Della yang Cemburu

2557 Kata
    Leon mengamati Della yang tampak terus-terusan mengedarkan pandangannya, seperti tengah mencari sesuatu atau mungkin seseorang. Sebenarnya Leon bisa menebak apa yang tengah dicari oleh putri angkat cantiknya itu, tapi Leon tak berniat untuk bertanya atau berkomentar. Leon memilih untuk tetap bungkam dan melanjutkan sarapan yang buat khusus oleh istrinya. Lea yang duduk di samping Della, kembali meletakkan telur mata sapi di atas piring Della.     "Sayang, lebih baik jika kau istirahat satu hari lagi. Madre masih khawatir dengan kondisimu. Istirahatlah sampai kau benar-benar pulih. Kau tidak perlu cemas dengan kampus. Padremu sudah berbicara dengan pihak kampus dan mereka sudah memberikan izin agar kamu bisa beristirahat beberapa hari lagi,” ucap Lea.     Della yang mendengarnya pun menggeleng. "Della sudah sangat baik, Madre. Della sudah beristirahat selama seminggu, ini sudah terlalu lama bagi Della. Jika lebih lama dari ini, Della mungkin akan tertinggal banyak pelajaran. Della tidak mau mengejar terlalu jauh.”     "Madre masih tidak rela melepaskanmu untuk pergi kuliah. Bagaimana jika ada orang jahat lagi? Apa Madre ikut saja ke kampus?" tanya Lea menyuarakan isi hatinya.      Della menahan tawanya. "Tidak perlu Madre. Jika ada yang jahat pada Della, Padre pasti akan menghukumnya, seperti Padre menghukum Bruno."      Leon terdiam saat mendengar ucapan Della. Ia diam-diam menghela napasnya dalam hati. Bukan apa-apa, karena hampir semua orang mengira bahwa Leon lah yang menghancurkan nama baik keluarga Bruno serta perusahaan mereka. Padahal Leon sama sekali tidak melakukannya. Lebih tepatnya, sudah ada seseorang yang lebih dahulu melakukan hal tersebut sebelum dirinya.     Leon memang sudah menyusun rencana dengan Ken untuk menghancurkan keluarga Bruno. Leon harus menyusun rencanya agar tidak meninggalkan jejak bahwa dirinyalah yang melakukannya. Tapi sebelum rencana itu terlaksana, Leon sudah lebih dulu melihat berita bagaimana perusahaan milik keluarga Bruno bangkrut. Lalu Bruno yang ditangkap karena kepemilikan narkoba, dan orang tuanya yang ditangkap karena aksi suap dan korupsi.     Dengan sekali lihat saja, Leon sudah bisa menyimpulkan jika hal itu dilakukan oleh Ryan. Tidak ada seseorang yang memiliki kekuasaan lebih dari cukup untuk melakukan hal itu selain Ryan dan dirinya tentunya. Tapi karean dirinya belum mengambil langkah apa pun, bisa dipastikan jika yang melakukan hal tersebut adalah Ryan. Leon juga tahu, sebelum menyerahkan Bruno ke pihak berwajib, Ryan sudah lebih dulu menghajar Bruno habis-habisan. Untungnya Ryan masih bisa menahan nafsu membunuhnya. Satu langkah kemajuan yang dimiliki Ryan. Sedikit banyak membuat Leon puas.     "Padre akan melakukan segala hal untuk melindungimu dan Madremu," ucap Leon sungguh-sungguh.      Ken yang mendengar ucapan Leon mencoba untuk menekan hasratnya untuk tersenyum geli. Sudah bertahun-tahun dirinya menyaksikan Leon yang begitu memuja Lea, tapi ia sungguh masih belum terbiasa. Imej yang selama ini melekat pada Leon tampak luntur seketika ketika Leon berbicara dengan gaya seperti itu. Apakah ini yang dinamakan b***k cinta? Jika iya, maka Leon memang bukti nyata dari b***k cinta yang ada di atas bumi.      Ah bukan berarti Ken tidak memuja Angel sebagai istrinya sekaligus kekasih istrinya. Ken begitu memujanya, mencintainya dengan setulus hati. Tapi Ken sejak dulu tidak pernah bersikap seperti Leon. Lebih tepatnya Ken yang tidak menyadari jika dirinya lebih parah dari Leon dalam bersikap memuja istri cantiknya itu. Ya, jika Ken sadar, Ken tidak mungkin mengolok-olok Leon seperti ini. Tentu saja karena Ken harusnya malu melakukan hal itu, karena itu sama saja dengan mengolok-olok dirinya sendiri.     "Oh iya, Kakak ke mana?" tanya Della hati-hati. Sejak tadi, dirinya memang tengah mencari keberadaan kakak lelaki yang merangkap sebagai kekasih rahasianya itu.     Leon meletakkan sendoknya dan menatap Della dengan tatapan menyelidik. Kakakmu sedang ada pekerjaan. "Hm, berbicara mengenaimu dan Ryan, entah kenapa Padre merasa jika kalian semakin dekat akhir-akhir ini."      Della mematung. Ia menatap manik hijau bening milik ayah angkatnya. Tanpa sadar tangan Della kini saling meremas saking takutnya dirinya. Karena sebelumnya Ryan sudah mewanti-wanti dirinya untuk tidak membuat Leon dan Lea curiga dengan kedekatan mereka. Ryan mengatakan jika cinta yang ia berikan pada Lea adalah sebuah kerahasiaan.     "Sayang, apa yang kamu katakan? Apa kamu tidak senang melihat kedua putra putrimu semakin dekat? Kamu ini, kedua anakmu rukun dan kamu sepertinya tidak senang karena itu. Seharusnya kamu senang, kini kita bisa lebih terlihat sebagai sebuah keluarga karena jarak di antara kita sudah semakin terkikis," komentar Lea pedas membuat Leon berdehem salah tingkah.     “Sayang, kenapa kamu berkata seperti ini padaku? Kau tentu tau bukan itu yang kumaksud," elak Leon.      "Tidak. Aku yakin itu memang yang kau maksud,” ucap Leon saat sadar jika mungkin saja kini istrinya akan marah. Ah tidak, Leon tidak boleh membiarkan Lea marah. Jika Lea marah, itu artinya dia tidur tanpa memeluk tubuh mungil istri tercintanya itu. Leon akan berakhir di gudang senjata yang dingin tanpa bantal dan selimut.     Della diam-diam menghela napas lega saat perhatian ayahnya teralihkan. Itu artinya Della tidak harus menjawab pertanyaan Leon tadi. Sungguh, Della tidak tahu harus menjawab apa. Ia segera menyelesaikan sarapannya dan pamit untuk berangkat kuliah. "Padre, Madre, Della sudah selesai sarapan. Della berangkat kuliah dulu."      Della beranjak mencium pipi Lea dan Leon. Keduanya mengangguk dan secara bersamaan berkata, "Hati-hati di jalan, Sayang."      Chris kembali bertugas mengantar jemput Della. Ketika di dalam mobil, Della segera bertanya, "Chris, kamu tau Kak Ryan ke mana? Kenapa akhir-akhir ini Della jarang melihat Kak Ryan?"      Chris yang telah bersiap di kursi pengemudi berdehem pelan. "Tuan Ryan tengah mengurus proyek baru, Nona. Saya dengar, itu adalah proyek besar di luar kota. Tuan Muda sangat hebat karena berhasil menang tender. Tentu saja, saat ini Tuan tengah sibuk-sibuknya. Tuan harus pulang pergi ke luar kota untuk mengurus ini.”     Della mengerucutkan bibirnya untuk beberapa saat sebelum mengangguk paham. Chris yang melirik bayangan Della di spion diam-diam menghela napasnya lega. Ada sebuah rahasia yang sudah Ryan titipkan pada Chris, dan sampai kapan pun ia harus berusaha untuk menjaga rahasia ini dari Della. Jika sampai Della tahu, sudah dipastikan nyawa Chris yang jadi taruhannya. Chris memang salah satu anggota klan yang telah memastikan diri menjadi orang dari Ryan, sama seperti Fla. ***     "Hilde!" panggil Della pada temannya yang tengah membuka pintu mobilnya. Della segera berlari pada Hilde. Padahal hanya berlari sebentar, tapi Della sudah terlihat sangat kelelahan. bahkan napasnya saja terdengar terengah-engah. Seakan-akan dirinya sudah berlari ratusan meter.     "Oh, kau rupanya. Ada apa, Della? Aku kira kau sudah pulang,” jawab Hilde sembari bersandar di badan mobil mewah miliknya. Berbeda dengan Della, Hilde tidak mengandalkan antar jemput. Kedua orang tuanya sudah memercayai Hilde untuk mengendari mobil sendiri. Lagipula usia Hilde memang sudah memenuhi syarat mengemudi.     Della menggeleng. "Aku tidak mau pulang. Dan bisakah kamu bantu aku?"      "Bantu apa? Kemana perginya pria menyebalkan yang selalu menjemputmu?" tanya Hilde sembari mengerucutkan bibirnya. Yang ia maksud adalah Chris. Menurut Hilde, Chris adalah pria yang sangat menyebalkan.     Della tersenyum canggung sembari menggeleng. Ia lupa jika Hilde memang sangat tidak menyukai Chirs. Entah karena apa, karena Della juga tidak tahu alasannya. "Chris sudah kembali pulang. Aku sengaja menyuruhnya, karena aku mengatakan pada Madre kalau aku ingin main ke rumahmu," ucap Della menjawab pertanyaan Hilde.      Sontak wajah Hilde berubah menjadi bahagia. "Benarkah? Kalau begitu, ayo!" seru Hilde segera menarik Della agar memasuki mobilnya.     Selama perjalanan menuju rumah Hilde, Della terus-terusan melirik Hilde yang tampak begitu senang dan berceloteh panjang lebar. Della berpura-pura mengecek ponselnya, dan tiba-tiba berkata, "Hilde, Kak Ryan mengirim pesan."      Hilde dengan refleks segera menepikan mobil yang ia kendarai. Hilde menoleh pada Della dan bertanya, "Kakakmu yang galak itu? Apa yang ia katakan? Apa dia kembali memarahimu?”     Della menggeleng dan tersenyum tipis. “Kakak tidak memearahiku, Hilde. Kakak hanya menyuruhku untuk segera ke kantornya," jawab Della.     "Kalau begitu aku harus segera mengantarmu ke sana. Jika tidak, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan padamu. Uh, kakakmu sangat menakutkan. Padahal dia sangat tampan, sayang sekali tempramennya sungguh mengerikan. Jika saja, dia mau sedikit tersenyum, pasti wajahnya akan begitu menakjubkan.”      Sebagian hati Della merasa begitu senang karena rencananya berjalan dengan baik, tapi sebagian hatinya merasa bersalah karena harus membohongi Hilde. Ya, Della memang membohongi Hilde mengenai Ryan yang mengirim pesan. Della membuat rencana untuk bisa menuju kantor Ryan tanpa sepengetahuan Chris serta kedua orang tuanya.     Hilde yang tidak menyadari kebohongan Della, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tentu saja, Hilde tidak mau jika Della sampai mendapatkan kemarahan Ryan yang menurut Hilde sangat menyeramkan itu. Bahkan bagi Hilde, ketika Ryan marah, dua buah tanduk akan muncul di kepalanya. Ya, Ryan memang mirip seperti iblis ketika marah. Iblis yang tampan, lebih tepatnya. Hilde mengerang dalam hati. Sialan memang, Ryan memang sangat tampan dan jujur saja Ryan adalah tipenya.     Tiba di gedung perusahan keamanan milik Ryan, Della segera turun dan mengucapkan terima kasih pada Hilde. Mendengar itu, Hilde mengangguk dan tersenyum. "Cepatlah pergi, aku tidak mau jika kau sampai terkena murka kakakmu yang menyeramkan itu."      "Sekali lagi terima kasih, Hilde. Aku janji akan jalan denganmu dilain waktu,” ucap Della serius dan penuh syukur.     Hilde mengangguk. "Aku pegang janjimu. Aku pergi dulu, dah!"      Della mengembuskan napasnya berulang kali sebelum berbalik berniat masuk ke dalam gedung, tapi sedetik kemudian Della segera bersembunyi di balik pilar. Ternyata manik cokelat terang Della, lebih dahulu menangkap kehadiran Ryan yang ke luar dari gedung dengan seorang wanita cantik yang bergelayut manja padanya. Della bisa melihat betapa wanita itu terlihat senang karena Ryan yang menerima tingkah manjanya itu. Della tentu saja marah. Seharusnya dia yang bergelayut manja di sana, bukan wanita itu!     Meskipun kesal, Della tidak mengambil langkah gegabah. Kini Della masih bersembunyi dan netranya yang indah masih terlihat menyorot pada Ryan dan si wanita itu. Della melihat keduanya kemudian meninggalkan perusahaan menggunakan mobil pribadi milik Ryan yang dikendarai oleh Marco. Tanpa pikir panjang Della langsung berlari dan menghentikan taksi, dengan tergesa Della berkata agar sopir segera mengikuti mobil kakaknya. Wajah Della mulai pucat saat sadar mobil yang membawa kakaknya berhenti di sebuah hotel mewah.     "Nona, kita sudah sampai," ucap sopir taksi.     "Iya, terima kasih,” jawab Della.     Setelah memberikan sejumlah uang, Della segera turun dan mengikuti Ryan dalam jarak yang aman sehingga kakaknya itu tidak menyadari kehadirannya. Betapa Della merasa terluka saat tahu jika kakaknya dan wanita cantik itu melakukan cek-in kamar. Keduanya tampak begitu romantis. Wanita itu berulang kali bersandar dan memberikan ciuman penuh kasih pada Ryan, sedangkan Ryan tampak diam dan menerima semua perlakuan intim tersebut.     Della menekan dadanya yang terasa sakit. Degupan jantungnya yang biasanya terasa begitu menakjubkan, kini terasa begitu menyakitkan. Della menghentikan langkahnya dan berbalik pergi. Tanpa sadar, air matanya menetes begitu deras. Della berlari dan kembali menghentikan taksi. Ia tak mau lagi berada di sini, Della tidak ingin mengetahui kelanjutan kisah mengenai kakak dan wanita tadi. Sayangnya, kepergian Della lebih dahulu terlihat oleh Marco.     Pria itu tampak mengerutkan keningnya dan tersenyum tipis sebelum melangkah mendekati tuannya yang baru saja menyelesaikan cek-in kamar. Kini Marco tengah mempertimbangkan, apakah dirinya akan melaporkan apa yang ia lihat, atau membiarkannya saja. Tentu saja, Marco harus memilih manakah yang lebih menguntungkan dirinya. Ah tepatnya, harus memilih manakah yang akan membuat dirinya lebih terhibur.     ***     Della menenggelamkan wajahnya di tumpukkan buku. Kini ia tengah berada di perpustakaan kota. Karena Della tidak mau cepat pulang, Della memilih untuk menghabiskan waktunya di perpusatkaan. Toh baik Lea dan Leon memang telah memberikan izin bagi Della untuk menghabiskan waktunya di luar rumah.     Della mengangkat wajahnya dan menghela napas lelah. Ia menoleh saat merasa ada seseorang yang berdiri di sampingnya, betapa terkejutnya Della saat tahu jika Geon ternyata tengah berada begitu dekat dengannya. Geon tersenyum lembut melihat reaksi Della. Ia menarik kursi lalu duduk di samping Della.     "Ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau terlihat begitu sedih?" tanya Geon sembari melirik beberapa buku yang terbuka di hadapan Della.     "Aku hanya sedikit merasa tidak nyaman. Ada banyak hal yang aku pikirkan."      Geon mengangguk. "Itu hal yang wajar. Hanya saja, jangan membuat tubuhmu terbebani dan membuatmu kembali jatuh sakit. Oh iya, apa pria berengsek itu tidak lagi mengganggumu?"      Della mengerutkan keningnya, saat mendengar pertanyaan Geon. Ia tidak mengerti untuk beberapa detik, sebelum dirinya mengingat sesuatu. "Ah, apa jangan-jangan yang menolongku saat itu adalah kamu?"      Geon mengangkat bahunya. "Jika yang kau maksud adalah seseorang yang menghajar pria berengsek itu, sepertinya iya. Kebetulan saat itu, aku juga tengah berada di sekitar tempat kejadian dan mendengar teriakan seorang wanita. Jadi, aku tanpa pikir panjang segera mencari sumber suara. Aku tidak menyangka jika gadis yang kutolong adalah dirimu. Kondisimu sudah benar-benar baik bukan?" tanya Geon sembari meneliti wajah Della, mencoba menangkap gelagat aneh dari Della, tapi ia sama sekali tidak menemukan apa pun.     "Aku sudah sangat baik. Padre dan Madre merawatku dengan sangat baik. Bahkan Padre secara pribadi merawatku dan meresepkan obat. Karena itulah kondisiku membaik dengan cepat.”     "Oh ayah dan ibu angkatmu, ya?" tanya Geon spontan. Sedetik kemudian Geon tampak begitu menyesal karena mengangkat topik sensitif.     "Maaf, seharusnya aku tidak mengatakan hal itu,” ucap Geon saat sadar jika dirinya telah melakukan hal yang salah dengan membicarakan hal seperti itu.     Della menggeleng. "Tidak apa-apa. Itu memang kenyataannya. meskipun aku hanya anak angkat, keluargaku selalu bersikap baik. aku merasa bersyukur karenanya," ucap Della dengan tulus.     Samar, tatapan Geon pada Della tampak berubah. Ia kemudian bertanya, "Ini mungkin sedikit lancang, tapi aku sangat penasaran. Bolehkah aku bertanya sedikit tentangmu, Della?"      "Tentu."      "Lalu, di mana keluarga kandungmu Della?"      Della mematung, ia tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti ini. della membuang tatapannya dan tangannya tanpa sadar saling meremas. "Aku tidak memiliki keluarga selain keluargaku yang sekarang. Della hanya ada pada masa kini. Della tidak ada di masa lalu."      Kini giliran Geon yang mematung, tapi sedetik kemudian Geon bisa mengendalikan dirinya dengan baik. Ia mengangguk dan tersenyum. "Ya, apa yang kau katakan ada benarnya. Tapi aku berharap, jika kau masih memiliki keluarga kandung, suatu saat nanti kalian bisa bertemu dan kembali hidup bersama. Karena yakinlah Della, kelurga sendiri lebih bisa dipercaya daripada orang lain yang mengaku menjadi keluarga."     ***     "Argh!" Della menjerit kuat saat tiba-tiba dirinya dihimpit ke dinding kamar dengan rahang yang dicengkram kuat.     "Dari mana saja? Kenapa kau baru kembali?" tanya Ryan dengan tajam. mata hijau gelapnya tampak begitu pekat, pertanda jika dirinya tengah begitu marah.     Della menggeliat berusaha melepaskan diri. Entah kenapa, kini dirinya tak merasa takut. Yang ada, Della merasa begitu marah. "Memangnya apa urusannya dengan Kakak?" Della saja tidak bertanya, seharian ini Kakak pergi ke mana dan dengan siapa.     Ryan mengatupkan rahangnya. Tampak sekali jika Ryan tengah menahan luapan amarahnya. "Kau, kau tampaknya telah menyalahartikan kebaikanku selama ini. Ingat Della, aku yang berkuasa. Aku yang memegang kendali di sini. Sepertinya aku memang sudah terlalu baik padamu."      Della tiba-tiba meringis saat merasakan cengkraman Ryan yang tampak menguat. Ryan menyeret Della ke atas ranjang dan memaksa untuk melucuti pakaian Della. Tentu saja Della menolak. Ia tak mau, benar-benar tidak mau. Ryan kembali mencengkram rahang Della. Ia berbisik pada Della, "Aku benar-benar harus menghukummu Della."      "Menghukum? Kenapa Kakak selalu menghukum Della? Memangnya apa kesalahan Della?"      "Ah, kau ingin mengetahui apa saja kesalahanmu? Baiklah, aku akan mengabsen satu persatu kesalahanmu. Yang pertama, kau telah berbohong pada Madre dan Padre jika kau akan pergi dengan temanmu. Yang kedua, kau mengikutiku diam-diam. Dan yang ketiga, kau menghabiskan waktu dengan si b******k so pintar itu!" seru Ryan tajam.      "Geon tidak b******k!" elak Della dengan keras.     Mendengar saura tinggi Della, Ryan semakin merasa marah. Dengan kasar Ryan mendorong Della dan menindih adik angkatnya itu. "Della, aku benar-benar marah saat ini. Dan kau tau? Saat berhubungan seks, aku akan menggila saat marah."      Dan Della kembali luluh lantak di bawah kuasa Ryan. Della hancur. Hati dan fisiknya lelah. Ia tak bisa mengimbangi permainan kasar Ryan, dan jatuh tak sadarkan diri saat Ryan masih begitu asyik meniti tangga menuju surga dunia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN