Part 30

809 Kata
Dengan kedua tangan yang mengepal kuat, Luna melangkahkan kakinya cepat meninggalkan area lobi. Pandangan matanya hanya fokus dan tertuju ke arah depan, dan satu kalimat yang sejak di lobi tadi selalu berputar - putar dalam benaknya adalah ia tak mau tahu, bagaimana pun caranya ia harus segera sampai di area kantin. Membuatnya terlihat seperti sebuah kendaraan yang melaju tanpa memerhatikan rambu lalu lintas serta keselamatan banyak orang. Karena sesekali orang - orang harus menghentikan langkahnya secara tiba - tiba saat melihat Luna hendak lewat. Mereka tak ingin tertabrak atau terserempet oleh Luna yang tak melihat kanan kiri itu. “Itu anak maunya apa sih? Ga jelas banget. Aku yakin banget suara aku tadi pas nyapa dia walaupun terbata - bata masih kedengeran jelas. Tau sendiri kan aku kalau lagi ngomong suaranya kayak apa. Udah kayak toa mesjid saking kencengnya. Dia sengaja ngacangin aku? Aaahhh! Nyesel banget deh. Aku yang biasanya disapa duluan sama dia, sekarang di saat aku nurunin ego aku yang gengsinya kadang selangit itu buat nyapa dia duluan, eh malah dikacangin! Nggak tanggung - tanggung lagi. Ngacanginnya pake cara nyamperin cewek lain. Emang lagi nyari gara - gara itu si ikan lele!” ucap Luna pelan di sela - sela gerak langkah cepatnya, dengan sesekali menggeram pelan karena kesal. Sesampainya Luna di area kantin, ia langsung mengedarkan pandangan matanya ke segala penjuru. Mencari tahu keberadaan kedua sahabatnya itu. Dan di saat dilihatnya Clarissa melambaikan salah satu tangannya ke arahnya, tanpa berlama - lama lagi Luna kembali melanjutkan aksi jalan cepatnya. “Asli aku kesel banget sama si ikan lele!” ucap Luna kesal seraya membantingkan tas kuliahnya ke atas bangku kosong. Kemudian langsung menyambar sebuah botol berisikan air mineral yang entah milik siapa itu dan meneguknya hingga habis setengahnya bahkan lebih. “Eh eh eh.. minumnya sambil duduk dong anak cantik.. selain ada hadist yang melarangnya, secara medis juga nggak baik lho,” ucap Clarissa menasehati Luna, yang langsung diikuti oleh gadis tomboy itu. Entah karena telah menyadari kesalahannya, atau mungkin juga karena tak ingin kembali diceramahi oleh sahabatnya itu. “Itu main asal minum aja. Sampai habis setengah gitu minum punya siapa, Neng cantik? Perasaan tadi nggak bawa botol minum deh. Nitip sama kita pun enggak,” ucap Ana menyindir Luna yang langsung dibalas dengan memamerkan cengiran khasnya. Ana yang melihat itu hanya bisa mendengus sebal. Sedangkan Clarissa, ia hanya memerhatikannya seraya menggeleng - gelengkan kepalanya. “Hehe. Maaf. Emang ini punya siapa? Aku ganti uangnya tiga kali lipat deh.” “Punya aku! Nggak peduli mau tiga kali lipat atau sepuluh kali lipat. Aku pengen air minumnya sekarang! Cepetan ganti! Nggak liat apa sekarang aku lagi butuh minum?” Ana berucap kesal, seraya memerlihatkan bagaimana kondisinya saat ini. Dengan memamerkan mangkuk basonya yang berkuah merah dan kini sudah tinggal setengahnya, dan wajah putihnya yang kini sudah memerah karena kepedesan. “Hehe. Ntar deh ya. Aku capek banget sekarang,” tawar Luna seraya menatap Ana dengan tatapan memelasnya. “nih sampe keringetan!” seraya memerlihatkan wajahnya yang memang sedang berkeringat itu. “Nggak mau tau. Sekarang pokoknya! Ini aku udah kepedesan banget tau.” “Ya udah habisin yang ini aja deh,” ucap Luna memberi saran seraya menaruh kembali botol minum yang tadi diminumnya ke hadapan Ana. “Nggak! Kamu tetep harus beliin aku yang baru pokoknya. Segini mana cukup?!” Luna memasang raut wajah cemberut saat mendengar penolakan dari Ana kembali. Mau tak mau ia harus menuruti permintaan sahabatnya yang satu itu. Karena mau dilihat dari sudut pandang mana pun, dalam kasus ini ia yang salah. Jadi tidak ada alasan lagi untuknya untuk menolak perintah Ana barusan. “Iya, iya. Sekarang aku beliin yang baru. Mau berapa? Tiga? Atau sepuluh? Biar sekalian.. tadi kepedesan kan katanya?” “Satu aja. Kamu kira aku selemah itu? Ini kepedesan biasa kok. Nggak harus sampe minum sebanyak itu. Udah sana beliin!” “Wkwk. Oke aku beliin. Tapi ada syaratnya ya?!” Luna berucap seraya tersenyum penuh misterius ke arah Ana. “Terserah kamu deh. Hah hah. Udah sana beliin! Sekarang aku udah harus minum. Hah hah hah.” Cukup sudah. Ana sudah tak tahan lagi. Ia saat ini sedang dalam kondisi sangat membutuhkan air minum. Kini ia bahkan sudah menenggak habis sisa air minum yang tak seberapa itu dari Luna. “Beneran ya?” “Ya ampun, Luna! Iya. Udah buruan sana!” Mendengar itu Luna pun langsung bangkit berdiri dengan raut wajah riang, kemudian berjalan menuju salah satu kedai untuk membeli air mineral yang Ana minta dengan gerak langkah cepat. Membuat Ana langsung menatap Clarissa cepat seraya berkata, “Eh, Sa. Tadi syarat yang dimaksud si Luna apa sih? Kok dia keliatannya seneng banget sekarang. Aku tadi main asal iyain aja lagi.” “Nggak tau.” Clarissa menjawab seraya mengangkat kedua bahunya. Ia memang betul - betul tidak tahu. “Masa bodoh lah!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN