Part 7 - Ayo Kita Menikah!

1152 Kata
7. Ayo Kita Menikah! “Siapa kau Alana?” “A-aku ... “ Selena memutak otaknya cukup keras memikirkan jawaban atas pertanyaan mudah itu yang terasa sulit ua jawab. Bukan apa-apa? Berperan menjadi orang lain sungguh sangat sulit. Ia harus menebak seperti apa jawaban yang ingin Justin dengar darinya. Bagaimana pikiran Justin tentang sosok Alana—tunangannya. Ia sendiri bahkan tidak terlalu mengenal bosnya selain dari dokumen yang harus ia hapal setiap malam demi memuluskan rencana mereka. Selena tertawa renyah, “Jangan bilang kau mencurigaiku lagi, Justin?” ujarnya berpura-pura polos. “Sebenarnya ada apa denganmu, hah?” Selena balas bertanya. “Apa aku harus menjelaskannya padamu?” sahut Justin, dingin seperti biasa. Selena tak mau ambil pusing. “Aku adalah Alana, tunanganmu. Puas?” “Kalau begitu kemarilah.” Justin menyuruhnya mendekat. Semula Selena ragu, tapi kibasan tangan Justin menandakan bahwa pria itu sudah kehilangan sedikit kesabarannya. “Ada apa?” Ia pun mendekat tanpa curiga bahwa Justin ingin menciumnya lagi. Selena terkesiap kala Justin menariknya dan mencumbunya lagi dengan kasar. Ia berusaha melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu. Namun gagal! Tubuhnya ikut merespon bibir lembut dan hangat yang kini terbuka lebar, memainkan lidahnya. “Ya, Tuhan Alana. Mengapa kau terasa sangat nikmat!” Justin mengerang frustrasi saat bagian inti tubuhnya mengeras. Ia merasa hidup. “Alana ... “ Suara desahan serak Justin menggema di telinganya, menyadarkan dirinya. Sekuat tenaga Selena langsung melepaskan diri sebelum semuanya lepas kendali. Ia bukan Alana, ia tak pantas mencium pria ini meski ia pun menginginkannya juga. Hasrat. Untuk pertama kalinya ia merasakan kenikmatan terlarang yang membuatnya menjadi seorang pendosa. Tidak hanya menipunya. Ia juga mempermainkan pria malang ini demi egonya. Perasaan bersalah menyelimutinya. “Aku akan pergi, Justin!” Justin kecewa saat Selena pergi meninggalkannya. Ia melemparkan berkas yang tergeletak di atas meja kerjanya. Tumpukan kertas itu berterbangan di udara. Lalu jatuh berserakan di lantai. Tak puas, Justin meminum air yang tersedia di gelas hingga tandas. Kemudian membantingnya hingga benda kristal bening itu hancur tak beraturan. *** Sebuah pesan masuk ke ponsel pintar miliknya. [Jangan lupa makan malam bersama keluarga Edyson nanti malam] Pesan tersebut dikirimkan langsung dari Alana. [Baik, Bu] Tak butuh waktu lama, Selena segera membalas pesan tersebut. Ia harus mempersiapkan diri bertemu dengan keluarga Justin dan keluarga Alana nanti malam. Setidaknya ia harus berperan dengan baik agar tidak menimbulkan kecurigaan di benak mereka. Hal pertama yang harus ia lakukan adalah mengubah cara biasanya yang sopan ini agar terdengar persis seperti bosnya yang arogan, sombong dan manja. Dilahirkan di keluarga ningrat sejak kecil, menjadikan Alana sosok yang manja. Segalanya pasti dikabulkan kedua orang tuanya yang hanya memiliki dirinya seorang. Berbeda sekali dengan kehidupan Selena yang harus berjuang keras menghidupi Ibu dan dirinya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah pandai berjualan demi bisa membeli jajanan yang dia inginkan walau pada akhirnya ia lebih memilih menggunakan uang hasil jualannya untuk membeli obat ibunya. *** Mengendarai mobil mewah sendiri, bukanlah kebiasaan Alana.Gadis manja itu lebih suka diantar jemput supir pribadi. Berbeda dengan malam itu, Selena memilih pergi ke restoran mengendarai taksi pribadi. Setibanya di sebuah restoran ekslusif yang hanya didominasi para kalangan elit, Selena meragu sesaat sebelum akhirnya seorang penjaga menghampirinya. “Nona? Mohon maaf, hari ini restoran tutup untuk umum.” Sambil membungkuk, pelayan itu berkata pelan. Selena meliriknya, bingung harus berkata apa? Ia diundang oleh pemilik restoran mewah ini. Secara ilegal tentu saja. Untung saja Daniel muncul untuk menyelamatkannya, “Dia salah satu tamu kami malam ini,” tegurnya membuat wajah pelayan itu seketika pias. “Maafkan saya, Nona,” ujarnya ketakutan. “Tidak apa-apa,” sahut Selena tak mau ambil pusing. “Ini,” Daniel menyodorkan sebuah kantong besar padanya. “Apa ini?” “Gaun untukmu,” bisik Daniel. Alis Selena mengerut bingung. “Kau salah memakai gaun, Cantik. Alana tidak akan memakai gaun itu.” “Apa maksudmu?” “Gaun tertutup bukanlah seleranya,” ujar Daniel seolah tahu gaya berpakaian Alana yang terbuka. Selena terpaksa mengambil kantong berisi gaun minim bahan yang diberikan Daniel untuknya. Daniel tersenyum melihat Selena tampak risih memakai gaun tersebut. Anehnya ia merasakan sedikit sengatan listrik di tubuhnya saat melihat gumpalan daging yang terbuka di area sekitaran d**a. “Apa kau bawa jaket?” tanya Selena sibuk menutupi bagian sensitif dadanya yang terbuka lebar. Daniel tersenyum lembut untuk pertama kalinya, “Kau terlihat membenci gaun yang kuberikan untukmu.” “Aku merasa telanjang di depanmu,” jawab Selena jujur. “Bahkan jika kau telanjang sekali pun, aku tidak akan tertarik padamu!” gumam Daniel penuh percaya diri. Selena mendesah, “Syukurlah kalau begitu.” Ucapan Selena membuat Daniel sedikit menegang. ‘Sebegitu bencikah dia padaku?’ pikir Daniel tak mau ambil pusing. Akhirnya mereka tiba di ruang tempat pertemuan. Kedatangannya langsung disambut hangat oleh kedua orang tua palsunya. “Putriku, Alana. Sudah lama kita tidak bertemu! Bagaimana kabarmu?” “Seperti yang Mama lihat, aku masih cantik melebihi dirimu!” jawab Selena ketus seperti sikap Alana terhadap ibunya selama ini. Perempuan paruh baya penuh kepalsuan itu tersenyum melihat kesombongan putrinya yang terlihat persis seperti dirinya dulu. “Papa.” Selena menyapa lelaki tua itu dengan senyum sopan. Berdasarkan informasi, Alana tidak memiliki hubungan baik dengan kedua orang tuanya. Kecuali dalam hal uang. Mereka akan royal memberikan banyak uang untuk putri kesayangannya itu. Justin mendengar sapaan sinis keluarga tunangannya yang penuh intrik dan ketidak harmonisan seperti keluarganya. ‘Apakah semua keluarga kaya memiliki hubungan seburuk ini?’ pikir Justin mulai muak jika harus bertemu orang tuanya. Justin membenci pertemuan malam ini. Entah apa yang ada di pikiran orang tuanya? Mengadakan pesta atas kesembuhan putranya yang telah kehilangan penglihatan dan kemampuannya berjalan. Apakah mereka sengaja melakukan itu untuk mempermalukan dirinya setelah apa yang dia lakukan untuk melawan kehendak ayahnya. “Senang melihatmu lagi, Alana,” Sapa Diego menatap penampilan terbuka calon menantunya. “Seperti yang kau katakan, kau terlihat sangat cantik,” puji Queena memaksakan senyum di wajahnya yang penuh botox. “Halo, Oom, Tante. Kalian terlihat luar biasa malam ini. Semoga kalian sehat selalu untuk melihat kesuksesan hubungan kami.” Selena menjawab sarkastik. Dia sudah terbiasa berperan menjadi Alana yang arogan. “Kulihat, kau sudah menerima Justin kami apa adanya,” gumam Queena tak mau ambil pusing dengan ucapan calon menantunya yang sinis itu. “Memangnya ada yang bisa aku lakukan selain memberinya cinta yang banyak.” “Wah, kau sangat beruntung Justin. Calon istrimu yang cantik itu akan membahagiakanmu.” “Begitukah? Jika dia memberiku cinta dan kebahagiaan, sayang sekali jika aku harus memberinya derita dan kesengsaraan.” “Apa maksud ucapanmu Daniel?” Diego menegur putranya yang sedikit memberontak itu. “Alana tunanganku. Jika kau memang benar-benar mencintaiku. Aku ingin kita menikah malam ini juga!” Justin tiba-tiba mengajukan lamaran yang mengejutkan semua orang, termasuk Selena. Gadis itu terkesiap mendapati Justin justru memintanya menikah malam ini juga. Lalu apa yang harus ia lakukan? Selena yang panik melirik sekilas ke arah Daniel yang mematung seketika. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN