“Papa pulang, ya,” pamitnya pada Emyr kemarin malam. Bocah itu mengangguk. Alhamdulillah, tidak ada drama menangis seperti yang aku khawatirkan. Jika dia menangis, aku takut pertahananku akan roboh. Mas Harsa meraih tubuh Emyr ke dalam pelukan, lalu menciumnya bertubi-tubi. “Baik-baik di rumah, ya. Jangan nakal. Jadi anak pintar, soleh. Jagain mama,” ucapnya. Terdengar serak pada ujung kalimat. Aku mengalihkan pandangan, mulai tidak sanggup menyaksikan pemandangan seperti itu. “Iya, Papa. Papa besok datang lagi ‘kan?” tanya bocah itu polos dengan gaya bahasa anak-anak yang khas. Tidak kudengar jawaban dari Mas Harsa sehingga membuatku penasaran dan mengalihkan pandangan kembali pada mereka, mengetahui apa yang sedang dia lakukan dalam diamnya menanggapi pertanyaan Emyr Laki-la