Delapan

1236 Kata
Pelangi menuju ruangan Pak Rudi untuk menyerahkan tugasnya. Tugas Pelangi ketinggalan di dalam mobil, dia baru ingat ketika Pak Rudi menyuruh untuk dikumpulkan. Untung saja Pelangi diijinkan untuk mengumpulkan belakangan setelah jam kuliah usai. Pelangi disuruh mengantar tugasnya ke ruangan dosen yang merangkap sebagai Kaprodinya itu. Hari ini sudah bukan Jerry lagi yang mengajar di kelas Pelangi. Tapi, tadi Jerry juga ikut masuk ke kelasnya sebagai asisten yang membantu Pak Rudi. Dosen yang bersangkutan, menjelaskan materi yang di pantulkan oleh proyektor di papan tulis—yang terhubung dengan laptop yang dikendalikan oleh Jerry. "Huffft... ternyata Pak Rudi baik juga," ucap Pelangi ketika hampir tiba di ruangan Kaprodinya itu. Sudah melewati dua semester, Pelangi masih belum begitu memahami karakter dosennya itu. Pelangi melihat pintu ruangan Pak Rudi yang sedikit terbuka. "Langsung masuk atau ketuk pintu dulu, ya?" gumamnya. Pelangi sudah beberapa kali mengetuk pintu dan memanggil nama Pak Rudi, namun tidak ada sahutan dari dalam ruangan tersebut. Pak Rudi nggak ada di ruangannya kali, ya? Tapi kok, pintunya nggak dikunci? Ah, gue taro di mejanya aja kalau orangnya enggak ada. Pelangi membuka sedikit lebih lebar pintunya agar dia bisa masuk. Bukannya Pak Rudi yang dia temukan di ruangan itu, melainkan asistennya yang tertidur menggunakan kaos abu-abu polos di salah satu kursi. Kemeja yang tadi dipakai lelaki itu berada di atas ransel yang tergeletak di lantai. Dengan langkah pelan, Pelangi melangkah ke arah meja Pak Rudi untuk meletakkan tugasnya. Seharusnya Pelangi segera keluar dari tempat itu karena urusannya sudah selesai. Tapi dia sepertinya enggan untuk pergi dari sana. Yang dilakukan Pelangi sekarang, justru memandangi wajah Jerry yang nampak kelelahan. Kak Jerry kenapa berubah? Dulu Kakak ramah sama aku. Pelangi ingin menyentuh wajah tampan Jerry, namun diurungkannya ketika mendengar langkah kaki seseorang mendekat ke ruangan itu. Pelangi buru-buru membalikkan badannya. "Loh, Pelangi?" Pak Rudi menghentikan langkahnya ketika melihat Pelangi yang hendak keluar dari ruangannya. "He-eh Pak Rudi... barusan saya habis naruh tugas saya di atas meja Bapak. Sebelumnya saya minta maaf karena masuk saat Bapak tidak ada di dalam ruangan. Saya kira, tadinya Bapak ada di dalam karena pintunya kebuka." "Ya udah, nggak pa-pa. Lagian juga ada Jerry di dalam." Pelangi mengangguk. Saat dia mencoba menoleh ke belakang, dia mendapati Jerry dengan mata yang sudah terbuka. Dengan cepat, Pelangi memutar kepalanya kembali. "Saya pamit dulu, Pak. Permisi... " "Maaf, Pak... barusan saya ketiduran," ucap Jerry kepada Pak Rudi setelah Pelangi keluar. "Nggak apa-apa." Pak Rudi menepuk-nepuk bahu Jerry. "Jangan bekerja terlalu keras. Jaga kondisi kamu biar tetap fit. Apa kamu ada masalah belakangan ini?" "Nggak ada, Pak. Mungkin saya hanya sedikit kelelahan." Pak Rudi bukan hanya sebagai seorang dosen bagi Jerry. Beliau juga atasan di tempatnya bekerja. Selain kerabatnya, hanya Pak Rudi yang tahu tentang keadaan Jerry sekarang. Dia beberapa kali pernah berbagi cerita dengan dosennya itu. Pak Rudi begitu baik padanya. "Ada yang mau saya bantu, sebelum saya pulang?" tanya Jerry pada sang dosen. "Ada. Bantuin saya periksa tugas dari mahasiswa semester tiga barusan. Setengahnya aja, lalu sisanya biar saya yang periksa." "Saya aja yang periksa semuanya, Pak." Jerry hanya ingin membalas kebaikan Pak Rudi karena beliau sudah banyak membantu. Beberapa bulan yang lalu, dia diberi uang cuma-cuma untuk Lidya yang waktu itu tengah sakit DBD dan dirawat. Pak Rudi tidak mau uangnya diganti, dia menganggap itu sebagai bonus untuk Jerry sebagai asisten dosen yang banyak membantu dan kinerjanya yang bagus di kantor. Pak Rudi menggeleng. "Nggak usah... cukup segitu aja. Kebetulan saya tidak begitu sibuk minggu ini. Kamu juga harus bekerja, 'kan?" "Tapi, Pak... " "Nggak ada tapi-tapian lagi, Jerry. Kamu juga butuh istirahat. Ini kalau nggak selesai sekarang, nggak masalah. Bawa pulang aja. Minggu depan baru kasih ke saya lagi sebelum masuk kelas mereka." *** "Gue perhatiin akhir-akhir ini, lo sering perhatiin Kak Jerry," ujar Meisya. Dia sedang berbicara pada Pelangi yang duduk di depannya sedang menyantap mie goreng. "Perasaan lo kali," sahut Pelangi. "Enggak. Gue beberapa kali lihat lo ngobrol sama dia," ujar Meisya yakin. "Kalian dekat?" "Nggak dekat. Cuma dia itu... sahabatnya kakak gue waktu di Jakarta." "Oalah. Jadi sebelumnya lo udah kenal sama Kak Jerry, sebelum dia ngajar di kelas kita?" "Udah. Tapi gue baru ketemu lagi pas dia ngajar di kelas kita. Gue agak kaget, sih." "Ooh. Kak Jerry emang orang gitu, ya? Cuek banget kayaknya sama kita-kita kaum hawa." Dulu sih, enggak. Sekarang iya banget! Pelangi mengedikkan bahunya. "Nggak tahu. Nggak terlalu dekat soalnya." Meisya manggut-manggut. "Ngomong-ngomong, Kak Jerry ganteng banget ya, Ngi?" "Iya... ganteng banget," balas Pelangi menyetujui ucapan sahabatnya itu. Pelangi senyum-senyum, terbayang wajah tampan Jerry tadi saat sedang tertidur. Walau gurat lelah tersirat di wajah Jerry, namun Pelangi akui kalau pesona lelaki itu tidak berkurang sedikit pun. Tetap tampan. Meisya menyipitkan matanya. "Kenapa lo senyum-senyum?" "Nggak... nggak ada. Gue tiba-tiba jadi kangen Mario," alibi Pelangi. "Kirain... lo senyum-senyum karena bayangan wajah tampan Kak Jerry." "Ngaco aja lo!" "Kali aja gitu. Jangan ya, Ngi! Kak Mario 'kan sayang banget sama lo. Jangan sampe lo kegoda sama cowok lain." "Hmmm." *** Pukul 22.30, Jerry baru tiba di rumahnya setelah pulang bekerja. Tadi, dari kampus, dia langsung ke tempat kerjanya karena hari ini dia kerja shift siang. Seharusnya sih, dia shift pagi, namun dia minta change shift dengan rekannya. Setelah membersihkan diri dari kamar mandi, Jerry tidak segera tidur. Dia meraih ranselnya dan mengeluarkan tugas mahasiswa yang tadi diberikan oleh Pak Rudi. Total mahasiswa di kelas Pelangi, ada sekitar 40 orang, berarti Jerry lembaran yang harus diperiksa Jerry adalah setengah dari itu. Sewaktu di kampus, Jerry baru sempat memeriksa 3 di antaranya. Malam ini, Jerry ingin lanjut memeriksanya. Paling tidak, 5 tugas mahasiswa yang ingin dikoreksinya. Jerry berdecak saat melihat nama pada lembaran yang akan diperiksanya. Merlitta Pelangi Dikjaya, seseorang yang dirasanya telah mengganggu ketenangannya akhir-akhir ini. "Kak, udah tidur?" tanya Andin dari depan kamar Jerry. Di rumah mereka, hanya ada 2 kamar. Satu ditempati oleh Jerry, dan Andin tidur dengan Lidya di kamar satunya lagi. "Belum, Dek. Ada apa? Masuk aja." "Ini disuruh anterin s**u sama Mama buat Kakak," ujar Andin sembari meletakkan segelas s**u di atas nakas, di samping tempat tidur Jerry. "Thanks, Dek. Kamu kok, belum tidur?" "Aku baru aja selesai ngerjain tugas." Andin duduk di pinggir kasur. "Ngerjain apa sih, Kak? Lagi banyak tugas kuliah?" "Nggak juga. Ini tugas-tugas mahasiswa semester tiga." "Merlitta Pelangi Dikjaya." Andin membaca nama yang tertera pada lembaran yang terletak di atas kasur. "Namanya yang bagus," ucap Andin. Jerry sontak mengambil lembaran itu dan membaliknya. "Nggak usah kepo, Dek. Kamu nggak bakalan ngerti lihatnya juga." "Aku cuma baca namanya aja, Kak," ujar Andin manyun. Kemudian dia teringat sesuatu. "Eh... apa itu namanya Kak Pelangi? Aku baru inget kalau Kak Pelangi juga kuliah di kampus yang sama dengan Kakak. Dia semester tiga dan Kakak juga asisten salah satu dosen yang ngajar di kelas dia. Umm... berarti yang barusan itu lembaran punyanya Kak Pelangi?" "Emang dia doang yang punya nama Pelangi?" sahut Jerry malas. "Yah... enggak, sih. Tapi ini tugasnya mahasiswa semester tiga kata Kakak tadi. Aku yakin, itu tugasnya dari kelas Kak Pelangi." "Terus kenapa memangnya kalau itu tugasnya dia?" "Kasih nilai yang bagus dong! Buat calon kakak iparku," ujar Andin cengengesan. Jerry menyentil kening adiknya itu pelan. "Nggak ada kakak ipar-an buat sekarang. Sana keluar! Tidur... besok sekolah bangun pagi." Dengan ogah-ogahan, Andin bangkit dari kasur. Sebelum keluar, dia berujar, "Kak Pelangi itu cantik, baik dan nggak sombong walau pun anak orang berada. Apa Kakak sama sekali nggak tertarik sama dia?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN