10. Kabar untuk Fagha

1855 Kata
Anak SMA jaman sekarang kelakuannya enggak bener ya... Iya, masih pada kecil aja udah bikin anak... Pasti mau minta digugurin tuh Orangtuanya enggak bisa ngurus nih pasti, anakanya sampe hamil gitu... Cantik - cantik kok murahan ya? "Sat, gue takut..." Fay menggenggam erat tangan Satya saat keduanya tiba di depan sebuah klinik kehamilan. Semua pasang mata tertuju pada mereka. Bagaimana tidak, sepasang muda mudi yang masih lengkap dengan seragam putih - abu khas SMA mengunjungi sebuah klinik yang dipenuhi oleh pasangan suami istri yang sedang menanti buah hati mereka. Satya tersenyum lalu mengeratkan pegangannya. "Jangan dipikirin, mereka kan enggak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Lagian lo kan enggak sendiri, lo ada sama gue." "Maaf ya Sat, lo jadi ikut kena imbasnya. Padahal kan lo enggak tahu apa - apa." Ucap Fay dengan suara sedih. "Jangan ngerasa bersalah gitu, gue kan udah janji bakal ada dismping lo apapun yang terjadi." Fay tersenyum kecut. "Tapi kan gara - gara gue lo jadi kena imbasnya, jadi ikut diomongin jelek sama orang - orang. Nanti kalau cewek yang lo suka jadi ngejauh dari lo gimana gara - gara gue gimana?" Satya kembali terkekeh. "Enggak bakal." "Karena cewek itu lo Fay, cewek yang gue suka itu lo." Gumam Satya dalam hati. "Yaudah yuk masuk, nanti biar lo yang duduk. Gue yang daftar." "Tapi Sat, lo yakin gue harus priksa." "Kan tadi lo bilang sendiri, mau lihat dia bener - bener ada apa enggak? Lo bilang sendiri kepingin lihat dia dalam perut lo kalo beneran diperut lo ada makhluk kecil yang lagi tumbuh." Fay pun menunduk untuk melihat perutnya. Tangannya pun terangkat untuk mengusap perutnya yang rata. "Hai, kalau kamu beneran ada di dalam perutku kamu seneng enggak tinggal disana?" tanyanya bermonolog. "Nanti kita ajak dia ngobrol lagi. Sekarang kita masuk dan duduk dulu ya? Kasian kamu nih dari tadi kan enggak duduk." Fay pun mendongak dan menganggukkan kepalanya. "Okay, yuk masuk." Keduanya pun memasuki klinik tersebut sambil bergandengan tangan. Berusaha mengabaikan bisik - bisik orang yang tengah menggunjingkan mereka. *** "Sayang....ya ampun, seneng banget aku lihat kamu latihan basket gini,” ucap seorang gadis saat melihat Fagha sedang menenggak air minum dari botolnya. Fagha hanya menengok sambil tersenyum tipis. Prila- nama gadis yang pernah menjadi kekasih Fagha selama dua minggu ini kembali mendekat dan bahkan duduk persis di sebelah Fagha. "Pril, tempat duduk banyak kan?" tanya Fagha datar. Bukannya menjauh, Prila justru semakin menempelkan tubuhnya dengan tubuh Fagha. Gadis itu bahkan tak segan mengusap peluh di wajah Fagha dengan handuk kecil yang khusus dirinya bawa untuk Fagha. "Aku denger hari ini kamu putusin Sintya?" "Hmm..." jawab Fagha sembari menjauhkan wajahnya dari tangan Prila. "Berarti sekarang kamu jomblo lagi kan? Kita bisa mulai lagi kaya dulu dong?" Fagha terkekeh sinis. "Gue enggak tertarik balikan sama mantan Pril, tahu kan prinsip gue?" Prila berdecak, namun senyum terus tersungging di bibirnya. "Kamu enggak kangen sama ini?" Tanya Prila menggoda sambil mengusap bibirnya dengan lidah. "Em...kita mungkin bisa coba lagi di gudang sekolah kaya waktu itu?" "Gimana Gha?" Entah fikiran apa yang melintas di kepalanya. Terlebih fikirannya tentang Fay yang mengabaikan semua pesan dan juga panggilannya membuat Fagha tak terkendali. Fagha langsung menarik tangan Prila. "Jangan minta berhenti, kalau gue belum puas!" Prila tersenyum puas. "As you wish, sayang." Keduanya pun berjalan menuju salah satu gudang kosong di area sekolah mereka. Meninggalkan keramaian di lapangan basket. Entah apa yang akan mereka lakukan dan yang pasti hanya akan diketahui mereka berdua dan Tuhan. *** "Hallo...selamat sore..." sapa seorang dokter parubaya. "Selamat sore dokter,” jawab Fay ragu. Sejak memasuki ruangan periksa tersebut, Fay selalu menundukkan kepalanya. Dokter yang masih nampak sehat di usia yang tak lagi muda tampak tersenyum lebar. "Lihat ke saya dong, saya enggak akan makan kamu kok." Goda dokter tersebut. Fay yang tersentak pun langsung mengangkat kepalanya. "Maaf dok..." "Kok kamu dari tadi minta maaf terus sih? Emang buat salah apa sama saya?" "Maaf dok--" "Tuhkan, maaf lagi,” sahut dokter itu sambil mengulum senyum. Dokter bernama Widya itu kemudian berdeham sejenak. "Jadi kamu kesini untuk apa?" "Ada keluhan di siklus menstruasi kamu atau--" "Saya mau pastikan dia baik - baik saja atau tidak dok." "Dia?" tanya dokter Widya sambil memicingkan matanya. "Maksud kamu dia siapa?" Tanya Widya lagi. Fay terlihat gugup. Kedua tangannya saling bertaut lalu pandangannya terlebih dahulu turun ke perutnya. Setelah merasa dirinya lebih tenang, barulah Fay kembali mengangkat kepalanya. "Dia dok, makhluk kecil yang sedang tumbuh di dalam perut saya." *** Senyum tak pernah hilang dari wajah Fay kala memperhatikan foto hasil USG dimana  makhluk kecil yang sering ia panggil dengan sebutan dia ataupun kamu itu nampak jelas di dalamnya. Ia bahkan mengabaikan cemoohan orang - orang yang melihatnya dengan Satya dengan sebelah mata. Bukan hanya itu, Fay bahkan seolah lupa dengan rasa sakit hatinya pada Fagha. Ia lupa bagaimana proses makhluk kecil yang sedang tumbuh di dalam perutnya itu bisa ada. "Jangan ketawa - ketawa mulu Fay, disangka jalan sama orang gila nih gue." Seloroh Satya sambil mengacak gemas rambut Fay. Fay mendongak, mengulum senyum manis yang membuat hati Satya berdebar. "Ih lo lihat deh,” kata Fay semangat sembari menunjukkan gambar itu ke arah Satya. "Dia masih sekecil ini tapi udah lucu, gue sayang banget sama dia. Gue rasa gue udah jatuh cinta sama dia Sat,” lanjutnya dengan semangat. Satya mengulas sedikit senyum. Ia berusaha biasa saja di depan Fay. Namun tanpa seorang pun tahu, hatinya hancur. Kecewa terhadap yang terjadi pada Fay, bukan pada Fay tetapi pada dirinya yang tak bisa menjaga sahabatnya itu. Ya, Fay menceritakan semuanya. Berawal dari kedatangannya hingga malam kelam yang akhirnya membuat sosok kecil tumbuh di dalam perut gadis pujaannya itu. "Lo sayang sama dia?" Fay mengangguk semangat. "Iya dong! Gue bakal jaga dia, gue bakal banyak makan biar dia sehat, biar nanti pas dia lahir dia bisa nemenin gue. Gue enggak akan sendiri lagi." Satya berdeham. "Maksud gue, dia itu--" "--Ayahnya?" Deg Senyum Fay mendadak hilang. Ia menatap Satya dengan pandangan yang meredup. Satya mengepalkan tangannya kuat - kuat. Rasanya ia ingin menghabisi pria b******k yang telah merusak hidup Fay itu. Hatinya berdenyut nyeri melihat wajah sedih Fay. "Lo enggak perlu jawab, sorry gue--" "Ayahnya harus tahu kan?" kata Fay tiba - tiba. Sebuah senyum masam terbit di bibirnya. "Bukan buat tanggung jawab, gue cuma mau Mas tahu kalau dia ada di perut gue." *** Hmmppt Suara kecapan lidah memenuhi ruang kosong dengan cahaya remang tersebut. Keringat telah membanjiri tubuh dan wajah sepasang muda - mudi yang tengah b******u. Tangan sang gadis mulai berani bergerak. Ia sengaja membuka dua kancing teratas seragamnya hingga pakaian dalam sang gadis pun mulai terlihat.  Tak hanya sampai disitu, tangan mulusnya bahkan mulai bergerak untuk menurunkan celana basket yang dikenakan sang laki - laki, namun tangannya segera dihempaskan dan ciuman itu langsung terhenti. "Jangan macem - macem! Kita enggak akan lebih dari ini, Pril,” ucap Fagha datar lalu menjauhkan tubuhnya dari tubuh Prila. "Beresin seragam kamu, kancingin yang bener." Prila hanya menggeram kesal. Tubuhnya yang sudah nyaris terlentang langsung bangkit untuk merapikan seragamnya yang kusut. "Kita jadi pacaran lagi kan Gha?" Fagha langsung menoleh dan menatap tajam Prila. "Lo budeg apa gimana? Gue enggak mau pacaran sama orang yang sama dua kali." "Tapi kita udah ciuman." Fagha terkekeh. "Lo yang minta kan? Lagian kita ciuman belum berarti kita pacaran. Anggap aja buat hiburan,” jawab Fagha santai sambil menyugar rambutnya yang basah karena keringat. "Tapi gue mau jadi pacar lo lagi Gha. Lo kan udah putus juga sama Sintya. Berarti kan lo lagi enggak pacaran sama siapa - siapa." Fagha tertawa lagi. "Tapi gue udah enggak tertarik sama lo Prila." "Trus lo tertarik sama siapa?" Fagha menyeringai. "Mona anak padus cantik juga, dan dia yang gue mau sekarang." *** “Ngapain lo keluar dari gudang?" tanya Lingga penuh selidik. Fagha yang sempat terkejut langsung menguasai dirinya. "Olahraga lah, lo enggak lihat gue pakai baju basket?" Lingga memicingkan matanya. "Lapangan basket di depan, kenapa lo di belakang?--" Brak Keduanya dikejutkan dengan kumunculan Prila di belakang Fagha. Wajah gadis itu terlihat kesal dan langsung meninggalkan sepasang saudara yang sedang terlihat percakapan tersebut. Lingga terkekeh. "Olahraganya enak ya? Bareng cewek." "Lo pencak silat juga ada ceweknya kan?" tanya Fagha balik. "Tapi enggak ada yang pakai seragam sekolah kaya cewek tadi barusan." Fagha memutar bola matanya jengah. "Bodo amat deh Ling, pergi lo sana deh. Gue mau balik ke lapangan." Fagha mendorong Lingga lalu melewatinya. Ia memilih untuk kembali ke lapangan basket daripada meladeni sepupunya yang masih lengkap dengan pakaian khusus pencak silat tersebut. Lingga hanya menghela nafas, ia menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah Fagha yang sering tak dirinya mengerti. Lingga akhirnya memutuskan untuk kembali ke lapangan belakang sekolahnya. Sore ini dirinya ada jadwal latihan pencak silat bersama teman - temannya. Baru saja ia memutar tubuhnya, langkahnya sudah kembali terhenti. Jantungnya berdegup kencang kala gadis cantik yang menjadi pusat atensi kehidupannya berada persis di depannya. Senyum terpatri indah di bibir Lingga. Namun gadis itu tak bereaksi hingga memilih memutar tubuhnya untuk menghindari Lingga. Lingga pun berusaha mengejarnya. Hingga ia berhasil menarik lengan gadis itu dan keduanya berhadapan. "Please jangan terus - terusan kaya gini. Mau sampai kapan kamu menghindari aku?" tanya Lingga frustasi. Gadis itu menarik lengannya paksa dari cengkraman Lingga. Ia menatap Lingga dengan tajam lalu sebuah seringai muncul di bibirnya. "Sampai kapan?" "Seumur hidup gue, b*****t!" Gadis itu pun mendorong tubuh Lingga agar menjauh dari tubuhnya. Ia pun segera berlari tanpa mengabaikan teriakan Lingga yang terus berusaha memanggilnya. Tanpa terasa, air mata menetes di wajahnya. "Selamanya gue benci lo, lo yang hancurin hidup gue. Gue bakal benci lo selamanya Kalingga Delana Tasha. Selamanya!" Sementara Lingga hanya dapat menatap punggung gadis yang semakin menjauh dari pandangannya itu dengan tatapan sendu. "Maaf...maafin aku...." "Lingga...?" Lingga pun segera memutar tubuhnya kala sebuah suara terdengar dari balik tubuhnya. Seorang gadis cantik dengan rambut ekor kuda sedang menatapnya sambil tersenyum. "Hai,” sapa Lingga seadanya. Gadis itu mengulum senyumnya ramah. "Besok kita jadi belajar bareng lagi kan? Aku tunggu di tempat biasa ya?" "Dah Lingga..." *** Keesokan harinya... "Olla, maafin Mas telat ya?" Ucap Fagha penuh rasa bersalah ketika ia melihat Fay sedang duduk di salah satu bangku di depan danau. Tempat yang sering keduanya kunjungi bersama. "Mas tadi nemenin Naya dulu, sekalian cicipin kue buatannya. Enak banget." Cerita Fagha santai tanpa memperhatikan raut mendung di wajah Fay. Fay hanya mengangguk. "Iya, enggak apa - apa Mas." Cup Fagha tersenyum setelah berhasil mengecup pipi Fay. Pria itu bahkan memeluk Fay cukup erat. "Mas kangen banget sama Olla..." Fay melepaskan pelukan tersebut. Ia tersenyum lirih mendengar ungkapan rindu yang baru saja Fagha berikan padanya. Fagha terkekeh. "Kamu makin gendut ya sekarang? Mas jadi makin gemes deh sama kamu." "Eh tumben ngajakin ketemuan tapi enggak mau dijemput?" "Kan mas bilang sendiri ada janji sama Naya dulu." "Eh iya, lupa Mas,” sahutnya sambil tertawa. "Adik mas lucu banget sih." "Trus mau ngomong apa? Katanya ada yang mau diomongin?" Fay menunduk sebentar. Ia memilin tali slingbag nya sebelum akhirnya kembali mengangkat kepalanya untuk menatap Fagha. "Mas, aku izin enggak ikut pertandingan." Fagha memicingkan matanya. "Kenapa?" "Aku enggak bisa Mas, kamu boleh ganti posisiku sama orang lain." "Ya tapi kenapa? Ini pertandingan besar La, tahun depan kamu bisa jadi kapten basket kalau kamu ikut." Fay menggelengkan kepalanya. "Aku enggak bisa, aku enggak bisa ikut pertandingan atau main basket buat beberapa bulan ke depan Mas." "Ya tapi kenapa? Kamu kan pasti punya alasannya La." Fay menarik nafasnya. Ia membuka slingbag miliknya dan mengambil sebuah amplop yang ia tunjukkan pada Fagha. "Ini apa?" tanya Fagha bingung setelah melihat foto usg bayi di perut Fay. "Mas...aku hamil." "Ha? Ngomong apa kamu barusan?" "Aku hamil Mas--" "--anak kamu. Anak kita berdua." Sempat terkejut. Suasana menjadi hening sampai akhirnya tawa Fagha pecah. "Enggak lucu ah kamu bercandanya La." Fay mencoba memupuk kesabarannya. Ia langsung menarik tangan Fagha dan ia letakkan di atas perutnya. Matanya nampak berkaca - kaca sambil memandang Fagha. "Dia ada Mas. Dia ada di perut aku, anak kita...karena malam itu." Deg Fagha langsung menarik tangannya. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Enggak mungkin La, kita cuma ngelakuin itu sekali dan Mas mabuk. Enggak mungkin kamu hamil." Fay meneteskan air matanya. "Mas pasti bisa rasain kan? Dia ada di perut aku. Dia barusan nyapa Mas." "Gugurin La!" "Mas!" "Gugurin anak itu, Mas enggak bisa La. Kita enggak bisa jadi orangtuanya."     ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN