Bab 13: Sebuah Nama

1106 Kata
Rana mengamati benda yang ada di dalam genggaman, berpikir kalau menyebutnya dengan kata-kata ambigu cukup memalukan. Meskipun bukan hal penting saat ini, memikirkan sebuah nama dibandingkan memikirkan bagaimana cara untuk kembali, akan tetapi mereka akan bersama benda itu sampai perpisahan tiba. Kalau dipikir-pikir lagi, sebaiknya mereka tidak memanggilnya dengan sebutan 'benda milikku' dan 'benda milikmu'. River tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Dia membawa wanita yang berpikir cukup lama itu duduk di kursinya. "Kau bisa memikirkannya di sini selagi aku mengejar Potato. Seperti yang kau lihat tadi, dia langsung pergi ketika baru saja datang. Aku tidak bisa membiarkannya meledak. Jadi, tetaplah di sini sampai aku kembali." Tanpa menunggu sepatah kata, River bergegas pergi meninggalkan kebingungan yang tersisa di raut wajah wanita itu. Untuk berjaga-jaga, dia juga mengunci pintu dengan akses hanya untuk dirinya seorang. Pokoknya, dia harus melenyapkan benda tiruan tanpa ketahuan. Bukan menemui Potato, justru dia berbelok ke kamarnya. Dia memperhatikan sekeliling lebih dulu sebelum membuka pintu. Namun, apa yang tidak dia tahu yaitu pintunya dikunci! Sejak kapan? Bisa saja dia menerobos masuk dengan keahliannya, akan tetapi bagaimana jika Aura ada di dalam sana? River harus memikirkan cara lain. Potato! Nama robot ajaibnya muncul di dalam kepala. River segera pergi untuk menemukan keberadaan Potato. Dia memanggil-manggil, tetapi tidak ada jawaban. Ke mana perginya Potato? "Kau terlihat kebingungan." River menolehkan kepala, menemukan Aura berdiri di belakangnya. Ternyata kamarnya sedang kosong saat ini. "Ah, Aura! Aku sedang mencari Potato. Kau melihatnya?" "Potato pergi ke pusat perbelanjaan. Dia akan kembali dalam waktu dekat. Ngomong-ngomong, ada di mana Rana? Aku tidak melihatmu bersamanya." "Rana ... dia sedang ada di ruang kerjaku. Kami sedang mendiskusikan sesuatu." "Kalau begitu, kenapa kau ada di sini?" "I—itu ...." River jelas kebingungan. "Bisakah kau membantuku Aura?" "Membantumu? Apa yang harus aku bantu?" "Air minum di ruanganku habis. Biasanya Potato akan mengisinya, tapi seperti katamu bahwa dia tidak berada di rumah sekarang. Aku hanya bisa meminta bantuanmu." "Tentu saja. Itu pekerjaan yang mudah. Aku akan membawakannya ke ruanganmu." "Tidak usah. Maksudku ... biar aku saja yang membawanya. Kau lihat sendiri keadaanmu dan aku tidak ingin minumanku terjatuh karena tendangan dari makhluk kecil yang ada di perutmu." Aura menundukkan kepala. Dia tertawa kecil tidak lama setelah itu. "Kau benar. Tunggu sebentar di sini, aku akan mengambilkannya dengan cepat," ucapnya, kemudian berlalu pergi. River segera berkata, "Aku tidak terburu-buru. Jadi, kau bisa melakukannya dengan perlahan. Selagi menunggu, aku akan pergi ke kamar kecil." "Aku mengerti." Alasan sesungguhnya tentu saja bukan kamar kecil. River bergegas membuka pintu kamarnya. Tidak seperti perkiraan, nyatanya benda itu tidak dia temukan langsung seperti sebelumnya berada di atas tempat tidur. Maka dari itu, dia harus mencari-carinya terlebih dahulu. Tentu saja, itu sangat membuang waktu. "Di mana mereka menyembunyikannya?" gumam River. River membuka lemari satu persatu, mencari di sudut-sudut tersembunyi. Dia adalah pemilik kamar dan jelas tahu mengenai segala sudut itu. Sampai dia menemukan satu tas lusuh yang tersimpan di lemari pakaiannya, di dalam sana dia mendapati benda yang dicari sejak tadi. "Potato pulang!" River terkejut mendengar suara robotnya sendiri. Dia bergegas keluar dari kamar, sayang sekali pintunya tidak bisa dibuka. Kejadian ini mengingatkan dia pada keadaan tadi, di mana dia menyangka bahwa Aura mengunci pintu dari dalam. Namun, nyatanya wanita itu tidak berada di kamar dan dengan kata lain pintu terkunci dengan sendirinya. Pintu kamar rusak di saat yang tidak tepat. "Potato tidak menemukan River di kamar kecil." "Seharusnya River sudah kembali sejak tadi. Apa dia pergi lebih dulu ke ruangannya?" "Mungkin juga begitu. Biar Potato yang membawakan minuman padanya." "Itu ide yang bagus." River masih mencari cara agar dia dapat menemukan jalan keluar. Dia tidak membawa perkakas untuk memperbaiki pintu, ditambah tidak ada jendela di kamarnya. Mustahil untuk dia bisa keluar kecuali .... Dia segera menarik kursi yang ada di sudut ruangan, di lantai terdapat pintu khusus menuju bawah tanah. Hampir saja terlupakan bahwa dia memiliki satu jalan lain yang bisa menyelamatkannya. River menuruni tangga bawah tanah, bertahan di sana untuk menarik kursi yang ukurannya lebih besar, akan tetapi tidak berat. Baru dia menutup lantai sehingga jalan rahasianya tidak terbongkar. Sekarang dia aman dengan benda tiruan di tangannya. Ruang bawah tanah adalah tempat dia menyimpan penemuan rahasia. Jauh berbeda dengan ruang di lantai atas, di tempat sekarang lebih luas lagi. Dia meninggalkan benda tiruan di sana sebelum pergi. River muncul di lemari dapur, kepalanya sempat terbentur akibat jalan keluar yang sempit. Tentu saja dia melihat-lihat situasi terlebih dahulu. Setelah memastikan tidak ada orang di dapur, baru dia keluar dari sana. Pertama, dia menyusul Aura yang tampak kebingungan di depan kamar. Kemungkinan besar wanita hamil itu sudah menyadari kerusakan. "Aura, aku mencarimu di dapur." "Ah, River! Potato sudah kembali." "Kalau begitu, aku akan pergi menemuinya." River yang sudah melangkah, tiba-tiba mundur. "Tapi ... apa yang membuatmu terlihat seperti orang kebingungan?" "Aku rasa pintu ini rusak." River bersikap seperti orang yang sangat terkejut, baru pertama kali mengetahuinya ketika berkata, "Benarkah? Biar aku lihat." Beberapa menit, dia melihat-lihat sebelum mengambil kesimpulan, "Kau benar. Sepertinya pintu ini rusak." "Itu terdengar buruk," ucap Aura dengan raut wajah khawatirnya. "Tenang saja. Pintu ini akan segera diperbaiki. Aku akan mengambil perkakasku terlebih dahulu." Aura menganggukkan kepala. "Kami mengandalkanmu, River." River langsung melangkah pergi, mengubah ekspresinya kemudian dengan senyuman kemenangan. Biar bagaimana pun, dia berhasil mengembalikan situasi seperti semula. Kedua tamunya tidak akan berpikir buruk tentangnya. Saat dia membutuhkan benda itu, dia tidak bisa merusak kepercayaan pemiliknya, bukan? Sejenak River memukul kepala sendiri, berpikir bahwa dia adalah orang bodoh karena tidak bisa bersabar. Padahal, hanya menunggu sebentar lagi untuk membuat Rana membawa benda itu dengan sendiri padanya. "River, kau mengunci pintu ruanganmu? Tidak seperti biasanya." Potato berkata, sesaat menyadari keberadaan River. "Kau sedang menyembunyikan sesuatu?" "Pintu ruanganku terkunci? Pasti Rana tidak sengaja melakukannya." "Rana ada di dalam?" "Ya ... kami harus mendiskusikan sesuatu." Raut penuh kecurigaan yang membuat River sedikit gugup perlahan menghilang. "Kalau begitu, buka pintunya karena aku harus meletakkan minumanmu." River menundukkan kepala, membiarkan sistem mendeteksi matanya. Pintu terbuka kemudian, menampakkan sosok Rana yang sepertinya masih memikirkan sebuah nama. Wanita itu cukup patuh ternyata. "Aku menemukannya!" seru Rana. "Jadi, kau sudah tahu memberikan namanya apa?" River berkata sambil terus melangkah dekat. "Bagaimana jika kita memberikan nama Stardust? Benda ini terlihat mirip dengan duniamu." "Terlihat mirip?" Rana langsung mengarahkan benda di tangannya untuk dilihat oleh pria itu lekat-lekat. "Kau tidak setuju dengan itu?" River mengerutkan dahi, tidak lama setelah itu kedua mata membelalak. Bukan karena pernyataan barusan, tetapi dia menemukan sebuah jawaban berkat Rana. "Pinjamkan padaku sebentar." River segera duduk di kursi kerjanya, lalu membawanya untuk dilihat jelas isinya menggunakan kaca pembesar. Dia semakin tercengang kala mengetahui bahwa benda di tangannya adalah Stardust. "Ini ... tidak mungkin," ucap River.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN