Part 29

1425 Kata
Luna menghembuskan napas panjang sesampainya ia di area kampus. Setelah memarkirkan mobilnya dengan aman di parkiran, Luna tak lantas turun. Ia lebih memilih untuk mengirim pesan kepada sahabat - sahabatnya terlebih dahulu, dikarenakan jam kuliah pertamanya masih akan dilaksanakan sekitar satu jam-an lagi. Niat awalnya Luna akan menghabisakan waktu satu jam itu di dalam mobil, untuk tiduran atau sekedar main handphone. Karena kalau di rumah, ia tak yakin akan sampai kampus tepat waktu. Apalagi kalau ia isi waktu menunggu jam pertama itu dengan tiduran, sudah dipastikan ia tidak hanya sampai kampus dengan terlambat. Namun bisa saja ia bolos karena bangun kesiangan. Tanpa membuang - buang waktu lagi, Luna langsung menuliskan pesannya di grup chat mereka bertiga. Luna : Girls.. kalian masih di rumah atau udah pada di kampus? Clarissa : Aku udah di kampus nih. Sama Ana juga. Kita berdua sekarang lagi ada di kantin. Kamu masih di rumah, Lun? Beruntung, Clarissa langsung membalas pesannya tak lama dari jaraknya mengirim pesan. Luna pun tentu saja langsung membalasnya dengan segera. Luna : Kebetulan banget kalau kalian berdua udah ada di kampus. Aku juga sekarang udah ada di kampus. Tapi masih di parkiran, hehe. Semaleman aku nggak bisa tidur. Baru tidur jam setengah tiga deh kayaknya. Mmm, kalian berdua udah tau kan maksud dan tujuannya apa aku nulis pesan ini setelah baca cerita singkat aku tadi? Hehe. Plissss Ana : Minta dibangunin? Luna : Ih Ana! Kamu peka banget deh. Iya, nanti beberapa menit sebelum jam pertama dimulai kalian berdua bangunin aku ya? Aku tidur di dalam mobil. Mobilku parkir di deket pohon daerah parkiran bagian kanan. Gampang kok nyarinya. Kalian berdua udah hafal ini mobilku yang mana. Aku minta tolong ya.. please.. Tak kunjung segera mendapatkan pesan balasan, membuat Luna kini mendumel kesal di dalam mobilnya. “Ini si Ana sama Clarissa kok lama banget ya bales pesannya. Padahal mereka berdua udah baca isi pesannya. Lagi diskusi apaan ya mereka?” Luna mengira bahwa kedua sahabatnya itu kini sedang mendiskusikan permintaannya barusan. Dan di saat dilihatnya tulisan Ana is typing, Luna menunggu pesan balasannya dengan perasaan yang tak menentu. Apakah mereka mau, atau justru tidak dan menolak? Kalau menolak, rasanya percuma saja ia datang ke kampus. Kemungkinan ia akan ketiduran sampai jam kuliah selesai sangatlah tinggi jika tidak ada yang membangunkannya. Sama saja bukan hasil akhirnya dengan ia yang memilih tidur di kamarnya sendiri? Tapi kalau mereka bersedia, tentunya Luna akan merasa senang bukan kepalang, dan berterima kasih yang sebesar - besarnya kepada mereka. Ana : Gimana ya, Lun? Jujur aja lumayan capek sih kalau harus bangunin kamu. Selain perlu perjuangan karena kamu susah dibangunin, jarak dari kantin ke parkiran jauh banget. Dari ujung ke ujung. Apalagi kita ini sekarang lagi sarapan. Tega banget rasanya kalau lagi kenyang - kenyangnya harus jalan jauh ke sana, buat bangunin kamu, terus puter balik lagi ke kelas. Kayaknya percuma kita sarapan pagi. Nyampe kelas kayaknya udah laper lagi gara - gara capek. Clarissa : Iya, Lun. Bukannya kita nggak mau bantu. Tapi ya gimana ya? Lumayan berat juga prosesnya. Kalau mau, kamu samperin kita aja ke sini. Tidurnya di sini. Nanti kita pasti bangunin deh. Walaupun kantin sekarang lagi rame, aku yakin kok kamu pasti bisa tidur pules. Apalagi kondisinya lagi kurang tidur gitu. Kalau aku dan Ana, pasti beda cerita. Mau kantin sepi atau rame pasti susah tidurnya. Gimana? Luna menghela napas kasar seraya mulai berpikir. Pantas saja tadi perasaannya mendadak tak enak. Ternyata kedua sahabatnya ini memilih untuk menolak permintaan tolongnya. Mau bagaimana lagi kalau sudah begini. Dari pada ia tidak jadi tidur, lebih baik ia setujui saja permintaan kedua sahabatnya itu. Luna pun mulai mengetikkan jawaban balasannya. Luna : Ya udah deh. Aku sekarang ke kantin. Sampai jumpa! Setelah mengklik kata kirim, Luna langsung menaruh ponselnya ke dalam tas kuliahnya. Dengan raut wajah cemberut, mengetahui rencananya untuk tidur di mobil gagal total, Luna memutuskan untuk langsung keluar dari mobil kesayanganya seraya menyampirkan tas kuliahnya di salah satu pundaknya. Setelah mengunci pintu mobil dan memastikannya aman, Luna mulai berjalan memasuki area kampus. Dan entah merupakan sebuah keberuntungan atau pun sebaliknya, di area lobi yang jaraknya tak begitu jauh dengan jaraknya saat ini. Luna melihat Leo sedang bersantai ria di sana. Tebaknya, mungkin laki - laki itu kini sedang menunggu Rayhan sambil mencuci mata. Sambil menyelam minum air ceritanya. Mengingat tempat itu merupakan tempat strategis untuk melihat kedatangan para mahasiswi. Perasaan Luna makin tak menentu saat pandangannya bertemu dengan Leo. Ingatannya kembali ke kejadian kemarin, yang berakhir dengan Leo yang sepertinya marah besar kepadanya. Biasanya jika hal ini terjadi, jika pandangan mata mereka bertemu seperti saat ini, Luna akan membuang muka atau berpura - pura tidak menyadari keberadaannya. Haruskah sekarang pun ia begitu? Atau datang menghampiri laki - laki itu kemudian meminta maaf? “Aduh! Kenapa harus ketemu dia di sini sih? Aku kan masih belum siap buat ketemu sekarang. Ah, mau gimana lagi. Mau menghindar pun udah ketangkep basah. Dia udah tau keberadaan aku di sini. Sekarang aku harus gimana ya? Beneran harus minta maaf nih? Atau pura - pura ngerasa nggak bersalah aja? Lagi pula sebenernya ada bagusnya sih dia marah sama aku. Aku bisa terbebas dari si playboy cap lele itu. Tapi apa iya caranya harus gini? Dengan aku yang terus - terusan merasa bersalah sebelum minta maaf?” ucap bingung Luna dalam hati. Melihat Leo yang kini sudah bangkit berdiri, kemudian berjalan ke arahnya dengan pendar mata yang tak sekali pun lepas dari menatap ke arahnya. Membuat Luna semakin dibuat tak menentu perasaannya. Rasanya sungguh dag dig dug campur aduk. Antara ingin meminta maaf, ingin menghindar seperti biasanya, bingung, gengsi, dan yang lainnya. “Jarak kita sekarang udah deket banget lagi. Yowis lah. Kayaknya dia bakal ngeganggu aku seperti biasanya. Oke, kali ini aku bakal ladenin kamu, Leo. Aku bakal baik - baikin kamu. Aku akan minta maaf, dan semoga aja dia langsung maafin aku tanpa pake acara ngasih syarat segala,” ucap Luna kembali dalam hati, seraya mempersiapkan diri untuk bisa santai dalam meladeni laki - laki itu. Mengingat biasanya ia selalu terbawa emosi setiap kali berinteraksi dengan laki - laki itu. Dan ternyata, ketika jaraknya dan jarak Leo tinggal beberapa langkah lagi. Ketika ia sudah merasa siap untuk menyapa ramah laki - laki itu, bahkan sudah memasang senyuman manisnya dengan susah payah, dikarenakan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam rasanya masih sangat berat untuk melakukan itu terhadapap laki - laki itu. Apa yang terjadi selanjutnya sungguh berhasil membuat Luna merasa dongkol luar biasa. “Ha—Hai , Le—“ sapa Luna dengan suara terbata - bata, namun tak jadi ia selesaikan karena suatu alasan. “Oh my god! Dia berani ngelakuin itu ke aku?” Dengan senyuman manis yang kini rasanya terlihat kaku. Luna menghentikan langkahnya dan menatap tak percaya ke arah Leo yang kini sudah melewatinya. Tanpa menyapanya dan melirik ke arahnya sama sekali. Dan ternyata setelah Luna ikuti lewat tatapan tajamnya, Leo kini sedang menghampiri seorang gadis cantik berambut panjang yang baru saja memasuki area lobi. Dan saat ini tinggal beberapa langkah lagi, kedua orang itu akan melewati posisi Luna yang sedang mematung di tempatnya. “Oh ya tadi nama kamu siapa? Bunga ya?” tanya Leo kepada gadis berambut panjang itu di saat tinggal selangkah lagi posisi mereka akan menyamai posisi Luna saat ini. “Iya nama saya Bunga,” jawab gadis berambut panjang itu seraya menatap Leo dengan tatapan malu - malu. “Nama yang cantik secantik orangnya. Oh ya, kamu kan bunga. Boleh nggak kalau aku yang jadi kumbangnya?” tanya Leo yang posisinya saat ini sudah berhasil melewati Luna bahkan lebih. Namun suaranya yang cukup lantang itu masih bisa didengar oleh Luna. Atau memang laki - laki itu sengaja menaikkan volume suaranya agar bisa didengar oleh Luna? Entahlah.. “Hehe. Kamu bisa aja.” Dan kedua orang itu pun tertawa renyah bersama setelahnya. “Bener - bener ya itu anak. Aku itu dari tadi udah usaha mati - matian lho buat mempersiapkan diri. Supaya bisa ngeladenin dia dan ngebaik - baikin dia dengan baik. Sampai maksain ini bibir buat senyum manis segala lagi meskipun rasanya sulit. Oh my god ternyata dia berani ya nyuekin aku kayak gitu. Nyebelin! Mau ditaro di mana muka aku kalau ada yang merhatiin aku dari tadi?” “Aku padahal mau minta maaf lho tadi. Kok bisa - bisanya? Ah sudahlah! Lebih baik sekarang aku samperin Ana dan Clarissa aja ke kantin dari pada kayak orang linglung berdiri di tengah jalan gini. Mana ini lobi lagi rame banget lagi! Pagi - pagi kok udah apes aja sih!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN