Maka di sinilah kami sekarang. Di depan sebuah rumah yang cukup luas bernuansa klasik. Mas Harsa menepikan sepeda motornya di halaman rumah itu. “Ayo.” Dia menarik erat lenganku, membawa menuju pintu utama yang tertutup. Paman dan Bibi menemani, berjalan menyusul di belakang kami. Beberapa saat setelah bel ditekan, pintu terbuka, sesosok laki-laki berperawakan lebih separuh abad menyambut dengan senyum meneduhkan. Beliau adalah Pak Luqman, penghulu yang dulu menikahkan kami. Setelah dipersilahkan masuk, Mas Harsa menyampaikan maksud kedatangan kami. *** “Saya terima nikahnya dan kawinnya Safira Khairunnisa binti Yusuf Sofyan dengan mas kawin satu set perhiasan dibayar tunai.” Untuk kedua kalinya, laki-laki itu menjabat tangan Pak Luqman, penghulu sekaligus wali hakim untukku dan me