muncul dan mengatakan kalau Tuan Justin akan mulai bekerja Senin besok. Hingga waktu itu tiba, Selena harus bekerja ekstra keras menjadi sosok Alana agar lelaki itu tidak mencurigainya.
Berita itu cukup mengejutkan Alana yang baru saja mendarat di benua biru, Eropa. Selama beberapa saat ia akan bersembunyi hingga waktunya tiba sesuai rencana semula.
“Apa kau yakin?”
“Yakin, Bu. Sekretaris Ibu sendiri yang bilang padaku.”
“Hmmm … “ Alana tenggelam dalam pikirannya. Mencari cara supaya Justin yang mendadak kembali ke bekerja tidak mencurigai Selena bukanlah dirinya. “Kau sendiri bagaimana? Apa kau sudah menghapal semua yang kusuruh?”
“Beberapa hal sudah ku hapal di luar kepala. Sisanya aku masih perlu sedikit waktu.”
“Baiklah kalau begitu, aku akan menyuruh Dan membantumu menghapal semua pekerjaanku di kantor.”
“Tidak bisakah aku melakukannya sendiri tanpa bantuan Tuan Daniel?” tanya Selena sedikit keberatan jika ia harus berurusan dengan lelaki yang mencuri ciumannya. Bibirnya bahkan masih terasa bengkak akibat ciumannya yang kasar. Berbeda sekali dengan ciuman Justin yang lembut.
‘Sadarlah Selena, kenapa kau tiba-tiba memikirkan lelaki itu?’ Selena mengomeli dirinya sendiri. ‘Fokus! Demi uang yang akan membuatmu hidup makmur bersama ibumu.’ Ia berkata sendiri untuk menyemangati dirinya.
Pekerjaan ini memang berisiko, tapi sebanding dengan uang yang akan ia peroleh.
“Jangan bergerak sendiri tanpa aba-aba dariku atau Daniel. Kau mengerti?” Alana memberinya peringatan keras.
Artinya Selena akan tetap berhubungan dengan lelaki berbahaya bernama Daniel. Mengingat itu membuat bulu kuduknya berdiri tegak walau baru memikirkannya saja.
“Mengerti, Bu.”
“Oh, ya satu lagi. Jangan panggil aku Ibu. Usiaku tak jauh berbeda denganmu. Panggil aku Alana saja.”
“Baik, Bu. Eh, Alana … “ Mengapa terasa sulit sekali menyebut nama perempuan yang mempekerjakannya dalam misi berbahaya ini.
***
Seseorang menekan bel di apartemen yang baru beberapa hari ia tempati. Selena saat itu baru selesai membersihkan diri. Ia hanya mengenakan jubah mandi.
Bel berbunyi lagi. Berkali-kali. Menandakan bahwa sang tamu terdengar tidak sabar. Selena segera beranjak dari meja riasnya menuju pintu elan apartemennya. Mencari tahu siapa tamu tak beretika datang mengunjunginya sore itu.
“Halo, Cantik. Kita bertemu lagi.”
Tubuh Selena membeku melihat sosok yang muncul di hadapannya. Ia segera menutupi tubuhnya yang polos di balik jubah mandinya. Takut jika lelaki berbahaya yang terlihat seperti singa lapar ini akan menerkamnya tiba-tiba.
Ia masih suci. Selena berani bersumpah tidak akan seorang lelaki pun yang menyentuhnya. Karena itu ia tak ingin lelaki ini merampas satu-satunya mahkota yang ia punya.
“Apa yang kau lakukan di sini, Dan?”
Senyum lelaki itu menyimpan misteri mendalam yang membuat Selena bergidik ngeri. Daniel melangkah maju seiring dengan langkah Selena yang mundur dan semakin menjauh. Selena berusaha menjaga jarak darinya.
Lagi-lagi tatapan lelaki itu tak bisa terbaca olehnya. Dengan perlahan tapi pasti, jarak mereka terentang semakin tipis. Selena terjebak. Langkahnya terhenti oleh dindim pembatas di belakangnya, sedangkan Daniel bergerak semakin cepat.
“To-tolong jangan nodai aku,” pinta Selena penuh rasa takut.
Daniel menatapnya dingin. Udara semakin membeku, membuat tubuh Selena bergetar sambil terus berusaha melindungi dirinya dari ancaman lelaki itu.
‘Tolong!’ jerit Selena dalam hatinya sendiri. Tentu saja tidak ada seorang pun yang bisa mendengarnya.
***