Part 8

1719 Kata
Setelah melihat apa yang baru saja Ana lakukan, Clarissa langsung menatap Ana dengan tatapan ragu juga khawatirnya. Kemudian berkata, “Ini nggak apa-apa nih, Na, kita ngerjain Luna kayak gini?” “Nggak apa-apa kok. Aman in syaa Allah. Kenapa gitu? Menurut kamu ini keterlaluan banget ya?” Pada awalnya Ana merasa biasa saja. Namun ketika Clarissa bertanya lebih lanjut lagi dengan nada suara serta pandang mata yang sarat akan keraguan, entah kenapa ia jadi ikut ragu akan rencananya saat ini. “keterlaluan sih enggak kayaknya. Soalnya ngerjain temen seperti ide kamu tadi masih biasa. Sedang lah. Bukan level yang berlebihan dan keterlaluan banget. Tapi masalahnya dia ini tadi kayak orang PMS. Mood-nya lagi naik turun banget. Harapan kita efeknya cuma kesel biasa, tau-taunya malah marah luar biasa. Kalau apa yang aku bilang tadi kejadian gimana?” “Hmm, gimana ya? Aku sih positif thingkingnya dia tadi cuma ngantuk aja pengen tidur. Mungkin semalem habis begadang karena ngerjain tugas. Makanya tadi pas dateng keliatannya nggak banget. Kayak yang kesel, suntuk, nggak semangat. Mungkin bangun tidur nanti mood baiknya udah balik lagi. Dan soal kekhawatiran kamu tadi, dia yang akan jadiin kita samsak karena udah bikin dia marah. ya kali, Sa. Mana mungkin dia berani ngelakuin itu sama kita. Kita kan sahabat deketnya. Semarah-marahnya dia sama kita, palingan cuma ngediemin doang. Itu pun nggak akan berlangsung lama. Bentaran doang paling. Pas udah tenang, ya biasa lagi. Lain cerita kalau yang ngelakuin orang lain. Mungkin bukan hanya dijadiin samsak. Tapi dijadiin perkedel kali sama dia. Jadi aman lah in syaa Allah.” “Iya juga sih. Tapi kita kan nggak tau stok sabarnya dia buat kita-kita segimana. Kalau kita lagi beruntung sih alhamdulillah selamet. Tapi kalau kita lagi nggak beruntung gimana? Wasallam, Na!” “Udah. Mikirnya jangan jauh-jauh. Percaya deh sama aku. In syaa Allah aman. Lagian kan rencana kita ini double misi. Sayang banget kalau sampai nggak jadi. Kalau jadi kan enak. Seperti kata pepatah, sekali dayung dua tiga pulang terlampaui. Jadi banyak-banyak doa aja deh udah. Semoga rencana kita berhasil.” “Iya deh. Aamiin.” “Eunghhh,” “Suttt! Dia udah bangun.” Ana langsung memberikan kode dengan menaruh jari telunjuk di depan bibir ranumnya, agar berhenti membahas perihal yang tadi, mengingat sang target utama telah bangun dari aktivitas tidurnya. “Jadi tugas makalah kamu udah selesai, Na?” Mengerti dengan kode yang Ana berikan, Clarissa pun langsung beralih topik agar Luna tidak curiga. “Alhamdulillah udah. Tinggal di-print aja sih.” “Wah, rajin banget sih kamu. Heran deh. Aku udah sahabatan lama sama kamu kok sifat rajinnya kamu nggak nular-nular ya ke aku? Wkwk.” “Itu mah kamunya aja kali yang malesnya kebangetan,” cibir Luna di saat ia merasa kesadarannya sudah mulai kembali full. “Kamu, Lun. Bangun-bangun langsung julid aja. Udah kenyang tidurnya?” Mendengar itu Luna langsung memamerkan cengiran khasnya. “Hehe, maaf. Tadi itu aku betenya double-double. Jadi dari pada makan korban. Ngelampiasin keselnya aku ke sembarang orang. Ya mending tidur aja. Walaupun rasanya kaya abis mimpi buruk pas bangun, tapi setidaknya jadi lebih tenang. Lebih fresh karena abis istirahat.” “Udah lama pules lagi ya tidurnya. Itu mah bukan fresh lagi. Fresh-nya double-double!” “Astaghfirullah, Clarissa! Kamu berdosa banget! Nggak boleh julid gitu ah sama sahabat sendiri! Wkwk,” ucap Luna seraya mulai fokus dengan gadget-nya. Mengecek beberapa pesan yang masuk baik melalui SMS mau pun melalui aplikasi w******p-nya.” Setelah dilihat, ternyata selama ketiduran tadi ia mendapatkan tiga buah pesan dari nomor tak dikenal. Dua buah pesan yang ia terima melalui SMS, dan satu pesan yang masuk melalui aplikasi w******p-nya. From: +628xxxxxxxxxx (Pelanggan yang terhormat, nomor sim card anda resmi mendapatkan uang undian sebesar dua ratus juta rupiah. Dengan kode pin: (xxxxxxx). Untuk info lebih lanjut, klik link di bawah ini : bit.ly/info-menangundian) Luna membuang napas kasar setelah membaca isi pesan itu. “Ini penipu dapet nomor aku dari mana dah?! Dari pada kurang kerjaan ngirim-ngirim pesan kayak gini ke sembarang orang, mending cari uang yang halal aja, Pak, Pak! Berapa pun yang penting berkah! Dari pada banyak tapi uang haram?!” ucap kesal Luna dalam hati, setelah membaca salah satu pesan yang masuk melalui SMS. Tak ingin banyak berkomentar lagi, ia pun mulai beralih ke pesan yang lainnya. From: +628xxxxxxxxxx (Assalamu’alaikum, Bapak / Ibu. Kami dari lembaga pinjam online aman (LPOA) menawarkan pinjaman online melayani ke seluruh Indonesia mulai dari lima juta sampai dua ratus lima puluh juta. Tenang saja. Prosesnya selain aman, tapi juga cepat dan mudah. Info lebih lanjut silakan balas pesan ini.) “Ini lagi! Kenapa orang-orang nyari duit harus milih jalan yang kayak gini sih? Penipuan! Emangnya tenang ya pas nikmatin uangnya? Pasti nggak berkah itu! Lagian emang masih ada yang percaya ya sama yang kayak gituan? Palingan orang-orang juga udah pada tau kalau itu modus penipuan. Malah kurang kerjaan!” ucapnya dalam hati yang kembali berkomentar. Selesai membaca pesan yang masuk melalui SMS. Luna pun kini beralih membuka aplikasi w******p. Dan setelah membuka isi pesannya. Tertulis di sana, From: +628xxxxxxxxxx (Hari ini sinar mentari tak secerah biasanya ya?! Kamu tau karena apa? Karena kamu yang tak seceria biasanya! Tapi tenang. Aku punya solusinya. Kamu mau tau? Jawabannya cuma satu. Tolong buka lebar pintu hati kamu untuk aku! Karena jika aku sudah berhasil masuk, tak akan aku biarkan kamu mendung walau hanya sedetik pun.) “Alah! Kata-katanya sih oke lah. Cukup manis. Tapi maaf-maaf aja nih ya. Nggak mempan di aku!” Luna kembali berucap dalam hati, setelah membaca pesan masuk terakhir, yang masuk melalui aplikasi pesan w******p. “Eh tunggu. Nomor ini bukannya yang semalem nge-chat aku ya? Iya, bener. Modelan isi pesannya juga nggak beda jauh. Ini si Angga kenapa kurang kerjaan banget sih? Bukannya fokus belajar di sekolah malah ngirimin aku yang kayak ginian. Tujuannya apa coba? Dasar anak kuker! Kurang kerjaan banget!” “Ekhem, ekhem. Serius amat sih, Bund. Lagi baca pesan dari siapa sih?” goda Ana saat dilihatnya Luna, sedari tadi terlihat sangat fokus dengan gadget-nya. Membuatnya tiba-tiba didera rasa penasan. “Jangan-jangan dari some one special lagi. Semoga aja iya. Karena kalau iya begitu, yeyyy! Aku dan Clarissa bisa bebas tugas,” tebaknya dalam hati yang disertai dengan sebuah harapan. “Ah, nggak kok. Bukan dari siapa-siapa. Biasalah, nomor nggak dikenal. Modus penipuan gitu deh.” “Oalah. Kirain dari siapa. Ya udah yuk kita masuk kelas. Udah jam segini. Bentar lagi palingan dosen masuk,” ajak Ana yang langsung disetujui oleh kedua sahabat terdekatnya, yaitu Luna dan Clarissa. Dan mereka pun langsung bergegas pergi meninggalkan area kantin setelah selesai membereskan barang bawaan mereka. “Kira-kira ide kamu ini bakal berhasil nggak ya?” bisik Clarissa di dekat Ana, saat dilihatnya Luna berjalan satu langkah di depan mereka yang seakan sedang memimpin jalan. “Nggak tau. Semoga berhasil deh. Setidaknya ada beberapa daftar nama yang masuk untuk kita pertimbangkan. Soalnya kalau nggak pakai cara gini, aku belum kepikiran sih siapa kira-kira laki-laki yang cocok untuk kita comblangin sama dia,” jawab Ana dengan bikian juga. “Setuju sih. Oh ya, kayaknya kalau jarak kita sama Luna deketan gini, hanya kemungkinan kecil tulisan itu ada yang baca. Kita kayaknya harus cus deh. Mantau dari jauh aja,” usul Clarissa yang masih dengan cara berbisik. “Iya juga sih. Sebentar, aku punya solusi,” ucap Ana, yang kemudian mulai menjalankan solusi yang ia maksudkan tadi. “Lun...” “Hmmm.” Luna hanya menjawab dengan dehamannya. “Kamu duluan aja deh ya, ke kelasnya? Aku sama Clarissa ada perlu sebentar,” ucap Ana memberi alasan. “Ada perlu? Kamu sama Clarissa ada perlu apa emangnya? Nggak aku tungguin aja? Atau aku temenin gitu? Nanti kita ke kelasnya sama-sama,” ucap Luna memberi penawaran. “Ah nggak usah! Bukan apa-apa kok. Kamu duluan aja. Takutnya kita lama.” “Ohh. Ya udah kalau gitu. Sampai jumpa di kelas ya.” “Oke!” Dan Luna pun mulai kembali melanjutkan langkahnya, dengan Ana dan Clarissa yang mengikutinya dari jarak jauh. Satu menit berlalu, dua menit berlalu, tiga menit berlalu, hingga tujuh menit berlalu. Ana dan Clarissa masih belum menemukan titik cerah. Sejauh ini, dari pengamatan mereka, masih belum ada satu orang pun laki-laki yang mendekat. Daftar catatan yang sudah ia siapkan khusus pun masih putih bersih. “Kok belum ada yang mendekat ya? Apa karena penampilan dia yang kurang feminim ya?” ucap Ana penuh tanya. “Jangan suudzhon dulu! Siapa tau mereka lagi nyiapin kata-katanya,” ucap Clarissa yang mencoba untuk menenangkan sahabatnya, meski jauh di lubuk hatinya ia pun turut bertanya-tanya. Dan benar saja. Beberapa menit setelah itu, terlihat seorang laki-laki mulai berjalan menghampiri Luna untuk menyampaikan gombalan manisnya. “Hai, Luna,” sapa seorang laki-laki yang kini sudah berjalan beriringan dengan Luna. “Hai.” Luna menjawab dengan nada dinginnya. Dalam hatinya ia berkata, “Dia siapa? Ngapain nyapa aku segala? Dan.. kok bisa sih dia tau nama aku?” “Oh ya, Lun. Kamu tau nggak persamaannya kamu dan pelangi?” Laki-laki itu mulai mengucapkan gombalan manisnya. “Nggak tau dan nggak mau tau,” ucap Luna yang masih mempertahankan nada dinginnya. Laki-laki itu tersenyum kecil saat mendengarnya. “Kamu ternyata berbeda ya. Oke, aku langsung kasih tau aja. Persamaannya kamu sama pelangi, kalian berdua sama-sama cantik! Dan aku selalu tertarik untuk terus mandangin kalian. Aku tunggu jawaban kamu ya? Secepatnya! Bye.” Dan laki-laki itu pun langsung pergi meninggalkan Luna, setelah mengedipkan salah satu matanya sebagai salam perpisahan. “Idih! Itu orang kesurupan atau kenapa sih? dateng-dateng langsung ngegombal. Saling kenal juga nggak! Jangan-jangan dia cloningannya si ikan lele lagi. Yang hobinya ngegombalin orang. Duh, semoga bukan deh. Cukup satu yang kayak si ikan lele. Satu aja nyeselin dan ganggunya minta ampun, apalagi ada anak buahnya? Please, jangan,” ucap Luna seraya menatap heran laki-laki di depan sana, yang baru saja bertingkah aneh di hadapannya. Tak lama setelah kepergian laki-laki itu, seorang laki-laki kembali datang menghampiri Luna. Dan menyapanya dengan gaya yang berbeda. “Kamu.. Luna si calon pacarku kan?” Mendengar sapaannya, berhasil membuat Luna memelototkan kedua matanya. Apa dia bilang? Calon pacarnya? “Maaf, anda salah orang!” jawab Luna kemudian meninggalkan laki-laki itu dengan mempercepat langkah kakinya. “Ini aku lagi di alam mimpi atau gimana sih? Kenapa orang-orang jadi pada aneh gini?” tanyanya bingung dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN