11. Olla Sayang Dia, Mas

1011 Kata
"Gugurin anak itu, Mas enggak bisa La. Kita enggak bisa jadi orangtuanya." Fay menggelengkan kepala seraya memeluk perutnya dengan kuat. Air matanya mengalir deras menunjukkan berapa besar rasa sakit yang menjalar di dalam hatinya karena ucapan Fagha. "Olla sayang dia Mas." Katanya lirih sambil menunduk. Ia tak ingin anaknya pergi. Walaupun ia membenci kejadian itu, ia tetap tak bisa membuang anaknya. Fay mencintai si kecil dalam perutnya dengan sepenuh hati. "Lihat Mas, La. Lihat Mas sekarang!" Fagha merangkum wajah Fay dengan kedua tangannya. "Kita masih enam belas tahun, masa depan kita bisa berantakan gara - gara anak itu. Kita masih sekolah, kita enggak bisa punya anak. Kamu masih pingin jadi pengacara kan?--" "--Mas enggak bisa nikahin kamu, kamu adik Mas, La." Fay menghapus air matanya. Ia menarik tangan Fagha dari wajahnya lalu ia genggam. "Tapi Olla sayang dia Mas. Olla cuma punya dia." Fay kembali mengarahkan tangan Fagha ke perutnya. "Mas rasain kan?--" Fay berusaha mengukir senyum di bibirnya walau air mata enggan berhenti mengalir di wajahnya. "--Dia sayang Mas. Dia pingin Mas tahu dan bisa rasakan kalau dia ada Mas. Mas tahu, beberapa minggu ini aku mual - mual, aku pusing tapi semua hilang setiap aku cium bau badan Mas. Mas tahu kenapa kemarin aku minta baju basket Mas?" Fay menggelengkan kepalanya sejenak. "Bukan karena udah enggak bagus, aku mau peluk baju yang baru Mas pakai, aku suka bau Mas, ah bukan aku tapi dia, dia suka banget baju Mas. Dia suka bau ayahnya." Fagha menarik tangannya kasar lalu mendorong kuat tubuh Fay. "Mas enggak peduli La, Mas bilang gugurin ya gugurin!" "Mas enggak bisa ambil resiko La, kalau orangtua kita tahu gimana? Kamu udah mikir sampai situ belum seberapa besar kecewanya mereka ha?" "Inget La, kamu itu enggak lebih dari sekedar anak angkat!" Perih. Itulah yang dirasakan Fay saat Fagha mengungkit kembali statusnya sebagai anak angkat. Setelah sekian tahun ia memulai kehidupan baru dan tak ada lagi yang mengungkitnya, hari ini masa lalunya kembali terbuka dengan begitu menyakitkan. Bahkan yang mengatakannya adalah Fagha, seseorang yang begitu ia cintai. "Kamu tega bikin hati Om Gani hancur gara - gara kehamilan kamu ha?" "Gugurin ya gugurin!" "Apa mas enggak sayang dia sedikitpun Mas? Dia sayang banget sama Mas, Mas enggak perlu akuin dia jadi anak Mas, Olla cuma pingin Mas tahu dia ada. Olla enggak akan minta Mas nikahin anak pungut kaya Olla, tapi biarin dia tetep ada di perut Olla ya Mas?" "Enggak! Mas enggak bisa sayang sama anak itu La." Fagha yang sedang dihinggapi emosi langsung bangkit dari tempat duduknya dan menatap tajam ke arah Fay. Deg "Mas enggak pingin anak itu, kita belum bisa jadi orangtua. Mas sayang kamu makanya Mas minta kamu lepasin anak itu." "Olla enggak mau Mas!" Fay menggeleng kepalanya. "Olla enggak mau." Ulangnya lagi. Perlahan ia mulai bangkit dari tempat duduknya. Tangannya tak pernah lepas dari perutnya yang terasa kram. Usapan demi usapan Fay berikan seolah memberikan ketenangan pada sang buah hati bahwa ia akan tetap menjaga sang anak walaupun seseorang yangseharusnya bertanggung jawab terhadap kondisinya saat ini tidak akan bertanggung jawab. Fay meyakinkan hatinya, bahwa ia hanya butuh sang anak demi melanjutkan hidupnya. Ia tak lagi membutuhkan hal lain selain darah dagingnya. Hadiah terindah yang Tuhan berikan melalui seseorang yang ia nobatkan sebagai cinta pertamanya walaupun dengan cara yang salah. "Mas enggak usah khawatir….” ucap Fay lirih. Air mata yang terus mengalir tak membuat senyum manis di wajah cantiknya memudar. "Olla enggak akan melibatkan Mas Aga, Olla janji enggak akan bilang siapapun soal itu. Olla akan pergi Mas." "Mas benar, Olla sudah buat kecewa Papa. Olla hanya anak angkat yang enggak tahu diri sampai bisa mengandung anak dari salah satu keturunan Rianda." "Tapi Mas enggak perlu khawatir lagi, Olla janji kehadiran dia di dunia ini enggak akan buat hidup Mas Aga terganggu. Olla akan pergi Mas, Olla janji.." "Olla pamit dulu Mas, Asallamualaikum.." Fay berusaha mengehntikan tangisannya. Ia memutar tubuh lalu hendak meninggalkan Fagha. Namun pertanyaan pria itu berhasil menghentikan langkahnya. "Kenapa kamu enggak mau gugurin dia?" "Kenapa kamu lebih milih buat pergi dan jauh dari Mas dibanding dia yang pergi?" "Kenapa la?" Tanya Fagha datar. Suaranya terdengar lebih berat tanda bahwa dirinya sedang menahan emosi. "Karena aku sayang dia Mas. Aku mau jaga dia." "Tapi dia enggak seharusnya ada." "Kalau dia enggak seharusnya ada, kenapa mas lakuin itu ke Olla? Kenapa Mas buat dia hadir di perut Olla dan buat Olla sayang sama dia Mas? Kenapa?" Tanya Fay beruntun saat ia kembali memutar tubuhnya. "Olla enggak pernah minta dia hadir Mas. Tapi mas yang buat dia hadir." Fagha terkekeh kecil. Ia melangkahkan kakinya hingga tubuhnya mendekat dengan tubuh Fay. Tangannya yang terkepal kini justru mencengkeram pipi Fay hingga Fay merintih kesakitan. "Mas, sakit...lepas Mas." "Gugurin La, Mas mohon..." Fay terus menggelengkan kepalanya. "Olla enggak mau. Dia punya hak buat hidup Mas." Fay kembali tertawa. "Kamu mau anak ini kaya kamu? Terlantar di panti asuhan? Mau?" "Enggak!" "Kalau gitu ikutin apa kata Mas, Olla. Anak ini anak haram,dia akan kasian jika dilahirkan." "Enggak! Enggak! Anak Olla bukan anak haram, kata Satya dia anak baik. Anak Olla bukan anak haram mas, bukan!" Fagha memicingkan matanya. "Satya kamu bilang?" Fay mengangguk cepat. "Satya juga sayang dia." Fagha melepas cengkeramannya dari wajah Fay. Membuat Fay bisa bernafas lega, namun itu hanya sekejap kala Fagha justru melayangkan tamparannya pada wajah Fay. Plak "Anak itu anak Satya kan?" Deg "Mas Aga!" "Makanya kamu bersikukuh enggak mau gugurin?" Fay menggelengkan kepalanya. "Bukan..." "Ini anak Mas, Olla cuma pernah tidur sama Mas." Fagha terkekeh. "Kalau itu benar anak Mas, kita harus buang dia..." Fagha menarik tangan Fay dengan kasar. Ia tak memedulikan rintihan Fay yang meminta untuk dilepaskan. Fagha mendorong tubuh Fay dengan paksa ke dalam mobilnya. Mobil yang secara diam - diam dirinya kemudikan tentu tanpa sepengetahuan orangtuanya. "Mas...Mas ngapain?" Tanya Fay panik saat Fagha mulai mencengkeram perutnya. Plak Plak "Aww..." Teriak Fay saat Fagha semakin menggila. Bukan hanya wajahnya yang mendapat beberapa tamparan. Tapi Fagha juga memukul perut Fay dengan cukup keras. "Mas ampun, sakit Mas....berhenti." "Biar dia pergi La, biar kita bisa sekolah." Fagha tanpa ampun memukuli Fay. namun tanpa dirinya sendiri sadari, air mata pun luruh di pipinya. Brak Pintu mobil Fagha terbuka dengan kasar. Seseorang menatap Fagha dengan raut yang sulit diterk hingga sebuah tarikan pada kerah bajunya membuat Fagha terjatuh di tanah. "b******k lo ya?" Bugh Bugh "Lo mau bunuh Fay dan anak lo? b*****t lo Gha, b*****t!" "Sat..tolong..Satya...sakit..." Rintihan itu membuat Satya langsung bangkit dan kembali memasuki mobil. Matanya sukses membola saay melihat aliran darah mengalir di sepanjang kaki Fay. "Fay?" "Sat, sakit...tolong dia. Tolong..." Pinta Fay sebelum kesdarannya menghilang. "Fay...Fay!" Satya langsung menggendong tubuh Fay keluar dari mobil Fagha dan berlari mencari bantuan. "Yang kuat Fay, bertahan ya. Lo harus kuat! Lo sama dia harus kuat!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN