Gurat tidak percaya masih tercetak jelas di wajah. Ada berbagai pertanyaan di benak River saat ini dan dia belum menemukan jawaban pasti. Salah satu tanda tanya besar, bagaimana sebuah benda yang datang dari tahun 2022, bentuknya persis seperti masa sekarang?
River baru memperhatikannya, debu bintang yang ada di dalam benda tersebut sama seperti keadaan langit-langit dunianya. Sungguh tidak masuk akal. Siapa yang telah menciptakan benda yang bisa menembus ruang dan waktu ini?
"Ada apa? Kenapa kau begitu terkejut?" tanya Rana.
"Aku berpikir bahwa di dalamnya hanya sekumpulan pasir berkilauan."
Rana meraih benda bulat itu, lalu memperhatikannya. Isi di dalamnya berkilauan seperti pasir dihiasi serpihan permata yang terurai. Visualisasinya bukan seperti apa yang dilihatnya kebanyakan saat masih di dunianya, bukan bola peramal atau kotak musik.
Mungkinkah yang mereka lihat adalah debu bintang sesungguhnya? Namun, segala yang ada di langit tampak kecil dari jauh, nyatanya yang benar adalah sangat besar, bukan? Mustahil dapat dijadikan satu untuk mengisi benda bulat yang begitu asing.
"Potato, bisakah kau membantuku untuk menganalisis benda ini?"
"Stardust."
River mengerutkan dahi, tidak mengerti.
Rana menghela napas. "Apa kau lupa? Kau memintaku untuk memikirkan nama benda milikku ini? Sekarang aku sudah mendapatkannya." Raut wajahnya berubah sendu kemudian. "Meskipun Stardust merupakan penyebab kejadian buruk yang menimpa kami, akan tetapi menyelamatkan kami dari serangan orang bersenjata. Aku tidak tahu jawabannya kenapa semua menjadi seperti sekarang dan aku ingin menemukannya."
Rana menyerahkan Stardust, lalu berkata kembali, "Jika kau bisa mengendalikan diri saat melihat Stardust, maka aku akan menyerahkannya padamu. Jika tidak, maka biarkan aku menyimpannya."
"Itu berarti, kau telah memilih untuk mempercayaiku?"
"Aku akan mencobanya dan berharap agar tidak ada yang dikecewakan."
River menatap benda di tangannya. "Kalau begitu, aku akan meminjamnya darimu untuk waktu yang tidak bisa diprediksi sampai kapan. Aku juga berharap bahwa kau dan Aura bisa pulang dalam waktu dekat, karena aku yakin keberadaan kalian di dunia Stardust saat ini telah merusak ekosistem yang telah digariskan."
River menoleh lagi pada robotnya yang berdiri saja sejak tadi tanpa bicara. "Bisakah kau membantuku? Kita akan mencari tahu tentang penemuan yang cukup menakjubkan ini."
"Baiklah. Potato akan membantu River."
Potato segera bergerak. Dia mulai mengotak-atik komputer, sedangkan River membiarkan benda di tangannya melayang ketika diletakkan di atas sebuah meja khusus. Dia juga menutupnya dengan kaca berbentuk kubus dan dari sana cahaya biru muncul melingkupi.
Rana sendiri terlihat bingung bercampur takjub, belum pernah dia melihat langsung bagaimana teknologi canggih bekerja. Mustahil membuat benda melayang di udara, akan tetapi River melakukannya dengan mudah.
"Pertama-tama, kita akan mencari tahu materialnya, lalu menembus masuk ke dalamnya. Setelah kita mengetahuinya, penelitian akan berlanjut pada uji coba untuk melihat kemampuan Stardust."
Rana menganggukkan kepala dan raut wajahnya berubah serius. Dia memperhatikan Potato dan Stardust dengan saksama, menunggu serta berharap bahwa mereka akan pulang secepatnya.
River mengalihkan pandangan saat menyadari ada seorang lainnya di antara mereka. Saat ini Aura sedang berdiri di dekat pintu dalam keadaan gelisah. Dia melupakan janjinya, bahwa akan memperbaiki pintu kamar.
"Kalian terlihat begitu sibuk," ucap Aura, akhirnya bersuara setelah memandangi ketiga orang di dalam ruangan cukup lama. Entah sedang mendiskusikan apa, dia sama sekali tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
"Ah, Aura! Maafkan aku." River segera mengambil perkakasnya dan berjalan mendekati pintu. "Kami keasyikan berbincang sampai aku lupa mengerjakan hal penting lainnya. Sekarang, ayo, kita perbaiki."
"Apa yang terjadi?" Rana berkata dan mendekat.
River menggaruk kepalanya, bingung harus bagaimana menjelaskan ketika ada hal yang ingin dia sembunyikan. "Pintu kamar rusak, hanya bisa dikunci dari dalam dan hanya bisa dibuka dari luar."
"Aku bisa membantu memperbaikinya jika pintumu adalah kayu dengan kunci yang bisa diputar untuk menyentuh tuasnya," ucap Rana.
River tergelak. "Kau bisa membantuku untuk membawakannya." Dia menyodorkan tas, bukan dari bahan kulit, asal tahu saja.
Rana sebenarnya ingin menolak, akan tetapi dia harus memperbaiki sikapnya karena setelah ini mereka akan dibantu oleh River. Jadi, dia memilih untuk membawakannya. Sedetik setelah itu, tangannya meluncur ke bawah seperti sedang keberatan.
"Kau baik-baik saja?" tanya Aura, khawatir akan ekspresi adiknya yang tidak baik.
River hanya tertawa dan itu membuat jengkel. Tampaknya Rana sengaja dikerjai, betapa mengesalkan. Untuk membuktikan mampu, Rana mengangkat tas sekuat tenaga. Ekspresinya berubah menjadi santai.
"Tidak masalah. Aku baik-baik saja. Kalian bisa berjalan lebih dulu." Rana tersenyum.
Sementara River dan Aura berjalan santai, Rana sendiri di belakang kepayahan. Penderitaannya tidak bertahan lama, karena kamar tidak begitu jauh. Di sana tas bisa diletakkan langsung.
River membuka isi tasnya, lalu mulai menggunakan alat-alatnya satu persatu. Seharusnya bukan hal yang sulit baginya sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk mengetahui penyebab dari rusaknya pintu.
"Mungkin sudah waktunya pintu kamar ini pensiun."
"Sayang sekali." Aura merungut sedih.
River mendongakkan kepala, menipiskan bibir pada Aura yang terlihat sangat menyayangkan keadaan. "Kau benar, mengingat sudah begitu lama rumah ini dibangun, pasti akan ada masanya ketika mereka satu persatu mengalami kerusakan."
"Biar bagaimana pun, mereka tetap memiliki masanya masing-masing. Tidak ada yang dapat kita lakukan," ucap Aura.
"Untuk sementara waktu, kamar ini tidak akan memakai pintu. Aku akan mengunjungi toko bangunan besok dan membawa pintu ini ke tempat reparasi."
"Baiklah. Tidak apa-apa. Kami akan bersabar selama itu."
"Tidak bisa!" seru Rana, mengagetkan semua orang. "Kau tahu, kalau kami adalah wanita, mengganti pakaian pun di dalam kamar. Bagaimana bisa membiarkan seorang laki-laki melihat apa yang kami lakukan di dalam kamar dengan bebas?"
Aura mendekati adiknya dan berkata dengan suara rendah, "Rana, kita tidak bisa memaksa keadaan. Setidaknya bersabarlah sampai pintu kamar diperbaiki. River sudah banyak membantu kita. Jangan menyulitkan dirinya."
Rana juga tidak ingin berkata begitu. Dia bukan orang yang tidak tahu terima kasih. Namun, dia tetap tidak bisa menerima keadaan yang mengharuskan area privasi kehilangan penutupnya.
"Kalau begitu, berikan kain terpanjang di rumah ini padaku. Apa pun itu, meskipun hanya selendang."
"Aku bukanlah wanita, mana mungkin menyimpan selendang di rumah ini." River memijat dahinya. Dia masuk ke dalam kamar dan mengambil sehelai pakaian dari lemari sebelum menyerahkannya. "Hanya ini yang aku punya. Kain terpanjang yang ada di tempatku. Kau bisa menggunakannya. Aku masih punya banyak di dalam lemari."
Rana mengembangkan pakaian yang terlipat. Dia menganga lebar saat mengetahui pakaian apa yang diberikan padanya. "Ini jas laboratorium!"