8. ADA DIA?

1013 Kata
Hubungan Fay dan Fagha berangsur membaik. Keduanya sudah bisa kembali saling berkomunikasi walaupun tak seintens biasanya. Hal itu Fay lakukan agr tak ada satupun orang yang menyadari bahwa telah terjadi sesuatu antara dirinya dan juga Fagha. Huek Huek Huek Seperti pagi yang sebelumnya, Fay kembali merasa mual dan memuntahkan isi perutnya. Hal yang sama selalu terjadi pada Fay setelah menghirup aroma yang menusuk hidungnya. Fay benar- benar tak mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya. Semua obat yang dirinya telah nyatanya tidak memberikan efek apapun pada Fay. Hal itu justru memperparah kondisi mual - mualnya. Hal yang membuatnya semakin bingung adalah hanya aroma tubuh Fagha saja yang dapat meredakan rasa mualnya. Bahkan bau keringat Fagha menjadi salah satu hal yang selalu ia rindukan akhir - akhir ini. Satu hal paling nekat yang Fay lakukan terakhir kali adalah memaksa Fagha untuk memberikan jersey basketnya. Bukan  jersey basket bersih, melainkan jersey basket yang baru saja dipakai oleh Fagha dan masih basah oleh keringat. Alasan yang digunakan Fay juga sangat tak masuk akal. Ia mengatakan pada Fagha bahwa jersey tersebut sudah tak cocok lagi bagi Fagha dan Fay akan membelikan yang baru. Namun, pada faktanya jersey itu berada dipelukan Fay sepanjang malam hanya untuk menemani tidurnya. "Duh, kenapa sih ini rasanya enggak enak banget." "Aku keracunan apa sih?" tanya Fay bermonolog. Ia mengusap area bibirnya menggunakan air untuk membersihkan sis - sisa muntahannya. "Masa efeknya enggak ilang - ilang gini,” ucap Fay kebingungan sambil terus mengusap peluh yang bercucuran di dahinya. "Nanti harus minum air kelapa kali ya biar racunnya bener - bener hilang--" "--Tapi kenapa tiba - tiba pingin ar jeruk hangat tanpa gula, pasti asam - asamnya bikin segar banget." Fay tersenyum kala membayangkannya. "Oke deh nanti beli di kantin sebelum masuk kelas,” ucap Fay penuh semangat lalu segera keluar dari kamar mandinya. Ia langsung menyambar tas sekolah yang berada di atas meja belajarnya. Senyum semakin tersungging di bibirnya kala melihat jersey basket Fagha yang trsapir di kursi. Fay mengambil jersey tersebut untuk ia hirup aromanya, kemudian Fay membawanya ke dalam pelukan. "Keringatnya Mas kok wangi banget sih,” ucapnya senang sambl terus menghirup aroma yang menguar. "Bikin mual sama pusingku ilang..." Tambahnya sambil terkekeh. "Lama - lama aku kaya ibu pas hamil Echa--" Deg Senyum di bibirnya mendadak hilang. Jantungnya langsung berdebar cepat kala kalimat yang baru saja keluar dari bibirnya sendiri itu mengingatkannya pada suatu hal. Fay segera menyambar kalender yang berada di meja belajarnya. Tangannya bergetar hebat, matanya mulai memanas kala menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan siklus menstruasinya. Kakinya tiba - tiba lemas. Kalender di tangannya tiba - tiba terjatuh sedangkan tangan yang satu mencengkeram erat enderan kursi belajarnya, berusaha menahan tubuhnya agar tidak limbung. Fay menggelengkan kepalanya. Mencoba membuang pikiran - pikiran buruk di kepalanya. "Enggak kan? Enggak mungkin kan?" Tangannya yang bergetar pun mengusap perutnya yang terlapisi seragam putih. "Jangan, jangan dulu hadir sekarang---" "---Aku...aku belum siap." *** Alfagha H.R La, mas enggak bisa jemput ya? Maaf, Mas baru inget janjian sama Naya mau sarapan bareng pagi ini. Berangkat sendiri dulu ya sayang... Hati2 ya…sampai ketemu di sekolah :* Fay langsung menutup layar ponselnya tanpa ada niat membalas pesan itu sedikitpun. Ia hanya menghela nafas lalu memutuskan untuk berjalan menuju halte yang terletak tak jauh dari kompleks rumahnya. Sebenarnya, bisa saja ia meminta Gani untuk mengantarkannya. Namun dirinya tak ingin sang papa bertanya - tanya kenapa hari ini Fagha tak menjemputnya. Senyum kecut tiba - tiba tercipta di bibirnya. Tanpa sadar Fay mengangkat tangannya dan mengusap perut ratanya. "Kalau kamu memang ada di sini, bukan aku enggak mau terima. Tapi aku juga enggak mau kamu sedih kalau tahu...ayah kamu menginkan orang lain dan itu bukan aku." *** "Fay..." Fay yang baru saja turun dari bis kota langsung menoleh kala mendengar namanya dipanggil. Ia tersenyum lalu membalas lambaian tangan seseorang yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. "Kok tumben naik bis kota? Biasanya sama bodyguard lo." Fay memicingkan matanya. "Bodyguard?" Satya manggut - manggut. "Fagha, dia kan udah kaya anjing penjaga lo yang ngintilin kemana - mana, marah - marah sama cowok yang deket sama lo." Fay tertawa lebar. "Dia sepupuku tahu, jangan gitu ah." Satya mencebik dengan wajah lucunya. "Tetap aja, ganas." "Eh kok naik bis sih?" Fay menghentikan tawanya perlahan. "Iya nih, lagi pingin aja." "Ah, tahu kalau lo enggak berangkat sama Fagha gue samperin tadi ya?" "Kan kita bisa berangkat bareng, eh tapi..." "Tapi kenapa?" "Lo pasti kapok kan boncengan naik motor butut gue ini." "Ih, pikiran lo jelek banget sih Sat-- "--Ya eggak lah." Satya tertawa kecil. "Kalau gitu, nanti siang pulang sekolah mau bareng?" Tanya Satya penuh harap. Fay terdiam sejenak namun kemudian mengangguk dengan senyum terpatri di kedua sudut bibirnya. "Tapi beliin es krim ya? Traktir gue gitu." Satya mengacungkan kedua jempolnya. "Beres, gue baru gajian juga nih. Mau minta es krim kaya apa aja sebutin deh, gue beliin." Fay menyahuti ucapan Satya dengan tawa lebar. "Lo serius enggak? Jangan dianggep hutang tapi ya?" "Ye, gue enggak sekikir yang lo kira kali Fay." "Iya iya, percaya kok. Yaudah masuk yuk, udah mau bel." "Yuk. Mau bonceng sekalian ke parkiran tuan putri?" Tanya Satya sambil melirik ke arah boncengan motornya." Fay tersenyum lebar. "Dengan senang hati..." Fay pun akhirnya segera naik ke atas motor Satya sebelum akhirnya keduanya memasuki pelataran sekolah mereka. Tanpa keduanya sadari, ada seseorang yang baru saja tiba dan melihat semua interaksi antara Fay dan juga Satya sambil mengepalkan tangan. Kedua matanya menatap Fay dan Satya denga tatapan yang sangat sulit untuk diartikan. "Mas udah bilang Fay, jauhin Satya....jauhin! Kenapa masih enggak mau dengerin mas juga sih?" Sebuah seringai terbit di bibirnya. "Lihat Sat, apa yang bakal gue lakuin. Lo enggak akan pulang sama Fay siang ini. Jangan harap!" *** Huek... Huek... Rasa mual itu kembali datang. Sudah hampir lima belas menit setelah bel pulang sekolah berdering, Fay masih berada di dalam kamar mandi siswi untuk memuntahkan isi perutnya. Fay menyandarkan tubuhnya di balik pintu kamar mandi seraya memejamkan matanya sejenak. Berulangkali ia menarik dan membuang nafasnya bergantian. Tangannya berulang kali mengusap perutnya yang terasa kram. "Kalau kamu memang ada di dalam perutku, aku mohon bantu aku. Jangan buat aku terus - terusan muntah kaya gini. Aku cape." Setelah merasa dirinya sudah leih baik, Fay bergegas membershkan wajah dan merapikan seragamnya yang cukup berantakan. Ia memutuskan untuk segera keluar dari kamar mandi agar tak ada orang yang merasa curiga terhadapnya. Fay baru saja keluar dari toilet kala tiba - tiba lengannya kembali ditarik oleh seseorang. Kedua matanya melebar saat orang itu mengucapkan sebuah pertanyaan. "Lo enggak hamil, kan?"     ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN