Part 8 - Kembalinya Alana
“Apa?” Alana memekik saat mendengar berita menggemparkan dirinya.
Rencananya gagal. Ia hanya ingin menjadi tunangan Justin hingga lelaki itu pulih.
Namun vonis dokter yang mengatakan bahwa calon suaminya akan buta dan lumpuh selamanya membuat Alana harus berpikir dua kali sebelum melanjutkan pertunangan mereka.
Alana yang bimbang mendapatkan ide cemerlang dari Daniel. Ia pun setuju.
Hingga akhirnya ia menemukan sosok sempurna untuk menggantikan dirinya menjadi tunangan Justin sementara waktu.
Semuanya menjadi tak terkendali. Terlebih saat Selena mengatakan bahwa Justin ingin menikah segera.
Tentu saja kedua orang tua mereka menanggapi serius lamaran Justin. Terlebih orang tua Alana yang memang membutuhkan suntikan dana besar untuk menyelamatkan perusahaan keluarganya.
“Mengapa Justin melamarmu malam itu?” tanya Alana curiga.
Sepengetahuannya, Justin amat membencinya. Apalagi Alana sudah berusaha menjerat lelaki itu dengan pesonanya.
Justin memang setuju bertunangan, tapi bukan berarti ia juga ingin menikahinya. Sebelum kecelakaan Justin adalah sosok pria sempurna.
Bertubuh atletis, berwajah bak malaikat yang bercahaya, auranya bersinar, dia adalah sosok sempurna yang akan melengkapi kesempurnaan hidup Alana.
Meski beberapa kali ia menjalin affair dengan Daniel yang begitu eksplisit menunjukkan ketertarikannya.
Alana sudah tidur dengan sepupu Daniel beberapa kali untuk meredakan hasratnya karena Justin bahkan tak sudi menyentuhnya. Lalu mengapa sekarang ia harus menjerat Alana dengan pernikahan.
“Aku sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba dia melamarku, maksudku melamarmu melalui diriku.” Selena buru-buru meralat ucapannya seperti wanita arogan ini tersinggung. “Terus aku harus bagaimana?”
“Kau tenang dulu, aku akan cari cara lain.” Alana berusaha tenang walau ia sendiri kacau balau memikirkan cara lepas dari jerat pernikahan yang akan membelenggunya.
“Bagaimana caranya?”
“Aku akan kembali,” ucap Alana seketika.
***
Bukan hanya Selena yang terkejut mendengarnya, Daniel yang saat itu sedang rapat dengan kliennya pun memutuskan membatalkan rapat setelah mendapat pesan bahwa gadis itu akan kembali.
Ia segera menghubungi Alana tapi gagal. Nomor pribadi gadis itu sudah tidak aktif.
Satu-satunya hal logis yang terbersit dalam benar Daniel adalah Alana sudah berada dalam pesawat.
Daniel buru-buru melarikan mobilnya ke bandara, menjemput gadis itu.
Alana menoleh ke kanan kiri, mencari seseorang yang ia kenali. Ia mendesah saat tidak ada seorang pun di sana.
Penyamarannya sempurna. Ia mengenakan wig palsu dan kacamata hitam serta masker untuk menutupi wajahnya. Ia berusaha tidak mencolok dengan berpenampilan biasa.
“Mau ke mana?” Seseorang menyapanya dari belakang.
Ia menoleh saat melihat lelaki itu berdiri dengan tatapan dingin. Kedua tangannya terlipat di dadanya.
“Dan!” Ia terkesiap saat menyadari lelaki itu mengenalinya.
“Kau tidak bisa menipuku, Alana.”
Alana tersenyum di balik masker hitam yang ia kenakan. “Kau memang memiliki mata setajam elang,” desisnya.
“Jika berhubungan denganmu!” Daniel tertawa untuk gadis itu. Tawa yang jarang ia berikan untuk orang lain.
“Apa kau ke sini mau menangkapku atau menjemputku?”
“Hmm, apa menurutmu?” Daniel bertanya.
“Menangkapku,” jawab Alana asal.
Senyum Daniel semakin lebar, “Aku mau mencegahmu menikah dengannya!”
“Bagaimana kau tahu?” Alana membelalak. Ia bahkan belum mengatakan apapun pada laki-laki ini. “Jangan bilang kau memaksa gadis itu menceritakan semuanya padamu,” desisnya.
“Tidak. Kau salah!,” sergah Daniel sambil menggoyangkan telunjuknya di udara. “Kau terlalu meremehkanku, Al. Semua ini ideku, aku sudah bisa menebak rencana Justin padamu.”
“Dia ingin menikah denganku!” seru Alana ketakutan.
“Vonis dokter membuatnya putus asa. Untuk pria arogan seperti Justin, sulit baginya menerima kenyataan bahwa dia buta dan lumpuh selamanya.”
“Kau terlihat senang mendengarnya?” tanya Alana menyipit curiga.
“Begitukah menurutmu?” Daniel pura-pura terkejut mendengarnya, walau dia memang sengaja menunjukkan ekspresi bahagianya melihat sepupunya terpuruk jatuh.
Bagaimana tidak? Setelah bertahun-tahun, akhirnya ia bisa melihat Justin merana. Mengapa ia tidak bahagia?
“Ya, niatmu terlihat jelas sekali.”
Daniel terkekeh, “Lalu apa kau mau menghentikanku?”
“Tidak!” sangkal Alana cepat. Bukan urusannya jika Daniel memiliki masalah dengan calon suaminya itu. Selama hidupnya baik-baik saja, ia tak mau ikut campur.
“Lalu apa kau akan menikah dengannya?” Daniel dipenuhi rasa ingin tahu.
“Bagaimana menurutmu?” Alana balas bertanya. Sengaja membuat lelaki itu penasaran.
Daniel termangu menatap punggung mungil itu berlalu pergi, semakin menjauh. Hilang di antara kerumunan lalu lalang pengunjung bandara.
***
Alana memasuki ruang kerja calon suaminya.
Justin yang tengah sibuk dengan rekaman suara Rayner menyadari seseorang memasuki ruangannya.
Dari aroma parfum yang khas itu, ia langsung mengenalinya, “Alana ... “ panggil Justin.
Alana mematung melihat kondisi calon suaminya. Ini adalah pertama kalinya ia melihat Justin setelah kecelakaan yang merenggut cahaya di matanya.
Justin mendorong kursi rodanya dengan mantap, mengikuti aroma parfum yang menguar di sekeliling ruangan.
Instingnya patut diacungi jempol. Dia berhasil mengetahui posisi Alana dengan tepat.
“Justin.” Suara Alana sarat akan kepiluan mendalam. Meratapi nasibnya jika nanti ia menikahi lelaki menyedihkan ini.
Justin membeku sesaat menyadari ada yang berbeda dari sosok perempuan ini sebelumnya.
‘Siapa dia?’ benaknya mengukir tanya. Meski begitu ia berpura-pura tak menyadari siapa sosok perempuan ini.
“Kau sudah datang? Ada apa?” tanya Justin menyimpan curiga. Alana yang satu pasti akan menjaga jarak darinya, tapi tidak dengan Alana ini.
Sikapnya tenang dan terkendali. Berbeda dengan sikap perempuan yang mengaku Alana. Perempuan itu selalu berdebar dan merasa resah.
Meski Tuhan merebut cahaya dari matanya, ia tidak kehilangan instingnya mengenali seseorang.
Ada sesuatu yang harus Justin cari tahu dari perempuan yang akan ia nikahi.
“Aku mau membahas urusan pernikahan kita!” ujar Alana yang sengaja terbang dari London hanya untuk menyelesaikan masalah mereka.
“Ada apa dengan pernikahan kita?” Justin pura-pura bingung, walau ia sengaja melakukannya agar bisa memainkan peran yang sama seperti yang perempuan ini sedang mainkan.
“Bisakah kau beri aku waktu untuk memikirkannya?”
“Kenapa? Kau terdengar tidak keberatan kemarin?”
“Kita akan tetap menikah sesuai perjanjian. Tapi masalahnya, aku butuh waktu.”
“Berapa lama waktu yang kau butuhkan?”
“Enam bulan. Beri aku enam bulan untuk memantapkan hati.”
“Tiga bulan! Kuberikan kau waktu tiga bulan untuk memikirkannya kembali.”
“Baiklah kalau begitu. Terimakasih atas pengertianmu Justin.”
Alana berlalu pergi begitu saja tanpa ada aura ketakutan yang biasa ditunjukkannya selama ini.
Justin mendengar derap langkah perempuan itu. Mengenali bahwa dia bukan perempuan yang sama.
Lalu siapa dia?
***